Chereads / Gio: Disabilitas Boyfriend / Chapter 6 - CHAPTER 6

Chapter 6 - CHAPTER 6

Alda berjalan ke rak sabun dan bahan kue, pesanan Mamanya. Tanpa sadar, saat Alda sedang berjalan dia melihat cowok yang begitu dia kenal. Ya, itu Gio. Alda membulatkan matanya, kenapa harus bertemu dengan cowok itu lagi. Alda membalikkan tubuhnya cepat saat Gio hendak melihat dirinya.

Keduanya tidak berhadapan, Gio sibuk memilih parfumnya. Sedangkan, Alda mencari bahan kue yang hendak dia beli. Dengan tangan kirinya menutupi wajah, supaya Gio tidak melihat dirinya. Bisa-bisa Alda akan dalam masalah besar, apalagi atas ancaman cowok itu membuat hidupnya sengsara kalau bertemu dengannya lagi.

"Aduh, kok Alda jadi takut gini ya. Emang Alda buat kesalahan, harus bersembunyi dari cowok oplas itu? Ih, bener-bener ya. Awas aja kalau itu cowok beraninya ngancam doang," gerutu Alda pelan sambil menatap ke belakang. Tetapi, Gio sama sekali tak tau kalau Alda berada tepat di belakangnya.

KLING. KLING!

Alda terkejut bukan main saat mendengar bunyi dering ponsel, dia pikir itu bunyi ponselnya ternyata milik Gio.

"Halo, Ma? Parfum yang Mama suruh benar parfum kayak begini?" tanya Gio menatap Mamanya dibalik ponsel. Mereka melakukan vidio call.

"Bukan itu deh, Gio. Coba cari yang lain,"

Gio pun mengitari rak bawah dan menjulurkan ponselnya ke semua arah.

"Itu Gio, iya itu.

"Hooh, ya udah Gio ambil. Kalau gitu Gio matiin ya, Ma. Da ..."

"Cih! Anak Mama banget sih," cerocos Alda, menjadi fokus mendengar perkataan mereka. Menjadi lupa untuk apa dia ke sini.

Gio mengambil parfum itu, dan menyemmprotkannya ke bajunya. Mencium apa itu cocok untuk dirinya atau tidak. Setelah mengambil pesanan Mamanya dia sekarang mencari parfum dia sendiri. Gio terus mengambil parfum dan mencoba menciumnya satu persatu, membuat Alda yang berada di belakangnya menjadi mual karena bau yang bercampur.

"Uhuk, uhuk. Bau apaan sih ini, bener-bener ya  itu cowok enggak bisa milih parfum apa?" ucap Alda berbalik menatap Gio sambil menutup hidungnya dengan tangan.

"Woi! Lo bisa enggak, jangan semprot sana-sini. Lo pikir parfum yang lo pilih udah bagus? Dasar oplas! Bisanya cuma milih barang KW kayak begitu!" jerit Alda sambil menopang kedua tangan.

Tetapi, percuma. Gio tidak dapat mendengar suara-suara disekitarnya, termasuk suara keras gadis yang sedang berada di belakangnya. Gio masih sibuk dengan parfumnya, menyemprot ke tubuh dan mencium baunya. Berulang-ulang sampai membuat Alda tak bisa fokus dengan belanjaannya.

"Uhuk! Uhuk," Alda terbatuk sambil menunduk, tidak bisa menahan dirinya lagi.

Kali ini, Gio sudah menemukan parfum yang dia pilih dan berbalik. Saat Gio berbalik, langkahnya terhenti saat melihat Alda. Gio melebarkan manik matanya dan menatap ketus Alda yang masih terbatuk-batuk itu.

"Lo lagi, lo lagi. Muak gue lihat muka lo, lo sengaja ya ngikutin gue mulu?"

"Kalau ngomong jangan ngasal, ini tempat umum siapapun berhak ke sini termasuk gue! Lo aja yang ngikutin gue,"

"Hooh, gitu. Jadi sejak pertama kita bertemu itu cuma kebetulan gue percaya. Kalau sekarang sih, gue ga percaya. Lo pasti penguntitkan? Lo udah tau rumah gue, sekarang lo juga ngikutin gue. Apalagi kalau bukan sengaja?"

"Bisa enggak, berhenti nuduh gue kayak begitu,"

"Nuduh lo? Gue udah bilangkan, lo berani ngusik kepiting yang tidur di dalam rumahnya. Lo pikir kepiting itu bakal diam aja? Dia bakal balas capit orang yang udah berani ngeganggu dia. Yaitu, lo!" tunjuk Gio ke hadapan wajah Alda, membuat gadis ini kesal dan menggigit telunjuk Gio.

Selanjutnya apa yang terjadi? Alda yang mencapit balik Gio, membuat cowok ini meronta-ronta karena telunjukkan digigit oleh gadis gila.

"Lo gila ya? Lepasin gue, anjir!" teriak Gio menolak kepala Alda supaya melepas tangannya.

Percuma, Alda keras kepala dia terus mengeratkan gigitannya. Membuat keduanya bergerak-gerak tak karuan di sana. Semua pengunjung mini market menatap mereka antara tertawa dan dengan perasaan aneh. Dengan cepat, petugas penjaga mini market merelai keduanya. Membuat Gio memegang telunjukkan karena sakit.

"Lo benar-benar gila ya! Gadis norak, enggak punya sopan santun sama sekali. Bisanya cuma nyakitin fisik, lo pikir gue bakal tinggal diam aja setelah ini, hah! Gue bakal buat lo lebih sengsaran dari rasa sakit tangan gue. Ingat itu!" ucap Gio menatap tajam Alda yang memasang wajah datar.

"Lo pikir gue takut, hah! Gue enggak takut sama lo. Dasar cowok oplas, bisanya ngancam mulu,"

"Gue enggak bakal main-main soal ini. Setiap gue ketemu sama lo, gue sial mulu. Lo enggak pernah bisa bersikap sopan sama sekali. Gue tunggu permintaan maaf lo, kalau enggak siap-siap aja gue bakal balas perbuatan lo ini,"

"Enak aja minta maaf. Enggak bakal! Lo juga yang salah bukan gue!"

"Bodo amat. Bisa gila gue lama-lama di sini. Harus ngeladeni gadis cupu kayak lo!" Gio pun pergi sambil membawa keranjang belanjaannya.

"Hus, sana lo pergi,"

Alda pun bergegas mengambil barang-barangnya dan berjalan menuju aksir.

Gio berdiri memalingkan wajahnya ke samping, supaya tidak melihat Alda yang juga sedang mengantri di kasir.

"Mas sama Mbak kenapa bertengkar seperti tadi, biasanya dari pertengkaran seperti ini bisa jadi cinta loh," ucap Mbak kasir menggoda keduanya. Membuat Alda mengernyitkan dahi.

"Mbak pikir saya mau sama dia. Cowok engg –"

"Diam!" potong Gio melotot ke arah Alda, membuat jantung gadis ini berpacu kencang karena teriakannya. Alda pun diam dan mengambil belanjaannya.

"Mbak, bayar cast atau kredit?" tanya Mbak kasir kepada Alda.

"Cast aja, Mbak," ucap Alda merogoh tote bagnya, mencari dompet. Tangannya sudah mencari cepat, tetapi tak menemukan dompetnya. Seketika, matanya melebar cepat dan jantungnya ikut terpacu.

Alda terus mencari dompetnya, tetapi dia tak menemukannya. Membuat Mbak kasir ikut bingung.

"Kenapa, Mbak? Semuanya tiga ratus ribu,"

"Bentar ya, Mbak. Ya ampun, dompet saya ketinggalan!" serunya panik, membuat Gio tersenyum licik menatap Alda.

"Itu hukuman buat lo yang udah beraninya berbuat kasar sama orang. Emang enak," ejek Gio menatap Alda yang sudah berkeringat dingin.

Kali ini, Alda tak berani membalas perkataan Gio. Dia harus mencari cara bagaimana membayar belanjaannya. Alda sibuk menelpon Mamanya, tetapi Mamanya tak mengangkat telepon darinya.

"Bentar ya, Mbak. Saya telpon Mama dulu,"

"Angkat dong, Ma. Aduh, gimana ini," ucap Alda takut. Gio melirik ke samping, melihat wajah Alda yang penuh keringat. Gio merasa kasihan melihat gadis ini.

Gio tetaplah Gio. Seberapapun orang berbuat jahat terhadapnya, dia mungkin tidak akan memaafkannya. Tetapi, sejak bersama Auberta. Gio lebih memahami setiap orang karena Auberta. Gadis yang terlalu baik selalu membuat Gio bisa menjadi lemah.

Akhirnya, Gio pun mengalah terlebih dahulu. Gio memberikan kartu kreditnya kepada kasirnya.

"Sekalian aja sama belanjaan gadis norak itu ya, Mbak," ucap Gio. Kasir itu mengangguk paham dan menyerahkan kembali kartu kredit Gio. Alda berdiri mematung melihat perlakuan cowok ini.

Tanpa bicara apapun lagi, Gio berjalan meninggalkan gadis ini. Alda mengambil belanjaanya dan mengejar Gio dengan cepat.

"Tunggu!" teriak Alda, tetapi Gio tidak dapat mendengarnya.

Saat Gio sudah masuk ke dalam mobil, Alda menarik pintu mobil.

"Apa? Ada yang mau lo sampaikan?"

"Kenapa lo malah bayar belanjaan gue?"

"Kenapa? Gue ngelakuin ini karena gue enggak seburuk diri lo, yang bisanya cuma mempertahankan ego. Gue bilang ya sama lo, ego bisa membuat hidup lo hancur. Dengan lo pikir gue ngebayar belanjaan lo, kita bakal selesai gitu aja? Lo masih punya hutang sama gue, yaitu permintaan maaf. Kalau lo masih kekeh, gue buat hidup lo lebih sengsara! Tunggu tanggal mainnya aja," ungkap Gio menutup pintu mobilnya kasar, meninggalkan Alda yang masih terdiam dengan seribu bahasa.

SUKSES!