---
Gemerlap cahaya menerangi gelapnya malam, sebuah kota peradaban yang maju berdiri kokoh di bawah atap rembulan. Bangunan-bangunan berjejer rapi, sudah tidak asing lagi melihat atap pencakar langit, bahkan jalanan di atas awan saja ada. Kendaraan lalu lalang, anehnya tidak ada roda yang menggerakkan melainkan roket kecil sebagai pendorong gerak. Puluhan papan baliho melayang menampilkan iklan dalam bentuk hologram, gambarnya sendiri bisa bergerak bak animasi film.
Bangunan kokoh berdiri tidak jauh dari kota itu, anehnya bangunan itu begitu gelap terlihat dari warnanya yang hitam, hanya corak garis biru hiasan di dindingnya. Tulisan besar 'Minkan kenkyūjo' bertengger indah di puncak bangunan, pagar besi berdiri kokoh mengelilinginya.
....
Tak ... Tak ... Tak ....
Seorang Pria berjalan seorang diri, deru sepatu pantofel mengisi kesunyian. Lorong panjang dengan puluhan pintu besi berbaris rapi di kedua sisi, sesekali tembok kaca menghalangi jalannya dalam beberapa blok. Kerap kali Pria itu menunjukkan kartu Id miliknya agar bisa lewat, terpampang Foto wajahnya dan tulisan Profesor.
Koper hitam di tangan kirinya menempel tulisan "RAHASIA", dia membawa ke sebuah ruangan di ujung lorong. Nyala lampu merah segera mengisi pandangan Profesor, dia tersenyum simpul melihatnya. Sebuah pintu besi dengan tuliskan "HIDDEN ROOM" di atasnya, alat pemindai dan kode terpasang di sana. Pintu itu terlihat berbeda dengan yang lainnya.
Setelah melewati serangkaian keamanan ketat seperti scan sidik jari, dan retinal mata, serta memasukkan kode akses pintu itu terbuka.
|'Selamat datang Prof. Yoshirō Kagami, selamat melakukan uji coba.'| Suara sistem menyambut Profesor, berbarengan dengan pintu terbuka.
Cahaya lampu dari ruangan itu segera menyapa Profesor, paras rupanya terpampang dengan jelas. Pria khas asia berkulit putih dengan pakaian khas laboratorium berdiri di ambang pintu, "Sudah tiga tahun ya...?" Gumamnya. Pandangannya menyapu seisi ruangan dari balik kaca mata bulat yang dikenakannya, rambut hitam gaya Bob bergoyang seirama.
Tidak jauh berbeda dengan ingatannya tiga tahun lalu, ruangan itu sendiri tetap bersih. Puluhan komputer berjejer rapi di atas meja, lemari-lemari berisi perabotan dan peralatan eksperimen berbaris di dalamnya.
Profesor menghampiri meja di ujung ruangan, terlihat masih ada bekas pekerjaan sebelumnya. Beberapa dokumen menumpuk di sana. Segera ia tanggalkan koper dan membukanya, sekejap dia sudah fokus pada penelitiannya itu. Layar komputer menyala, susunan peralatan dan bahan uji coba memenuhi meja kerjanya, ditambah kertas-kertas berserakan tak jauh darinya.
Gerakan tangannya begitu gesit, dalam beberapa waktu sebuah objek sudah terbentuk. Pandangannya tidak pernah menjauh dari layar, data, dan bahan. Untuk diketahui Profesor itu tidak bisa diganggu jika sedang fokus, dia akan fokus menyelesaikan apa yang dikerjakan hingga tuntas. Seperti itulah dia, Pria dengan ratusan prestasi dan penemuan teknologi, tidak heran jika proyeknya mampu mengguncang dunia.
"Akhirnya sudah tiba. Karya terbesarku akan tercipta,..." ucapnya riang berhasil menyelesaikan dua objek sekaligus, meski bisa dibilang keduanya adalah sepasang.
"Tapi...," ucapannya tercekat begitu melihat kedua bahan inti objek itu.
Dua buah benda logam platina sudah tersusun, dia hanya perlu memasukkan inti 'Core' untuk menyelesaikannya. Cukup mudah dilakukan jika melihat dua tabung yang berisi kelereng dengan warna berbeda? Orang awam akan menganggapnya begitu, tapi tidak untuk Profesor.
Profesor tahu benda apa itu, sesekali dia menatap layar dan kedua objek di dalam tabung. Salah satu berisi kelereng hitam dengan asap hitam di sekitarnya. Sementara satunya berwarna putih, ada sedikit cahaya redup bila diperhatikan lagi. Layar monitor tercantum data 'Code Blash', 'Code Hits' dengan angka-angka bertebaran di sekitarnya.
"Aku harus yakin! Bagaimana pun juga nasib ku, tidak- nasib dunia bergantung pada proyek ini." Profesor membulatkan tekadnya, dia harus yakin apa pun yang akan terjadi mengingat kejadian yang menimpa sebelumnya.
Profesor memandang lekat dua data yang menunjukkan sinkronisasi, hatinya kukuh untuk mempercayai kedua data yang ada. Meski perasaannya masih ragu, dengan tangan gemetar dia mengambil salah satu tabung dan membukanya. Pikiran Profesor kalang kabut, dia teringat kejadian minggu lalu. Kejadian yang mengubah segalanya, segala rencana termasuk proyek ini.
"Entah berhasil atau tidak, aku serahkan semuanya pada takdir."
Takdir yang mengikat, tidak ada yang tahu jalan di depanmu sekarang. Yakin lah pada satu hal, kamu pasti bisa jika percaya.
***