Keduanya pun sudah tiba di dalam kamar dengan walpapper garis vertikall dengan warna berselang antara crem dan coklat muda. Kak Rara lantas melepaskan pergelangan tangan Mas Huda dan berkata,"Tuh ... lihat! komputer ku tiba-tiba saja matot sejak kemarin Hud."
Mendengar hal tersebut, senam jantung yang dirasakan Mas Huda pun bersangsur mulai mereda.
"Oh ... komputernya rusak? Kirain beneran gila nih anak. He ...,he," batin mas Huda diikuti dengan dengannya yang menelan saliva.
"Kenapa kamu Hud?" Kak Rara pun bertanya kepada Mas Huda sambil mengernyitkan dahinya.
"Ini kamar putriku Hud. Dia, dari kemarin ngambeg gara-gara nggak bisa main game pakai komputer ini. Apa ... jangan-jangan??" Kak Rara pun mulai menebak-nebak sendiri sembari tertawa genit. Sementara Mas Huda tampak membolakan kedua matanya dan menatap ke arah Kak Rara yang cekikikan menertawakan dirinya.
"Sik ... coba tak lilhat dulu. Ada lampu seter atau apa nggak yang bisa kasih penerangan sebelah sini?" Mas Huda yang tak mau memperpanjang percakapan tentang dirinya pun langsung mendekat saja ke arah CPU yang ada di atas meja.
"Sebentar, aku ambil senter dulu Hud," sahut Kak Rara dan dia pun segera berlari keluar kamar.
Sementara menunggu, Mas Huda tampak duduk sambil mencoba menyalakan PC yang ada di depannya serta mengira-ngira dimana letak masalahnya.
"Hud, ini senternya. Gimana? Perlu tak ambilkan apa lagi?" Kak Rara bertanya sambil sedikit menunduk tepat di hadapan Mas Huda yang saat itu justru sedang jongkok mengecek bagian kabel yang menghubungkan PC dengan saluran perlistrikan yang ada.
"Haddeh ... pemandangan apa ... lagi ini," batin Mas Huda yang tanpa sengaja melihat sedikit belahan dada Kak Rara.
"Emm ... kamu tolong aja deh, ambilkan tas ku yang ada di motor Ra." Mas Huda meminta tolong kepada Kak Rara supaya pemandangan itu segera beralih sekalian dari hadapannya. Tertambah, dia juga memang membutuhkan peralatan servis mini yang ada di dalam tas dan hampir selalu dia bawa kemana-mana.
"Siap Bos," sahut Kak Rara.
"Kok di dalam kamar? Pada ngapain?" Suara Ibu Weni yang sudah selesai dari kamar mandi tampakknya bertanya kepada anak perempuannya.
"Itu Bu, komputer di kamar kan dari kemarin mati. Makanya Rara minta tolong teman Rara buat benerin. Daripada harus bawa ke tukang servis," jawab Kak Rara.
"Ooh ... Huda itu tukang servis komputer? Kirain siapanya kamu Ra. Syukurlah kalau begitu. Ibu ke toko lagi ya," kata Bu Weni.
"Iya ... teman Rara juga, lumayan dekat jadi Rara bisa minta tolong buat langsung ke sini Bu," sahut Kak Rara yang berjalan bersamaan dengan mamanya keluar dari rumah. Ibu Weni hanya mengangguk. Semula dia yang sedikit tenang karena anaknya bilang kalau Huda seorang teknisi komputer, namun kembali kepikiran lagi saat Rara bicara kalau Huda itu juga sekaligus sebagai teman, lumayan dekat.
"Ya sudah sana Bu, kasihan Siti kalau kelamaan sama Ibu dititipin warung." Kak Rara yang sudah meraih tas Mas Huda di sepeda motornya pun kembali masuk ke dalam dan membawanya ke kamar.
"Gimana Hud? Sudah ketemu tanda-tanda belum? Oiya, nih tas andalan kamu." Kak Rara pun meletakkan di atas kasur, tas ransel hitam milik Mas Huda yang cukup berat baginya.
"Lagian, itu isinya apaan sih Hud? Berat amat?" tanya Kak Rara.
Mas Huda pun duduk di kasur pula dan membuka tas miliknya di sebelah Kak Rara. "Tuh ... lihat! Bawaanku ya kayak gini, berat semua nggak ada yang ringan. He ... he."
"Iya, seberat beban hidup kamu ya Hud. Wkkk," sahut Kak Rara.
"Siapa bilang. Aku mah santai, kamu aja yang suka yang berat-berat," sahut Mas Huda yang kemudian kembali jongkok setelah mengambil toolkit dari dalam tasnya. Sementara itu, Kak Rara kembali menggoda Huda dengan membungkungkan badannya kembali sembari berkata lirih,"Berat sih, tapi nikmat. Xi ... xi ...xi."
"Awas, kamu ini mengganggu pandanganku tahu!" sahut Mas Huda begitu merasa kalau Kak Rara kembali menggodanya.
"Benar-benar nggak jelas Rara ini. Bikin bulu kuduk berdiri saja," batin Mas Huda yang merasa konsentrasinya senganja diganggu oleh ulah Kak Rara.
"Jadi gimana? Dah ketemu belum masalahnya?" Tiba-tiba Kak Rara duduk kembali di atas kasur dan menunggu Mas Huda yang sedang ngotak-atik CPUnya dan sesekali mengusap keningnya yang tampak kepanasan. Dia pun lantas ke depan mengambilkan teh yang tadi dibuatkan untuk Mas Huda.
"Mau dikasih es nggak ini tehnya Mas? Sorry, kamarku panas ya?" teriak Kak Rara yang berjalan dari ruang tamu.
"Boleh deh, iya puanas," sahut Mas Huda.
"Nih, diminum dulu. Apa mau ngadem di luar dulu aja yuk! Kasihan," kata Kak Rara.
"Nggak usah, ini udah mau kelar kok. Tinggal nyambungin jalur dikit harusnya beres." Mas Huda berkata sambil menatap ke arah PC Kak Rara.
"Oiya? Jadi nggak perlu ganti spare part dong ya?" Kak Rara menebak dengan perasaan bahagia.
"Ya kita coba dulu nanti, mudah-mudahan saja bisa," sahut Mas Huda setelah menyeruput es teh di tangannya. Kak Rara pun tampak mengangguk-angguk dan berdoa dalam hatinya mudah-mudahan benar yang barusan dikatakan Mas Huda. Kalau memang tidak perlu ganti spare part itu artinya tidak perlu banyak beaya, bahkan bisa saja gratis nggak perlu bayar jasa Mas Huda hari ini.
Tak lama kemudian, Mas Huda kembali melanjutkan pekerjaannya. Setelah beberapa saat, dia pun berhasil untuk menyambung jalur yang dia maksudkan. Setelah itu Mas Huda pun mencoba menyalakan PC tersebut dengan diperhatikan oleh Kak Rara.
"Yes, nyala juga akhirnya! Thanks ya Mas Huda. Kamu memang teknisi hebat deh," teriak Kak Rara dengan antusias begitu melihat PCnya sudah menyala. Dia pun lantas membantu Mas Huda untuk membereskan peralatan yang berserakan di lantai kamar.
"Sudah biar aku saja," kata Mas Huda menolak bantuan dari Kak Rara yang selalu saja mengganggu pemandangannya karena pakaian seksi dan serba minimnya.
"Udah nggak apa-apa, lagian kamu udah bantuin aku lho. Habis ini, kita sarapan bareng ya Mas. Kamu, pasti belum sarapan kan?" tanya Kak Rara.
"Udah kok Ra, tadi dimasakin sama mama di rumah pagi-pagi," jawab Mas Huda sembari melihat jam di ponselnya yang ternyata sudah semakin siang saja. Dia lantas keluar dari kamar.
"Kenapa Mas? Kamu buru-buru ya?" tanya Kak Rara yang memgikuti Mas Huda dari belakangnya.
"Sorry banget ya Ra. Aku langsung balik ya, ini aku ada acara lain soalnya," pamit Mas Huda.
"Yaah ... Terus gimana? Beaya servis PC aku tadi? Habis berapa?" Kak Rara bertanya, memastikan sebelum Mas Huda pergi dari rumahnya meski sebenarnya dia masih ingin mengajak sarapan berdua.
"Udah santai saja, nggak usah bayar," jawab Mas Huda, diapun lantas keluar dari pintu rumah Kak Rara. Meski dengan wajah kecewa, Kak Rara pun mengantarkan Mas Huda ke depan.
*****
Bersambung ...