Chereads / Madu Untuk Suamiku / Chapter 22 - Keanehan Papa Mertua

Chapter 22 - Keanehan Papa Mertua

"Kamu mau kemana Kar?" Tanya mama mertuanya itu ketika melihat Kara keluar dari kamar nya dengan rapi.

Kamar yang di sewa oleh mama mertua nya memang bersebelahan agar lebih mudah untuk mengontrol Kara. Ia tahu bahwa menantunya itu begitu mencintai Bara, tapi kelakuan Bara itu tak bisa untuk membuat ia terus diam.

Bara harus merasakan kehilangan agar Bara tahu bagaimana arti nya Kara untuk dirinya selama ini.

Dan mungkin ini adalah langkah yang pas untuk membuat Bara menyadari itu. Tapi, bicara tentang Bara laki-laki itu masih tak memberikan kabar apapun. Bahkan pembantu di rumah mereka juga mengatakan kalau Bara tidak pernah pulang selama mereka membawa Kara pergi. Entah kemana anak semata wayangnya itu tidur.

Naluri seorang ibunya selalu saja berprasangka buruk dengan menduga ia tidur bersama dengan wanita yang akan menghancurkan rumah tangga mereka berdua. Tapi, sudahlah ia tak harus memang berpikir seperti itu. Meskipun kesal dengan Bara tapi ia harus mempercayai anaknya itu.

"Aku akan Pergi sebentar Ma." Jawab Kara sambil tersenyum.

"Sendirian?" Tanya mama mertuanya itu.

Kara langsung menganggukan kepalanya sebagai jawaban. "Memang nya papa akan mengizinkan kalau mama ikut?" Ucap Kara Sambil tersenyum.

Ah, ia begitu mengerti dan paham bagaimana papa mertuanya itu terlalu sensitif. Entah karena terlalu sayang atau ada alasan lain ia juga tak tahu tapi Dimata Kara hal seperti itu begitu manis dan ia begitu menginginkan menjadi wanita seperti mama mertuanya itu.

Dan sayangnya Bara tak pernah memperlakukan hal seperti itu. Ia selalu memberikan izin diatas kata percaya. Padahal sekali saja ia ingin melihat Bara marah dan tak mengizinkannya.

Mama mertuanya itu juga ikutan tertawa mendengar ucapan dari Kara.

"Ah, sebenarnya mama sangat ingin tapi papa kamu itu–"

Kara tersenyum, "Apakah begitu menyenangkan Ma mendapatkan suami seperti papa? Ah, kapan ya Bara akan menjadi seperti papa."

Mama mertuanya itu menaikkan alisnya mendengar ucapan yang baru saja di lontarkan oleh Kara padanya, "Apa yang kamu bicarakan itu hm?"

"Mama tahu, sikap papa yang Begitu sensitif adalah hal yang aku harapkan ada di Bara. Entah kenapa bagiku hal seperti itu sangat manis Sekali." Jawab Kara.

"Kamu sakit ya Kar?" Tanya mama mertuanya itu.

Kara menggeleng kan kepalanya, "Kenapa aku harus sakit saat mengatakan hal seperti itu hm?"

"Lagi bahas apa sih?" Tanya seseorang yang baru saja bergabung dengan Mereka.

Keduanya itu langsung menoleh ke arah laki-laki yang datang dari dalam kamar. Mengingat saat ini Adalah jam makan malam mungkin saja mereka akan turun makan malam di bawah.

"Bukan bahas apa-apa sih Pa. Ini menantu kamu mau pergi." Ujar mama mertuanya memberitahu kepada sang Suami.

Papa mertua nya langsung saja melihat dari atas sampai bawah penampilan Kara yang terlihat begitu berbeda sekali malam ini.

Ia menaikkan alisnya dan kemudian menatap ke manik mata Kara, "Kemana kamu akan Pergi?" Tanya nya, terdengar suaranya begitu dingin sekali.

Hawa di situ juga entah kenapa menjadi begitu berbeda saat ini. Kara dan ibu mertuanya saling adu tatap satu sama lainnya.

"Kara bosan Pa di kamar terus, dan Kara mau cari angin segar di luar." Jawab Kara dengan sangat hati-hati takutnya ia salah dalam bicara.

"Kemana? Sama siapa?" Tanya Papa mertuanya itu.

"Cuma di sekitar sini saja kok nggak jauh Pa. Sama teman."

"Teman? Siapa?" Tanya Papanya lagi, matanya penuh selidik ke arah manik mata coklat milik Kara.

"Teman lama Kara Pa, kemarin saat jalan-jalan ketemu sama dia dan Kebetulan juga dia tinggal disini." Jawab Kara, ia Begitu bersemangat menceritakan tentang teman lamanya itu.

Namun hal itu masih sama saja, tak ada perubahan ekspresi yang ditunjukkan oleh papa mertuanya.

"Sebaiknya jangan pergi." Ucap Papa mertuanya setelah sekian lama suasana menjadi begitu hening.

Hal itu sontak membuat Istrinya dan juga Kara terbelalak di tempatnya.

"Ada apa dengan papa?" Tanya Kara, pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut nya tanpa bisa ia tahan.

Selama menjadi menantu mereka ini pertama kalinya ia melihat papa mertuanya seperti ini. Biasanya keluarga ini begitu membebaskan dirinya untuk melakukan apapun yang ia inginkan, bisa dikatakan apapun itu tak pernah ada kata tidak atau pun jangan.

"Iya, ada apa dengan kamu Pa?" Timpal istrinya pula.

Laki-laki itu hanya bisa menarik nafasnya dalam-dalam dan kemudian menyentuh punggung istri dan menantunya.

"Tidak apa-apa kok, ayo kita makan bersama setelah itu tidur. Banyak hal yang harus kita kerjakan besok. Bahkan rasanya tak akan sanggup untuk menghirup udara segar." Ucapnya sambil menuntun kedua wanita di kiri dan kanannya untuk segera pergi.

Kara dan mama mertuanya itu saling pandang seolah saling bertanya melalui mata mereka.

Tanpa disadari mereka bertiga kini sudah Sampai di restoran.

Para pelayan datang menghampiri mereka bertiga, "Mari tuan, nyonya dan nona saya antar ke tempat yang sudah dipesan Terlebih dahulu." Ucap pelayan tersebut sambil tersenyum.

Lagi! Kedua wanita itu kembali di buat terkejut. Mereka kembali saling pandang lagi satu sama lainnya.

"Papa pesan meja?" Tanya istrinya itu.

Ia benar-benar merasa bahwa suaminya itu berbeda saat ini.

"Memang nya ada yang salah jika papa pesan meja? Sesekali kita harus seperti ini bukan? Meskipun tidak berada di rumah tapi kita harus punya waktu privasi untuk bersama keluarga." Jawab suaminya itu sambil tersenyum, ia tahu apa yang dipikirkan oleh istri dan menantunya itu tapi ia memilih untuk tidak menanggapi nya sama sekali.

Ia melangkah ke depan meninggalkan istri dan menantunya itu untuk mengikuti kemana pelayan tersebut akan menunjukkan tempat yang ia pesan beberapa jam yang lalu itu.

Sementara dua wanita itu masih dengan pertanyaan yang belum ada jawabannya hanya bisa saling pandang sambil melangkahkan kaki untuk mengikuti kemana mereka akan dibawa.

Kara menggenggam erat tangan mertuanya itu, mertuanya hanya menoleh sebentar dan kemudian kembali fokus pada jalanan lagi. Tak ada pembicaraan yang Mereka buka untuk menemani perjalanan mereka, hanya Terdengar suara heels yang Bertemu pada ubin keramik saja.

"Ah tidak usah di buka, biar saya Saja. Kamu boleh pergi sekarang dan siapkan semuanya seperti apa yang saya Katakan sebelumnya ya." Ucap laki-laki itu menahan gerakan tangan pelayan yang akan membuka pintu sebuah ruangan.

Istrinya dan juga menantunya itu hanya diam saja, melihat apa yang bisa mereka jadikan Jawaban dari rasa penasaran mereka itu.

"Baik pak, kalau seperti itu saya permisi dulu." Ucap pelayan itu sambil sedikit membungkuk kan Tubuhnya memberikan hormat pada semua orang yang ada disana.

Setelah itu ia langsung melangkah untuk pergi meninggalkan pertanyaan demi pertanyaan yang belum sempat terjawab.