Chereads / Gio: Disabilitas Boyfriend / Chapter 2 - CHAPTER 2

Chapter 2 - CHAPTER 2

"Aku yang dulu seorang pemburu bahagia. Kini berubah menjadi pemurung yang tidak mengerti bagaimana caranya menjadi bahagia."

_Nathaniel Gio Alfaro

***

Gio kecil berlari ke luar rumah dan membanting pintu pagar. Satu-satunya cara yang terpikir oleh Gio, agar teman-temannya mau mengajak Gio bermain. Hari minggu ini Gio tetap saja berdiri sendirian di pinggir lapangan. Bukankah hari minggu seharusnya menjadi hari ketika anak di ajak bermain? Melihat teman-temannya yang sedang bermain bola di sana. Berbeda dengan Gio, dia sama sekali tidak bisa berteman dengan mereka. Karena sikap Gio yang selalu tidak mau peduli. Gio terlihat berbeda di antara banyak anak-anak yang lain. Gio kecil selalu berbuat seenaknya, atau bahkan karena dia selalu memasang wajah dingin ke pada teman-temannya.

Gio menghembuskan napas berat, sebelum melangkah pergi dari lapangan.

Sesampainya di taman, Gio melangkah ke tempat favoritnya untuk duduk, tak menghiraukan mata orang-orang yang melihatnya. Mereka asyik bermain bersama orangtua dan teman-temannya. Berkumpul sambil bercanda ria. Ada yang berbeda. Gio mengernyitkan dahinya saat melihat anak perempuan berkerudung sedang bermain peri-perian bersama laki-laki, sepertinya ayahnya.

Sang Ayah berperan menjadi raksasa, sedangkan anak perempuan itu adalah seorang peri. Dia memegang sebuah tongkat kecil berbentuk bintang berwarna hijau kelap-kelip. Gadis itu terlihat senang, selalu tertawa saat Ayahnya bertingkah konyol. Gio langsung berdiri dan menatap lekat-lekat anak perempuan berkerudung itu. Tanpa sadar, Gio merekahkan senyumnya.

***

Tiga tahun kemudian

Pada tahun baru ini menjadi sebuah awal yang baru sekaligus baik. Semua berubah saat seorang cowok mengalami kecelakaan yang hampir saja merenggut nyawanya. Jika saja dia benar-benar tidak kembali, semua orang yang menyayangi mungkin akan lebih terpuruk atas kepergiannya. Setelah tiga tahun berada di Thailand dan menjalani terapi supaya dia menjadi sehat kembali. Karena permintaannya sendiri ingin kembali ke Indonesia, kedua orangtuanya pun menyetujui permintaan putra mereka.

Tahun baru ini semua menjadi kemungkinan kisah baru setelah tiga tahun berlalu. Cuaca pagi hari yang wangi dengan bau hujan yang tadi malam turun, membuat seorang cowok membuka matanya yang masih tertidur dengan kepalanya yang menyembul dari balik selimut. Sinar matahari menembus jendela kamarnya, membuat dia tidak bisa memejamkan matanya lagi. Kali ini, dia bangun dan melempar selimutnya hingga jatuh ke lantai.

Nathaniel Gio Alfaro namanya. Seorang cowok yang memiliki banyak kelebihan, salah satunya karena kemampuan berprestasinya tidak bisa diragukan lagi. Selalu mendapat pujian dari semua orang. Bahkan, Gio menjadi incara para kaum hawa yang melihat dirinya bisa langsung terpikat. Sayangnya, walau setiap orang memiliki kelebihan, kekurangan tidak akan menutupi kemungkinan. Gio menjadi penyandang disabilitas. Dia mengalami ketulian karena kecelakaan yang merenggut dirinya saat tiga tahun lalu.

Cowok yang memiliki wajah layaknya es batu yang sangat beku di kutub utara. Wajah dinginnya selalu tidak bisa diartikan, ketika senang wajahnya akan tetap dingin. Begitupun saat suasana sedih, dia akan tetap memasang wajah dinginnya. Itulah kebiasaan Gio yang buruk. Sekali senyum, bikin mimisan. Gio tidak banyak bicara, jikapun itu penting dia akan berbicara panjang lebar. Ingat! Dia akan menjadi everptotektif saat orang yang dia sukai disakiti. Wajahnya akan berubah menjadi devil. Cowok pemilik mata hitam ini selalu bisa membuat kaum hawa berteriak histeris.

Karena kekurangannya penyandang disabilitas, Gio tidak akan bisa mendengar teriakan para kaum hawa jika melihatnya. Walau Gio memiliki kekurangan, Karena ketampanannyalah dia menjadi popularitas di kampusnya. Sebuah universitas negeri yang memiliki sebutan kampus ganesha menerima Gio menjadi salah satu mahasiswa program studi astronomi. Universitas Intitut Teknologi Bandung, Gio kuliah sudah memasuki semester tiga. Menjadi seseorang yang begitu populer di sana, dan menjadi presiden kampus.

Seorang cowok yang memiliki zodiak cancer, dan memiliki kesukaan akan alat musik. Salah satunya yaitu, gitar. Di waktu luang, dia akan memainkan gitar kesukaannya. Yang diberi nama Polaris.

"Gio! Turun dulu, Nak. Mama udah siapin makanan nih,"

Sentuhan tangan milik Filicia membuat cowok ini membuyarkan lamunannya. Yang asik menatap ke luar jendela sambil termenung. Gio pun turun dan melihat Papa dan Mamanya sudah duduk di meja makan. Gio pun duduk sambil mengambil dua roti dilapisi selai coklat.

Saat ketiganya sedang asyik makan, Franz menatap putranya dengan bangga. Sambil mengunyak makanan Franz berucap.

"Gio, gimana tahun baru kali ini. Apa kamu menikmatinya, Nak?" tanya Franz sembari menatap Gio yang sedang lahap mengunyah roti tanpa memandang kedua orangtuanya yang berada di hadapnnya. Filicia yang berada di samping Franz menggenggam erat tangan Franz, sembari menggelengkan kepala dan tersenyum kecil.

Franz tersadar, kalau Gio tidak menggubrisnya karena dia tidak dapat mendengar suara-suara di sekitarnya. Termasuk, suara Papanya tadi. Kali ini, Franz memanggil Gio dengan menaruh sepotong roti lagi di piringnya. Membuat Gio beralih menatap Franz.

"Gimana liburan kali ini? Papa harap kamu dapat bersenang-senang," tanya Franz lagi, membuat Gio paham atas ucapan Papanya. Gio menatap Franz, tertuju ke arah mulut Papanya yang sedang berkomat-kamit.

"Lumayan, Pa," jawab Gio singkat.

Gio belajar banyak hal setelah kejadian ini terjadi. Saat Franz dan Filicia membawa Gio ke Singapura untuk menjalani tes kesembuhan Gio membuat cowok ini belajar lebih tak seperti yang diduga. Saat Gio tersadar dari koma, semua begitu senang termasuk Franz yang sudah menyesali perbuatannya.

Satu hal yang tidak bisa Gio terima, yaitu ketuliannya. Saat orang-orang di rumah sakit berbicara, Gio malah tidak bisa mendengar suara orang-orang itu. Membuat Gio memejam mata dan berteriak kencang. Yang dapat dia rasa hanya keheningan, kesunyiaan dari sekitar.

Flash Back Off:

PIIIIIP!!!

Suara monitor menampilkan garis lurus tanpa melekuk, membuat orang-orang sekitar menjadi tak berdaya lagi. Karena Gio sudah pergi untuk selama-lamanya. Termasuk Filicia, dialah yang paling bersedih atas kepergian Gio. Suara tangis menggema di dalam kamar tersebut.

Saat itu juga, Franz tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi. Karena tidak tega, dia memberi kabar buruk ini kepada teman-teman Gio. Orang pertama yang tau Gio telah pergi adalah Gavino. Semua menjadi terpuruk, termasuk saat Gavino mengirim pesan kepada Auberta. Saat itu juga, aliran kehidupan mati tanpa kepastian.

Gio dengan wajah pucat terletak lemah di atas tempat tidur. Tetapi, semua teralihkan saat mata Gio tiba-tiba terbuka lebar. Franz dan Filicia diam seketika melihat Gio menatap kedua orang tuanya. Dengan cepat, dokter memeriksa keadaan Gio.

Keajaiban ternyata datang memihak cowok ini. Gio hidup kembali setelah lima bulan lebih koma tak sadarkan diri. Dokter mengatakan Gio mengalami ketulian permanen. Tidak dapat disembuhkan dengan cara apapun.

***