"Ini, kembaliannya, Nyonya," ujar penjaga kasir.
Shazia langsung tersenyum dan menolak dengan lembut kembalian yang diberikan oleh penjaga kasir. "Terima kasih, tapi ambil saja kembalianya." Shazia langsung tersenyum dan pergi dari tempat itu. "Argh, ternyata menjadi anak dari seorang CEO terkenal juga susah, ya. Aku harus selalu menjaga reputasi keluarga dan membeli makanan-makanan ini, meskipun aku tidak menyukainya," gerutu Shazia di dalam hatinya.
Setelah Shazia masuk ke dalam mobil. Bryan langsung bertanya tentang makanan yang dibeli oleh Shazia. Shazia pun menjelaskan kejadian yang ada di dalam supermarket tadi. Bryan spontan tertawa mendengar ucapan Shazia. Shazia pun mengatakan bahwa makanan kaleng itu akan ia berikan kepada pelayan yang ada di rumah.
Setelah sampai ditempat tujuan. Shazia tidak sengaja melihat mobil pribadi milik Harshad. kedua mata Shazia juga langsung terbelalak melihat ke arah cafe tersebut.
"Bryan, ada Harshad di dalam cafe ini." Shazia sedikit berbisik kepada Bryan yang berjalan di sebelahnya.
"Bagus, dong. Kamu bisa langsung menyapa dirinya, 'kan?" jawab Bryan dengan tatapan yang masih belum fokus ke arah Shazia.
"Iya, masalahnya. Jika, dia datang ke tempat ini bersama dengan Freya bagaimana?"
"Kamu takut? Atau apa?"
"Bukan takut! Aku hanya tidak ingin menimbulkan keributan di antara mereka. Kamu juga tahu tentang pembahasan tadi malam di acara itu, 'kan? Semenjak itu, Freya menjadi lebih sensitif terhadap diriku." sebenarnya bukan itu yang dihindari oleh Shazia. Ia hanya takut kalau sandiwaranya akan segera terbongkar perihal pinggangnya yang sakit sehabis jatuh dari WC.
"Kalau begitu, kenapa? Biarkan saja, ini malah moment yang bagus, 'kan?" Bryan masuk berkeras hati mau makan di dalam restoran tersebut.
Shazia tidak ada pilihan lain. Ia pun langsung terincang-incut ketika berjalan. Bryan langsung tersadar dengan perubahan pada Shazia. Ia langsung bertanya tentang kondisi Shazia.
"Kamu kenapa berjalan seperti kesakitan seperti itu?" tanya Bryan seraya mencoba memilih tempat yang bagus.
"Aku, tadi baru jatuh. Hm, maksud aku, tadi di sekolah aku jatuh dari kloset duduk," ucap Shazia sekaligus membuat Bryan membulatkan kedua matanya.
"Oh, ya ampun. Kenapa kamu tidak mengatakannya kepada ku. Tapi, tadi di supermarket kamu masih berjalan dengan baik?" celetuk Bryan .
"Iya, aku masih bisa menahan rasa sakitnya. Tapi, ini sepertinya kumat lagi, deh," tambah Shazia sembari mencoba menahan pinggangnya.
"Kalau begitu kita langsung ke dokter saja?" tawar Bryan.
"Boleh, Kak."
Akhirnya, Bryan pun mengantar Shazia untuk segera ke rumah sakit. Setelah sampai disana, dokter mengatakan tidak ada cedera yang serius pada bagian tulang duduk Shazia. Bryan langsung tercengang setelah mendengar penjelasan dari dokter. Ia juga mengatakan bahwa Shazia juga mengalami kesulitan ketika berjalan. Dokter juga mengatakan bahwa saraf pada area yang cedera juga tidak mengalami masalah.
Hal tersebut membuat Bryan merasa bingung. Shazia juga tidak bisa mendengar pembahasan mereka dari ruangan perawatan. Setelah selesai berkonsultasi. Bryan langsung mengajak Shazia untuk pulang ke rumah. Ia juga tidak lupa untuk memesan makanan untuk mereka santap di dalam mobil. Bryan langsung memberitahukan hasil rontgen dan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter kepada Shazia.
"Dokter mengatakan tidak ada masalah serius di bagian tubuh belakangmu," jelas Bryan.
Shazia langsung melotot. "Ha! Masa iya tidak ada yang bermasalah? Tapi, ini lihat!" Shazia langsung membuka sedikit celana jeans bagian belakangnya. "Kamu bisa lihat! Ada bekas memar di bagian ini," tunjuk Shazia di bagian pinggulnya.
Bryan juga melihat ada bekas memar di bagian sana. Shazia pun secepat mungkin menaikkan celana jeans yang ia pakai.
"Ah, itu gak bener pemeriksaannya, Kak. Kamu lihat, 'kan? ada bekas memar di bagian pinggul ku ini. Ini sakit, loh!" Shazia masih bisa bersandiwara.
"I–iya, aku percaya. Kadang memang alat tidak bisa mendeteksi itu," ucap Bryan seraya kembali mengunyah makanannya.
"Nah, kamu juga tahu. Bayangin aja, Kak. Aku terjatuh dari atas kloset duduk. Bagaimana mungkin tidak ada masalah pada tulang duduk ku ini? Ada-ada saja!" Shazia juga kembali mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya.
Shazia juga berharap kalau Bryan akan mempercayainya. Padahal memar yang ada di punggungnya itu adalah hasil rekayasa make up. Sebelum pulang dari rumah sakit. Shazia sudah terlebih dulu memoles make up di bagian punggungnya. Shazia langsung tersenyum setelah melihat wajah Bryan yang terlihat kelimpungan.
"Bryan, sehabis ini kamu mau kemana" tanya Shazia sekedar mengalihkan pembicaraan.
"Aku akan beristirahat di rumah. Tubuhku sudah terasa sangat lelah." Bryan langsung memukul-mukul pundaknya.
"Kalau begitu, biar aku saja yang menyetir. Kamu duduk saja di sebelahku, Kak." Shazia langsung berusaha untuk keluar dari tempat duduknya.
"Eh, sudah. Tidak perlu, biar aku saja yang menyetir. Kalau kamu yang membawanya nanti bisa-bisa mobilku lecet semua, hahaha," ledek Bryan karena biasanya Shazia tidak pernah pelan kalau sedang menyetir.
Shazia hanya tertawa pelan, namun tetap terlihat berwibawa. Shazia juga tak segan-segan memukul bahu Bryan dengan lembut. "Sejak kapan Bryan menjadi orang yang mengasyikan? Aku juga tidak pernah sedekat ini dengan nya sejak ia menjadi seorang pengusahawan. Maybe, karena rahasia terbesarnya ada padaku. Jadi, ini salah satu caranya untuk menarik simpatiku, ya? Hm, bisa saja," pikir Shazia seraya kembali memakan makanannya.
Setelah sampai di rumah, Shazia tidak lupa mengingatkan Bryan untuk segera membersihkan dirinya. Bryan hanya tersenyum setelah mendengar semua nasihat dari Shazia.
"Ya sudah, kalau begitu aku naik, ya," ucap Shazia dengan tangan kanan yang sudah mulai memegangi tangan tangga.
"Iya, besok aku akan mengantarmu ke sekolah." Bryan langsung masuk ke dalam kamarnya.
"Aneh, kenapa dia mau mengantarku ke sekolah? Aku harus berpikir apa? Hm, maksudku menjawabnya dengan apa?" batin Shazia.
Shazia langsung menapaki anak tangga. Shazia juga merasa sangat lelah setelah setelah banyak beraktivitas hari ini. Ia juga sampai lupa dengan ponselnya yang sudah tak bernyawa. Shazia pun langsung mencharger ponselnya. Setelah itu, Shazia langsung pergi ke toilet untuk membersihkan dirinya.
"Aku masih tidak habis pikir dengan Freya. Ternyata dia mendekati kami karena ingin menumpang untuk hidup? Agar dia bisa menjadi tenar seperti kami? Ya, tidak terkejut sih aku. Karena keluarganya juga dari kalangan rendahan. Semua orang juga akan melakukan hal yang sama. Tapi, aku hanya kasihan melihat Harshad yang sudah ditipu oleh Freya. Aku juga tidak bisa memberitahunya sekarang. Karena Harshad pasti lebih mempercayainya. Aku akan mencari momen yang pas untuk itu." Shazia kembali menggosok tubuhnya.
Shazia dengan tubuh yang masih polos pun berjalan mendekati shower yang ada di sudut ruangan. Shazia juga dengan sengaja memasang musik klasik agar suasana di dalam kamar mandi tidak terlihat membosankan. Tiba-tiba Shazia baru teringat kalau malam ini ada tugas yang belum ia kerjakan.