"Bryan, aku bukannya tidak mau bersosialisasi dengan teman-temanku. Kamu tahu." Shazia kembali menegakkan tubuhnya. "Aku juga populer disini. Semua teman-temanku sudah tau aku siapa. Itu hal yang membuat aku heran sampai sekarang. Mereka tahu aku anak orang terpandang dari mana? Hal itu yang membuatku selalu berhati-hati, Kak. Kamu juga tau kalau bokap selalu mendidikku dengan keras. Jika, aku salah bertindak. Nyawaku juga bisa melayang, hahaha," jelas Shazia sekaligus meledek Adam.
Bryan langsung tertawa geli mendengar perkataan Shazia. Malam itu, Bryan berniat untuk kembali ke Indonesia. Tetapi, Shazia malah menahan dirinya untuk kembali. Shazia juga menawarkan Bryan untuk menginap satu malam di apartemennya. Bryan juga tidak mempunyai pilihan lain. Bryan pun dengan terpaksa menerima tawaran Shazia.
"Bryan, kamu mau dari mana?" tanya Shazia setelah melihat Bryan barusan masuk ke dalam apartemennya.
"Aku hanya berjalan-jalan pagi di luar apartemen. Aku juga baru menyadari bahwa apartemen kamu bagus juga, ya. Maksudku view pemandangannya." Bryan langsung mendekati Shazia.
"Seperti yang aku pernah bilang kepadamu, Bryan. Aku ingin mempunyai tempat tinggal yang dimana dikelilingi oleh danau. Ya, syukurnya saja aku bisa menemukan apartemen ini." Shazia langsung menyiapkan sarapan pagi untuk Bryan.
"Kenapa kamu sangat menginginkan itu?" Bryan langsung menyantap sarapan paginya.
"Aku hanya butuh ketenangan, Bryan. Otakku sudah sangat enak ketika tinggal di kota. Aku hanya ingin tinggal di tempat yang sepi dan ya. Seperti yang kau lihat, aku sangat suka tinggal di dekat danau." Shazia langsung menyantap makanannya. "Aku sudah mengatur jadwal pertemuan mu dengan Zayn. Kamu besok pulang ke indonesia, 'kan?" Shazia kembali melanjutkan kunyahnya.
"Iya, aku besok pulang. Itu karena kamu yang mengatakannya barusan. Aku tidak bisa menolak setiap permintaan adik kesayanganku ini." Bryan tidak punya pilihan lain. Padahal, ia ingin kembali ke Indonesia sore ini.
Shazia sontak tertawa setelah mendengar pernyataan dari Bryan. "Hari ini, aku tidak ada jelas. Kelas tiba-tiba saja di cancel. Aku sudah menghubungi Bryan. Kami akan bertemu di resto yang tidak jauh dari kota. Ya tentu saja aku akan membawa kamu juga, Bryan. Tapi, aku tidak memberitahu Zayn kalau kamu juga ikut bersama dengan jamuan nanti siang. Aku ingin membuat sebuah kejutan kepada dirinya." Shazia langsung menghabiskan makanannya.
Setelah selesai sarapan pagi. Shazia langsung bersiap-siap untuk mengajak Bryan hangout. Bryan juga sangat terkagum melihat keahlian Shazia dalam memperkenalkan setiap sudut yang ada di London. Padahal, Shazia masih kurang dari lima bulan tinggal disana. Tetapi, Shazia sudah sangat hafal dengan tempat itu.
"Kakak, kenapa kamu tersenyum-senyum seperti itu? Apakah ada yang lucu dengan caraku menjelaskan?" tanya Shazia yang merasa bahwa Bryan sedang tersenyum untuk meledek dirinya.
"Tidak, aku tidak mengatakan itu, 'kan? Aku hanya terkagum melihat caramu menjelaskan tentang setiap sudut yang ada di kota ini. Sungguh luar bisa. Kamu sepertinya cocok deh, kalau bekerja di bidang bisnis."
"Ah, Bryan! Aku tidak mau menggeluti pekerjaan itu. Kamu ini bagaimana, sih! Aku kan sudah mengatakan bahwa aku ingin menjadi seorang aktris terkenal di Indonesia. Masih tega mengatakan bahwa aku lebih cocok menjadi seorang pengusaha." tangan Shazia sudah menyilang di depan dadanya.
Bryan langsung memeluk Shazia dari samping. "Adik, aku mengatakan itu karena salut melihat kamu ketika berbicara. Hahaha, jangan cemberut seperti itu, dong. Nanti wajah cantikmu menjadi pudar." Bryan berusaha merayu Shazia.
"Habisnya kamu membuatku kesal saja. Tidak terasa juga, ya. Kita hampir tiga jam berkeliling kota London. Perutku sudah terasa sangat keroncongan. Ayo kita pergi ke resto saja, ya. Pasti Zayn sudah menunggu kita disana." Shazia langsung melihat arlojinya. "Ya ampun, hampir setengah jam berlalu. Kita harus segera sampai disana, Bryan," ucap Shazia yang merasa malu ketika datang tidak sesuai dengan waktu yang sudah dijanjikan.
Setelah sampai di sana. Shazia langsung berlari untuk memastikan bahwa Zayn belum datang. Namun, ternyata Zayn sudah menghabiskan satu gelas kopi dingin di atas mejanya. Shazia pun langsung menemui Zayn dan meminta maaf kepada Zayn atas keterlambatannya. Zayn juga tidak mempermasalahkan hal tersebut.
"Aku sangat menyesal, Zayn. Aku tidak bermaksud membuat kamu menunggu selama ini. Maafkan aku, ya," ucap Shazia berkali-kali. Sehingga, membuat Zayn terus tersenyum melihat wajah Shazia.
"Zia, aku tidak marah. Aku mengerti kenapa kamu bisa terlambat. Duduklah, biar aku pesankan minuman kamu," titah Zayn.
Shazia pun langsung duduk dan tersenyum kepada Zayn. Dari kejauhan, Bryan melihat bahwa ada cinta di mata Zayn untuk Shazia. Bryan langsung tersenyum setelah melihat kebucinan yang Zayn lakukan kepada adik bungsunya itu. Bryan bergegas menemui Zayn. Zayn sampai terperangah setelah melihat kehadiran Bryan.
Mereka langsung berpelukan untuk sekedar melepas rindu. Zayn juga tidak menyangka akan bertemu dengan Bryan di tempat itu. Menurutnya itu suatu kebetulan. Shazia terus tertawa pelan setelah mendengar ucapan Zayn. Begitu juga Bryan, Zayn yang melihat keduanya langsung merasa kelimpungan.
"Kenapa, kenapa kalian tertawa?" tanya Zayn dengan setengah kepolosannya.
Bryan langsung memeluk Shazia yang duduk. Kedua mata Zayn langsung menyipit setelah melihat hal tersebut. Zayn pikir Shazia dan Bryan adalah sepasang kekasih. Bryan pun langsung duduk tanpa harus ditawarkan oleh Zayn. Untungnya, Dhazia langsung menjelaskan kepada Zayn bahwa Bryan adalah saudara kandungnya. Hati Zayn yang mampir terbakar kini mulai meredup.
"A–aku pikir kalian sepasang kekasih," ucap Zayn dengan wajah yang sudah menebal dan tangan yang sudah menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Shazia langsung tertawa geli mendengar ucapan Zayn. "Ih, masa kamu tidak melihat kalung yang kami pakai. Ini kan kalung dari leluhur keturunan kami. Semua keluarga Connor pasti memiliki kalung yang sama." Shazia langsung menggelengkan kepalanya.
"Iya, aku mana tahu. Karena Bryan tidak seterbukanitu kepadaku dulu," jelas Zayn. "Ayo, duduk dan menikmati pemandangan yang ada disini," lanjut Zayn sekedar melepaskan rasa malunya.
Shazia hanya tersenyum sembari menikmati minumannya. Bryan dan Zayn masih terlihat sangat akrab setelah hampir empat tahun tidak bertemu. Di tengah asyik melihat kedua lelaki yang sedang bercengkrama. Shazia menjadi teringat kembali dengan kedua sahabat pengkhianatnya. Senyuman Shazia terus memudar setelah mengingat kenangan buruk itu.
Sudah hampir dua bulan Shazia tidak mengirimkan mata-mata untuk mengetahui kabar Harshad dan Freya. Ada rasa Ingin mengetahui kabar mereka. Tetapi, Shazia kini berpikir lebih rasional. Ia juga tidak mungkin terus menguntit tentang hubungan mereka. Tujuan hidup Shazia dan Harshad sudah sangat berbeda. Zayn pun langsung tersadar dari kegiraangannya setelah melihat wajah Shazia yang mulai murung.
"Zia? Kamu kenapa terlihat murung seperti itu? Apakah Ada masalah yang membuatmu sedih?" tanya Zayn merasa penasaran.