Setelah acara makan malam itu berakhir, Kara kembali masuk ke dalam kamarnya. Ia menatap ke arah luar dari jendela kamarnya. Hatinya terusik malam ini, ia juga tak tahu Kenapa ia bisa sesakit ini.
Padahal dulu ia masih bisa bersikap biasa saja saat Bara tidak pulang kerumah. Tapi malam ini, saat merayakan hari pernikahan hanya dengan mertuanya saja tiba-tiba saja ia menjadi wanita yang tidak percaya diri akan cinta Bara.
Benarkah selama ini Bara mencintainya? Jika iya, kenapa Bara tega melakukan hal seperti ini padanya? Tapi jika tidak kenapa Bara harus berpura-pura seolah ia mencintainya? Apakah memainkan perasaannya ini adalah Sebuah kebahagiaan bagi Bara? Apakah ia terlihat seperti seorang badut? Apakah perasaannya ini dianggap hanyalah sebuah lelucon semata bagi Bara?
Kara menggelengkan kepalanya, lagi! Ia mencoba untuk menepis Semuanya itu dan kembali mencari rasa Percaya nya terhadap Bara. Ia yakin bahwa Bara benar-benar mencintainya.
Mungkin saja ini karena dirinya yang pergi hari itu begitu saja meskipun Bara meminta dirinya tinggal. Ditambah lagi dengan ia yang sama sekali tak mengangkat ataupun membalas pesan dari Bara. Apakah Bara juga ikutan marah kali ini?
Tapi selama ini Bara tak pernah sama sekali memarahi dirinya, selama mereka berumah tangga bisa dikatakan bahwa mereka tak pernah sama sekali bertengkar kecil ataupun bertengkar hebat. Rumah tangga mereka begitu harmonis sekali.
Ah, memang ia tak seharusnya punya pemikiran seperti itu pada Bara yang selalu membuat ia menjadi ratu. Mungkin saja karena mereka berpisah seperti ini jadi Bara tidak mengucapkan apapun padanya.
Tok.. tok..tok
Bunyi suara ketukan pintu membuat Kara menoleh ke arah sumber suara itu.
"Siapa?" Tanya Kara tanpa berniat untuk bergerak dari tempat nya saat ini.
"Papa." Jawa suara laki-laki yang merupakan papa mertuanya itu.
Mendengar Jawaban itu Kara langsung melangkahkan kakinya untuk Membuka pintu.
"Ada apa Pa?" Tanya Kara saat pintu sudah terbuka lebar dan menampakkan sosok papa mertuanya yang sedang berdiri tepat di hadapannya.
"Boleh papa masuk?" Tanya papa mertuanya.
Kara menaikkan alisnya dan kemudian menganggukkan kepalanya itu. Ia sedikit menggeser posisinya agar papa mertuanya itu bisa masuk.
Laki-laki paruh baya itu masuk dan melihat setiap sudut yang bisa ia jangkau dengan matanya itu.
"Duduk Pa." Ucap Kara membuat papa mertua nya itu menyudahi meneliti kamar Kara.
Ia melangkahkan kakinya menuju sofa yang terletak beberapa langkah dari posisinya saat ini. Disana Kara sudah duduk sambil menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa.
"Apa kamu baik-baik saja?" Tanya papa mertua nya itu.
"Apa maksud papa bertanya seperti itu?" Bukannya menjawab, Kara malah melempar pertanyaan baru kepada mertuanya.
Lama ia terdiam, suasana menjadi hening begitu saja setelah pertanyaan yang dilontarkan oleh Kara tadi.
"Maaf," ucap papa mertua nya itu. Suaranya terdengar begitu lirih sekali. Siapa pun yang mendengar nya pasti akan merasa begitu iba.
"Untuk apa Pa? Apakah Papa berbuat salah? Tidak kan?"
"Maaf untuk tadi Kara." Jawab papa mertuanya itu.
"Maaf karena telah membuat kamu sedih di hari jadi pernikahan kamu ini. Tadinya papa pikir dengan merayakan ini tanpa Bara akan membuat kamu senang tapi ternyata papa salah. Papa hanya ingin kamu tau bahwa papa merayakan hari jadi pernikahan kalian itu untuk tetap mengingat hari dimana kamu menjadi menantu Kami, hanya itu saja."
Kara mengembangkan senyum, "Oh tentang itu. Santai aja lagi Yah, Kara sudah biasa kok dan Kara pun mengerti semuanya. Harusnya Kara terimakasih karena papa sudah repot-repot menyiapkan ini untuk Kara. Maaf kan Kara tadi yang tidak tahu caranya berterimakasih atas apa yang papa buat." Jawab Kara.
"Apakah kamu ingin memanfaatkan papa?"
"Kenapa Kara harus marah? Ya pastinya Kara akan memaafkan papa lah. Bukankah seperti yang papa bilang kalau kita ini adalah keluarga? Jika kita adalah keluarga maka berhentilah untuk minta maaf padaku Pa, karena Kara tahu bahwa papa hanya ingin yang terbaik untuk Kara. Harusnya Kara bersyukur bukan?"
Papa mertuanya itu menganggukkan kepalanya, ia tersenyum mengikuti Kara yang sudah tersenyum lebih dulu. Memang benar adanya bahwa sebuah senyum itu akan menular pada yang lainnya.
"Papa bersyukur, dari sekian banyak nya wanita yang ada di muka bumi ini, Tuhan malah menjadikan wanita seperti mu sebagai menantu kami. Orang sepertimu ini sulit ditemukan Kar."
Mendengar Jawaban dari papa mertuanya itu membuat Kara terkekeh geli sendiri.
"Jangan terus memujiku seperti itu Pa, nanti aku bisa keras kepala." Jawab Kara.
Papa mertuanya itu mengangguk sebagai jawaban, benar apa yang diKatakan oleh Kara itu.
"Baiklah jika seperti itu, tidur lah Kar. Malam sudah begitu larut saat ini." Ucap papa mertuanya itu sambil berdiri untuk segera pergi dari kamar Kara.
"Baik Pa." Jawab Kara, ia juga ikutan berdiri untuk mengantar papa mertuanya itu sampai di depan pintu.
"Tidur yang nyenyak ya, ingat! Langsung tidur Jangan berkeliaran lagi. Hari sudah begitu larut sekali sekarang. Ini Bali Kar, kamu tak begitu mengenal tempat ini jadi berhati-hatilah." Peringat papa mertuanya lagi.
Kara tersenyum sambil menganggukkan kepalanya itu, hatinya begitu sejuk sekali mendapatkan perhatian seperti ini dari mertuanya itu.
"Selamat malam papa," ucap Kara saat papa mertuanya itu ingin melangkah pergi."
"Iya, selamat malam kembali Kara, menantuku." Ucap papa mertuanya itu diiringi dengan kekehan.*"
Setelah mengatakan itu, ia melangkah pergi meninggalkan Kara dan segeralah masuk ke dalam kamarnya yang terletak tak jauh dari kamar Kara. Kamar mereka Begitu dekat. Sengaja memang papa dan mama mertua nya itu memesan kamar yang berdekatan.
Kara masih berdiri di depan pintu kamarnya menatap punggung papa mertuanya itu yang saat ini sudah hilang di balik pintu sebelah kamarnya.
Ia bersyukur karena ia memiliki Mertua yang begitu peduli padanya. Hidupnya begitu sempurna saat ini karena memiliki keluarga kedua namun diperlakukan layaknya anak sendiri.
Ia kembali menutup pintu kamarnya itu Dan kemudian langsung berjalan ke arah kasurnya.
Batu saja ingin berbaring tiba-tiba deringan Ponsel miliknya yang berada di atas nakas berbunyi. Itu hanya deringan tanda ada pesan masuk saja.
Kara Mengambil ponselnya itu dan kemudian menghempaskan dirinya di atas kasur yang empuk itu.
Ia membuka pesan yang baru saja masuk itu untuk melihat siapa yang mengirim dirinya pesan semalam ini.
From: Restu
Lagi Dimana? Sudah tidur belum? Kalau belum apakah kamu mau menemaniku jalan-jalan sebentar. Aku sedang tidak bisa tidur.
Terlihat ia sedikit menimbang-nimbang apakah ia akan pergi atau tidak. Tangan nya bergerak lincah di atas tombol keyboard untuk memberikan balasan pada pesan yang baru saja dikirim oleh Restu.
To: Restu
Ok.
Iya, sepertinya ia harus berjalan-jalan sebentar untuk me-refresh Otaknya itu.