"Percaya dirilah di hadapanku karena aku menerima segala kekurangan dan ketidaksempurnaan."
_Nathaniel Gio Alfaro
***
Gavino, Rama, dan Eros
Alda duduk diam di halte bus dengan air mata terus berjatuhan. Rok mini dan sweater yang dipakainya tidak mampu mengalahi angin yang menerpa tubuhnya. Angin malam berembus, membuat rambut Alda beterbangan bersamaan air matanya. Setelah mendapat perlakuan buruk dari Gio membuat gadis ini berlari ke luar toko dan duduk diam di halte bus, sampai tak bangkit hingga malam tiba.
Cup Cake yang mengenai wajah Alda sudah dibersihkan, dan hanya tersisa rasa sakit di hati. Halte bus ini tak terlalu jauh berjarak dari arah rumahnya, hingga Alda sanggup berlarian ke sini. Kendaraan yang lewat membuat suara menggema di telinganya, tetapi semua teralihkan saat Alda terus mengingat perkataan Gio sewaktu di tokonya. Perkataan yang membuat dirinya seketika tak berdaya.
Gadis yang dulunya periang, aktif dan bersikap baik tiba-tiba menjadi tak berdaya saat seorang cowok membuatnya tak berkutik. Hingga sapaan dari seseorang membuat Alda menghapus air matanya.
"Alda?" panggil Rama. Rama berdiri tepat di hadapan Alda, gadis ini pun mendongakkan kepalanya. "Lo kenapa nangis?"
"Alda enggak nangis kok, Kak. Cuma kelilipan tadi, kayaknya masuk debu deh," kilah Alda berbohong dan menatap Rama yang sedang duduk di sampingnya.
"Jangan bohong, gue tau kalau lo lagi nangis. Mata lo aja sembab gitu,"
"Beneran, Kak. Alda enggak apa-apa, mungkin karena angin malam dingin banget sampe buat sembab gini,"
"Argumen yang tidak masuk akal, itu tidak logis. Katakan, apa ada yang nyakitin lo Alda?" tanya Rama, membuat Alda diam dan hanya menunduk. Rama pun menggenggam erat tangan Alda dan langsung menarik tubuh Alda ke dalam pelukannya.
"Lo lupa, Alda? Lo itu udah gue anggak adik gue sendiri, jadi jika ada orang yang nyakitin lo sama aja dia nyakitin gue. Katakan apa yang terjadi sebenarnya,"
"Alda lebih dari itu, Kak. Alda enggak mau Kak Rama menganggap Alda sebagai adik, tetapi lebih dari itu. Alda suka Kak Rama," batin Alda tersakiti.
"Cuma masalah kecil kok, Kak. Enggak ada yang perlu diceritakan,"
"Beneran?" tanya Rama dan melihat wajah Alda yang sudah tak menangis lagi. Alda pun menganggguk.
"Alda yang gue kenal itu ceria banget, aktif dan selalu bersikap ramah kepada semua orang. Jangan lupa, kalau Alda itu gadis yang bisa membuat Rama selalu tersenyum karena tingkah kamu,"
"Iya, Alda ngerti kok. Kak Rama yang buat hari-hari Alda selalu bersinar kayak warna pelangi,"
"Masa?"
"Iya, Kak,"
Keduanya pun tertawa di bawah naungan malam. Rama tersenyum menatap Alda yang berhasil merekahkan senyumnya.
"Oh ya, gue punya sesuatu nih," ucap Rama sambil mengeluarkan ponselnya.
"Apaan, Kak?"
"Gue punya serial komik terbaru bergenre horor. Lo suka horrokan, tapi orangnya penakut banget sama hal gaib. Gue beli demi lo," sambung Rama menampakkan serial komik berjudul 'TERROR' yang dia beli di aplikasi playstore.
"Uh, Kak Rama baik banget. Tau aja apa yang Alda suka. Alda enggak takut kok, Kak. Cuma ...." Alda memutuskan ucapannya menatap Rama dan sambil berpikir.
"Cuma apa? Cuma pura-pura berani?"
"Heheh, iya kayaknya,"
"Ya udah, kita baca bareng ya,"
"Oke," sahut Alda senang.
Mereka pun tenggelam membaca setiap part dari serial komik tersebut. Alda memasang wajah tegang saat membaca adegan yang sangat menguras emosi. Rama terus menggenggam tangan Alda, supaya gadis ini bisa tenang.
Setelah menghabiskan waktu bersama membaca komik, kini mereka berada di puncak ending. Setelah semua habis di baca, Alda menatap jam tanganya yang telah menunjukkan pukul 21:00 WIB. Rama melempar senyum kepada Alda.
"Gimana menurut Alda?"
"Ceritanya bagus, Kak,"
"Karena yang rekomendasi juga kamu," tutur Rama sambil mencubit pipi Alda.
"Kak," panggil Alda. Kini, suasana seketika berubah. Rama beralih menatap Alda yang menunduk.
"Kenapa?"
"Alda minta maaf ya soal tadi pagi. Kak Rama sama Kak Gio bertengkar gara-gara Alda,"
"Ini bukan salah lo, jadi enggak perlu minta maaf. Salah Gio juga kan yang beraninya nyakitin lo. Gue enggak akan tinggal diam kalau lo disakitin,"
"Tapi, tetap aja salah Alda. Persahabatan Kak Rama jadi rusak,"
"Enggak usah peduliin itu, gue dari dulu emang enggak suka sama itu orang,"
"Kenapa gitu, Kak?" tanya Alda dengn hati-hati.
"Sudahlah, enggak perlu dijelasin. Enggak ada hal yang istimewa dari dia,"
"Kak, apa benar Kak Gio penyandang disabilitas?"
"Bener," jawab Rama singkat dan memandang lurus ke arah depan.
"Kok bisa?" entah kenapa Alda tiba-tiba jadi ingin tahu.
"Karena kecelakaan, Gio sempat sekarat dan tidak dapat tertolong. Secara bersamaan kepala dan telinganya terbentur. Makanya, dia tidak dapat mendengar sekitarnya." jelas Rama dengan nada memelas.
"Kok dia bisa tau kalau kita ngomong apa?"
"Dia memahaminya lewat tatapan,"
"Ta -"
"Sudahlah, Alda. Jangan membicarakan dia lagi. Ayo, gue anterin lo pulang,"
Akhirnya, Alda pun patuh dan mengikuti ucapan Rama. Mereka berdua bangkit dan langsung berjalan bersama. Alda tersenyum ke arah Rama diam-diam, tanpa sepengetahuan dirinya. Kini, jatungnya entah kenapa berdetak sangat kencang. Karena Rama tak melepas genggamannya dari tangan Alda.
Tiba di rumah, Alda langsung masuk dan hendak melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Tetapi, langkahnya terhenti saat mendengar suara bass milik Mamanya.
"Alda, kenapa kamu pulang selarut ini. Apa kamu tidak sadar sebagai seorang perempuan?" terka Morie mendekat ke arah Alda dan berdiri tepat di hadapannya.
"Ma, udahlah. Alda mau istirahat dulu,"
"Dengar Mama, Alda. Apa yang telah kamu perbuat sama Tuan muda sampai dia semarah itu sama kamu?" tanya Morie mencurigai sikap Alda tadi.
"Alda enggak melakukan apapun, Ma. Dia aja yang songong," jawab Alda membela diri.
"Jangan membela diri, Alda. Enggak ada orang yang akan memarahi kamu jika kamu tidak membuat masalah. Katakan sama Mama sekarang!" sanggah Morie menatap tajam Alda.
"Mama kok, jadi bela dia sih. Kalau dari awal Alda tau dia yang mesen jus lemon itu, Alda enggak bakal layanin itu cowok. Terus, Mama kenapa care banget coba sama dia. Pake panggil Tuan muda segala. Enggak cocok tau sebutan itu sama cowok oplas itu,"
"Besok kamu harus minta maaf sama dia, kalau perlu kamu harus melakukan apapun supaya tuan muda tidak membenci kamu,"
"Lah, kenapa Alda yang harus ngalah. Sampai kapanpun Alda enggak akan melakukan itu," sergah Alda dan berbalik hendak memasuki kamarnya.
"Alda! Dengerin Mama, cuma cara ini yang bisa buat kita bisa bertahan hidup. Termasuk usaha cup cake kita!" ucap Morie sedikit berteriak dan mencegah Alda menutup pintu kamarnya.
"Ma, dengerin Alda ya. Toko kita akan baik-baik aja kok setelah itu si oplas buat pelanggan kita jadi ketakutan. Jadi, Mama tenang aja ya,"
"Bukan gitu, Alda," sambung Morie dengan wajah cemas penuh keringat dingin.
"Alda, modal yang Mama dapat untuk membangun cup cake kita itu dari keluarga Tuan muda," ungkap Morie, membuat Alda menghentikan langkahnya saat hendak masuk ke kamar. "Ya, karena itulah toko kita semaju sekarang. Itu semua berkat Papa Gio. Pak Franz,"
Alda berbalik cepat menatap Morie dengan wajah terkejut.
"Apa? Jadi, selama ini Mama ...." Alda tidak sanggung melanjutkan ucapannya, karena harus terus berurusan dengan cowok yang dia benci.
"Maafin Mama, Alda. Mama enggak bisa cerita tentang ini sama kamu. Mama tau ini pasti kabar buruk bagi kamu, karena telah meminta modal sama orang lain. Mama mengingkar janji karena tidak menuruti kemauan kamu," tutur Morie sedih.
"Kenapa Mama melakukan ini! Alda pernah bilang kan, jangan pernah berutang sama orang kaya, sekalipun mereka bukan orang yang kita kenal. Mama selalu membuat Alda kecewa, dimana harga diri Mama! Mama berbohong lagi sama Alda untuk kedua kalinya,"