Pangeran Arya keluar dari telaga Pringsewu, Pangeran hanya ingin Putri Sekarwati menyamar alias menyembunyikan jati dirinya di depan Pendekar sutra ungu. Karena Pangeran ingin memberikan kejutan terhadap orang tua angkatnya tersebut. Pangeran juga tidak ingin orang tuanya menjadi sungkan karena mengetahui dia dan Putri Sekarwati adalah keturunan bangsawan.
Ketokrek!
Ngeek!
Suara kuda berhenti mengikuti perintah tuannya untuk berhenti.
"Romo, Bunda! Ayo masuk. Ikuti aku ya," kata Pangeran Arya.
"Iya Raden," jawab Nyai Wungu dan Kiai Wungu.
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Suara kuda berhenti mengikuti perintah tuannya untuk berjalan.
Tiga pendekar memasuki telaga Pringsewu di mana Putri Sekarwati mengasingkan diri. Pendekar sutra ungu mengamati keadaan sekitar. Mereka terkejut melihat sosok Putri Sekarwati yang menjadi setengah manusia dan setengah ular. Uar raksasa di tubuh Putri Sekarwati berwarna hijau. Warna hijau pada tubuh ular Putri Sekarwati sama seperti ular raksasa penunggu pintu istana Raja Buto ijo. Wajah cantik dan tangan Putri Sekarwati terkadang tertutup sisik ular hijau. Hal itu membuat Pendekar Sutra ungu tak mengenali wajah Putri Sekarwati secara detail. Mereka juga terkejut ada makam di daerah telaga Pringsewu.
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Suara kuda berhenti mengikuti perintah tuannya untuk berhenti.
"Kanda. Bentuk ular dari tunangan Raden Arya bentuknya sama dengan ular raksasa penunggu pintu istana Raja buto ijo," Bisik Nyai Wungu.
"Benar Dinda. Kalau sama kemungkinan sumber kutukan berasal dari sana," bisik Kiai Wungu.
"Iya Kanda. Dan kenapa di sini ada makamnya?" bisik Nyai Wungu.
"Iya kok ada makamnya? Aku juga tidak tahu dinda," bisik Kiai Wungu.
Kemudian Pangeran Arya meminta Kiai Wungu untuk mengobati kutukan Putri Sekarwati dari kutukan itu. Pengobatan itu menggunakan Kalung Raja Buto ijo, kemudian di tambah kekuatan mestika yang si dapat dari beberapa siluman di hutan ilusi.
"Romo. Ini tunangan saya yang terkena kutukan ular. Kuharap Romo mau membantu mengobatinya," kata Pangeran Arya.
"Tentu Raden. Aku akan membantunya. Siapkan gelas dari bambu Raden," kata Kiai Wungu.
"Iya Romo," kata Pangeran Arya.
"Dinda! Ambil gelas dari Raden. Ambilkan ambil kan air dari pancuran ini yang paling jernih," kata Kiai Wungu.
"Baik Kanda," kata Nyai Wungu.
Weer!
Nyai Wungu terbang membawa gelas lalu mengambil air dari tebing pancuran Pringsewu.
"Ini kanda," kata Nyai Wungu sambil meletakkan gelas bambunya.
"Iya Dinda," jawab Kiai Wungu.
"Nona, kamu duduk di batu ini ya," kata Kiai Wungu menyuruh Putri Sekarwati.
"Iya Paman," kata Putri Sekarwati.
Kiai Wungu mengambil gelas lalu memasukkan semua mestika itu ke dalam gelas. Tak terasa air dalam mestika itu bergetar. Kemudian Kiai Wungu mengeluarkan kalung sakti milik Raja Buto ijo. Kalung ini nantinya menjadi pelebur dari kutukan ular itu. Kiai Wungu menggenggam bandul kalung itu. Kemudian tarik nafas dalam. Seketika bandul kalung itu mengeluarkan cahaya, Cahaya itu lalu di arahkan ke tubuh Putri Sekarwati.
"Ah...! Panas...panas...panas!" teriak Putri Sekarwati karena terkena cahaya dari bandul itu.
"Tenang nduk! Itu hanya sementara," kata Kiai Wungu.
"Minumlah air yang ada mestikanya ini nduk, Air ini juga berguna untuk menguatkan kekuatan kalung Raja buto ijo," kata Kiai Wungu.
"Baiklah," ucap Putri Sekarwati sambil meminum air yang ada mestikanya.
Glek...glek...glek!
"Setelah aku minum panas itu berangsur hilang," kata Putri Sekarwati.
"Mungkin air mestika itu sebagai pelengkap pengobatan ndok, Penghilang rasa panas juga," kata Kiai Wungu.
Tiba-tiba tubuh setengah ular Putri Sekarwati mengeluarkan sinar hijau. Kemudian Putri Sekarwati berubah wujud menjadi manusia asli seutuhnya.
"Hah! Dinda engkau sudah menjadi manusia lagi. Hu...hu...hu...!" kata Pangeran Arya sambil memeluk tunangannya.
"Iya kanda. Hu...hu...hu...!" jawab Putri Sekarwati sambil menangis.
Nyai Wungu terharu melihat mereka. Nyai Wungu lalu memeluk Putri Sekarwati.
Cup...cup...cup ya nduk. Anak wedok ayu dewe! Duh sekarang kamu sudah jadi manusia lagi," kata Nyai Wungu sambil memeluk Putri Sekatwati.
Melihat kelakuan Nyai Wungu, Pangeran Arya menangis terharu sambil tertawa cekikikan.
"Hi...hi...hi...!" tawa Pangeran Arya.
"Kenapa Raden tertawa?" ucap Nyai Wungu.
"Tidak apa Bunda," jawab Pangeran Arya.
"Sebentar! Aku belum memperhatikan calon pengantinmu pangeran," ucap Nyai Wungu.
"Iya silahkan Bunda," kata Pangeran Arya.
Nyai Wungu memandang fisik Putri Sekarwati dari atas sampai bawah. Dalam hati diam-diam juga menginginkan seorang Putri cantik seperti Putri Sekarwati. Padahal dahulu ingin anak laki-laki. Tapi setelah melihat Putri Sekarwati dia menginginkan anak perempuan yang cantik jelita.
"Ih...! Cantik sekali kamu nduk!" kata Nyai Wungu sambil mencubit pipi Putri Sekarwati.
"Ha...ha...ha...! Kamu bisa saja memujiku bibi," ucap Putri Sekarwati sambil ketawa.
"Kecantikanmu bagaikan anak bidadari, bagaikan putri Raja nduk. Pantas saja Raden Arya sampai bertaruh nyawa memperjuangkan dirimu," kata Nyai Wungu.
"He...he! Tapi saya hanya orang biasa sama seperti kanda Arya," kata Putri Sekarwati menutupi jati dirinya.
"Dinda Panggil mereka Romo dan Bunda ya. Mereka adalah orang tua angkatku," ucap Pangeran Arya.
"Iya Kanda," kata Putri Sekarwati.
"Dinda? Sebenarnya kamu lagi ingin anak perempuan seperti Nona Sekarwati bukan?" tanya Kiai Wungu kepada istrinya.
"Iya Kanda? He...he...he...!" kata Nyai Wungu tersipu malu.
"Kalian kan sudah punya aku. Anak laki-laki. Dan aku akan meminang dinda Sekarwati. Otomatis Dinda Sekarwati juga menjadi anak kalian. Kurang apa lagi bunda," ucap Pangeran Arya.
"Oh iya Raden kamu benar. Maklum kami berdua tak pernah punya momongan," kata Nyai Wungu.
"Sebentar lagi aku akan jadi menantumu bunda," ucap Putri Sekarwati.
"Iya nduk. Kami sangat bersyukur Punya anak dan menantu seperti kalian," kata Nyai Wungu.
Mereka saling akrab satu sama lain. Pendekar Sutra Ungu juga menyukai sosok Putri Sekarwati sebagai anaknya. Putri Sekarwati sekarang sudah menjadi manusia seutuhnya. Kutukan itu telah sirna. Tiba-tiba Kiai Wungu mendapat sebuah pertanda bahwa dia harus menemui gurunya yaitu Kiai Benggolo. Kiai Wungu tiba-tiba terdiam dan menutup matanya.
"Ada apa kanda? Guru memanggil kita?" kata Nyai Wungu.
"Benar Dinda. Mereka memanggil kita beserta anak angkat kita untuk sowan. Mungkin guru tahu kita berhasil mengalahkan Raja Buto ijo itu. Dia mengucapkan seperti itu di meditasi," kata Kiai Wungu.
"Oh begitu. Baiklah! Raden dan genduk, kalian ikut kami ya. Ada pembekalan dari guru kami," kata Nyai Wungu.
"Iya Bunda," jawab Pangeran Arya dan Putri Sekarwati.
"Itu tempatnya di mana Bunda?" tanya Putri Sekarwati.
"Di daerah Semeru. Padepokan Kyai Benggolo ndok," kata Nyai Wungu.
"Berarti dekat dengan daerah kerajaan Pangeran Arya," Gumam Putri Sekarwati dalam hati.
"Kenapa melamun nduk?" tanya Nyai Wungu.
"Oh tidak apa bunda. Baiklah dengan senang hati saya ke sana. Kanda aku ikut dan naik di belakang kudamu ya," kata Putri Sekarwati.
"Iya Dinda," jawab Pangeran Arya.
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Ketokrek!
Ngeek!
Suara kuda berhenti mengikuti perintah tuannya untuk berjalan.
"Aku tak sabar memperkenalkan kalian kepada guru besar kita," kata Nyai Wungu.
"He...he...he...!Sabar bunda," kata Pangeran Arya dan Putri Sekarwati sambil menahan tawa.
Pendekar Sutra ungu menaiki kudanya sendiri. Sedangkan Pangeran Arya menaiki kudanya dengan di boncengi Putri Sekarwati. Mereka menuju daerah Semeru menuju padepokan Kiai Benggolo. Pendekar sutra ungu sangat senang mendapatkan anak angkat laki-laki dan mendapat calon menantu yang cantik jelita. Mereka tak sabar ingin memperkenalkan anak angkat dan menantunya kepada Kiai Benggolo.
Bersambung.