Hanya berselang dua hari saja untuk Shazia menyiapkan diri. Shazia juga sengaja mengatur jadwal kepergiannya lebih awal satu bulan dari agendanya. Bryan juga merasa sangat kehilangan setelah mendengar Bahwa Shazia akan segera berangkat ke london. Shazia juga memberikan sebuah jam tangan kepada Bryan. Karena ia ingin Bryan selalu mengingat waktu.
Shazia juga sudah menyetel alarm di dalam jam tangan yang sudah ia berikan. Alarm itu Shazia setel untuk selalu mengingatkan Bryan makan tepat pada waktunya. Bukan hanya Bryan yang merasa sedih karena kepergian Shazia. Angela juga merasakan hal yang sama. Ia bahkan, menjadi tidak nafsu untuk makan karena memikirkan kepergian Shazia.
"Ma, jangan seperti ini. Shazia tidak akan pergi lama. Sebisa mungkin Shazia akan terus mengabari, Mama." Shazia langsung memeluk Angela dengan hangat. "Sekarang Mama harus makan. Shazia tidak mau melihat Mama sakit. Makan ya, Ma. Biar Shazia suapi?"
Angela langsung mengangguk dan melepaskan pelukan Shazia. "Kenapa kamu harus menyelesaikan studi ke sana? Apakah kamu masih akan tetap mau pergi ke London, Nak?" Angela berharap Shazia akan segera berubah pikiran.
"Ma, ini sudah keputusan final. Shazia tidak akan merubah semua keputusan yang sudah Shazia ambil. Shazia akan secepat mungkin mendapat gelar. Shazia akan dengan giat belajar dan mendapatkan gelar sarjana. Mama yang semangat dong! Jangan lemah seperti ini. Nanti Shazia juga ikutan sedih," bujuk Shazia seraya melirik ke arah Bryan. "Tuh, Mama lihat. Kakak sudah tidak sedih lagi untuk melepas kepergian Shazia," ledek Shazia agar membuat Angela tidak merasa kehilangan.
"Siapa bilang aku tidak sedih? Aku selalu sedih ketika memikirkan kepergianmu, Dik. Hanya saja, aku tidak mau menunjukkan rasa sedihku kepada kalian semua." Bryan langsung tersedak setelah mengatakan hal tersebut.
Shazia pun spontan tertawa dan memberikan segera air kepada Bryan. "Makan dulu, Kak. Baru berbicara." Shazia kembali melihat wajah Angela yang duduk di sebelahnya. "Mama, ih. Jangan cemberut seperti itu. Ayo dihabiskan makanannya." Shazia kembali menyuapi wanita paruh baya yang duduk tepat di sebelah kirinya.
Shazia juga merasa sedih ketika harus mengambil keputusan ini. Tetapi, tidak ada cara lain untuk memperbaiki keretakan yang ada di dalam hatinya. Setelah selesai menyantap makanannya. Shazia langsung naik ke atas. Ia juga langsung merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang empuk itu.
"Eh, ponselku dimana, ya?" pikir Shazia dan segera mencari keberadaan ponselnya. "Kamu disini rupanya, ya!" Shazia langsung membuka kunci ponselnya.
Ada beberapa pesan dan panggilan tak terjawab di ponsel Shazia. Ia pun langsung membukanya. Wajah Shazia langsung berubah setelah melihat pesan dari Harshad. Shazia langsung menghapus pesannya. Shazia juga tidak mau membaca pesan dari Harshad. Karena itu sama akan membuat hatinya kembali mengingat pengkhianatan yang sudah dilakukan oleh Harshad.
Sehari sebelum keberangkatan Shazia. Harshad bersama dengan Freya datang ke rumah Shazia. Shazia sebenarnya enggan bertemu dengan mereka. Namun, ia terpaksa menemui mereka di ruang tamu. Wajah Shazia sudah sangat sinis melihat kedua temannya itu.
"Ada keperluan apa kalian datang ke rumahku?" tanya Shazia setelah duduk di sofa tunggal.
Harshad langsung memegang tangan kanan Freya. Kedua fokus mata Shazia pun langsung tertuju kepada tangan yang sudah berpegangan itu. Namun, secepat mungkin Shazia kembi meluruskan pandangannya melihat Harshad dan Freya secara bergantian.
"Aku dan Freya akan bertunangan, Zia. Aku mau meminta restu dari dirimu." Harshad memberanikan diri untuk mengatakan hal itu.
Shazia langsung tersenyum sinis setelah mendengar perkataan Harshad. "Lantas, kenapa harus meminta restu dari diriku?" Shazia langsung menyilangkan kakinya.
Freya juga ingin ikut andil dalam perbincangan itu. "Tentu saja kami ingin meminta restu dari kamu, Zia. Kamu kan sahabat kami," jelas Freya dengan wajah yang sedikit mengejek Shazia.
Shazia spontan berdiri dan mengatakan, "Sejak kapan aku menjadi sahabat kalian berdua? Aku tidak mempunyai sahabat. Aku hanya punya teman enemy. Ya sudah, aku mengucapkan selamat untuk kalian berdua, ya. Semoga lancar sampai akhir," ujar Shazia seraya mencoba pergi dari hadapan mereka berdua.
Harshad dan Freya langsung terdiam setelah mendengar perkataan Shazia. Shazia secara mendadak memberhentikan langkah kakinya. Ia pun kembali menolehkan pandangannya kepada Harshad dan Freya yang masih duduk di ruang tamu.
"Kalian masih menunggu apa? Silahkan pergi dari rumahku," titah Shazia.
Freya sudah sangat kesal mendengar perkataan Shazia. Emosinya kembali meluap, Freya tak sengaja menyentuh hiasan kaca yang ada di atas meja. Hiasan itu langsung hancur setelah jatuh ke atas lantai. Kedua mata Shazia langsung membulat.
"Ada apa ini?" tanya Angela setelah keluar dari dalam kamarnya.
Shazia langsung menyilangkan kedua tangannya dan berkata, "Freya tidak sengaja menyentuh hiasan kaca favorit, Mama. Entah berapa harga yang harus diganti untuk itu," ujar Shazia sengaja ingin memprovokasi Angela.
Kedua mata Angela langsung memerah setelah melihat hiasan kaca favoritnya sudah terpecah belah dibatas lantai. Freya pun langsung meminta maaf kepada Angela perihal tersebut. Namun, Angela tidak menggubris permintaan maaf Freya. Ia malah sibuk mengumpulkan hiasan kaca yang sudah terberai di atas lantai.
"Tante, aku minta maaf atas kecerobohanku ini," ucap Freya mencoba meminta maaf kepada Angela.
Angela langsung menoleh ke arah Freya. Rasanya ia ingin sekali menerkam wajah Freya. Tetapi, hal itu tidak mungkin ia lakukan. "Iya, tidak apa," ucap Angela ketus. "Harshad, tante mau ke belakang dulu,ya. Tante mau memanggil pelayan untuk membersihkan kekacauan ini," lanjut Angela seraya melayangkan senyuman kepada Harshad, tetapi tidak dengan Freya.
"Iya, Tante," jawab Harshad yang juga enggan ikut campur pada permasalahan itu.
"Harshad, kamu kenapa?" tanya Freya setelah melihat Harshad tak mengeluarkan sepatah kata di dalam mobil.
Wajah Harshad langsung gelagapan setelah mendengar suara Freya. "Hm, ti–tidak. Aku tidak apa-apa," ujar Harshad.
"Kamu sejak tadi seperti melamun. Kamu sedang menyetir loh, Sayang." Freya langsung mengelus paha Harshad.
"Iya, maaf. Aku akan membawamu ke rumah. Akan aku perkenalkan kamu kepada kedua orang tuaku." Harshad sudah memantapkan pilihannya.
"Shad, apa tidak sebaiknya nanti saja? Aku takut jika mereka tidak mau menerima keberadaanku." Wajah cemas Freya sangat terlihat dengan jelas.
"Kamu jangan khawatir, ya. Aku yang akan menjelaskannya kepada mereka."
Setelah sampai di rumah Harshad. Freya tampak ragu-ragu untuk masuk ke dalam rumah. Harshad pun kembali menarik tangan Freya agar ia segera masuk ke dalam rumah. Wajah Freya langsung berubah setelah masuk ke dalam rumah. Sudah ada David dan Marisa di ruang tamu. Freya pun langsung tersenyum dan menundukkan kepalanya untuk sekedar memberi salam kepada kedua orang tua Harshad.