Takdir Shikai
***
Tidak butuh waktu lama hingga teman-temannya tahu rumor itu, memang benar jika mereka terkejut bahkan ada yang tidak menyangka kenyataan ini.
Namun, tidak ada satu pun dari mereka menjauhi Edi, mereka malah semakin mendekat. Entah reaksi karena iba atau memang kemauan mereka sendiri, mengingat Edi adalah anak yang baik. Sifatnya yang ramah dan tidak memilih teman.
Hanya satu anak yang bersikap beda, dia menjadi lebih sensitif terhadapnya bahkan terang-terangan menyatakan perasaannya. Sarah awalnya memang terpukul dengan berita itu, dia juga yang paling lama bersedih. Parahnya hingga seminggu lamanya gadis itu menangis hingga tidak datang ke sekolah. Sisi baiknya dia menjadi berani menunjukkan rasa cintanya, meski masih bertepuk sebelah tangan. Perlahan namun pasti, benih-benih asmara mulai tumbuh diantara keduanya.
-Akankah kisah asmara mereka bertahan hingga akhir?-
....
"Tidak seburuk yang kamu bayangkan bukan, Edi?" tanya Dwi.
Keduanya sedang duduk santai di atas rumput selepas bermain, memandangi indahnya langit petang. Sementara, anak-anak lain mulai membubarkan diri.
Edi menoleh mendengar pertanyaan Dwi, tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Dia tidak menduga akan seperti ini, menurutnya mereka akan menjauhi Edi setelah mendengar kisah itu. Namun, nyatanya tidak bukan?
Edi tersenyum kemudian tertawa lepas, "Aku senang Dwi...." Dia merebahkan tubuh di atas rumput, "Ku kira mereka akan menjauhi ku, tapi nyatanya tidak."
"Kenyataannya realita tidak sebanding dengan ekspetasi, bukan." Dwi ikut merebahkan tubuhnya, keduanya berbaring menatap langit sore itu.
***
'Mengaktifkan sistem, memulai pemindaian lokasi.'|
Rangkaian aktivasi sistem bersahutan, derit suara mesin bergema. Sebuah kotak besi menyala biru, garis-garis pola menjadi penerangan di ruangan gelap itu. Perlahan kotak itu melayang, menjatuhkan perabotan lain dan box kardus.
'Bersiap melakukan teleportasi'|
Cahaya biru terang menyala membuat ruangan gelap itu begitu terang, penuh akan perabotan bekas. Sedetik kemudian, cahaya padam di ikuti sirnanya kotak itu dan ruangan kembali gelap.
***
"Lihat! Dwi, ada bintang." teriak Edi mengejutkannya, dia menunjuk cahaya di atas mereka. Dwi lantas menatap arah yang sama, pandangannya menyipit berusaha untuk fokus.
"Sepertinya, itu bukan bintang." batin Dwi.
Titik cahaya bergumul di atas mereka, mungkin saja bintang-- itu pikiran temannya. Dwi sendiri masih menebak benda apa itu, tidak mungkin itu bintang. Jika itu adalah bintang, ketinggiannya terlalu rendah. Pikiran Dwi seketika berselancar, dia berfikir bagaimana ini bisa terjadi? Bias cahaya sepertinya tidak mungkin, tidak ada awan mendung atau hujan sebelumnya. Dan juga, bila itu efek pembiasan seharusnya ada lebih dari satu titik. "Ini aneh...." lirihnya.
"Dwi!" teriak Edi membuyarkan lamunan Dwi, jarinya masih menunjuk arah yang sama.
Perlahan timbul titik-titik cahaya lain, kali ini jumlahnya cukup banyak. Anehnya titik sebelumnya seolah menjadi pusat kemilau cahaya itu. Cahaya itu saling berputar berkumpul menjadi satu, semakin lama semakin terang.
Edi dan Dwi terpaksa menutup mata karena silau, tanpa disadari gerombolan cahaya itu turun perlahan hingga sejajar dengan keduanya. Kumpulan titik itu menjadi kubus 20X20 Centimeter dengan garis-garis biru, melayang persis diantara keduanya.
Sontak membuat keduanya terkejut, 'Apa itu!'.
'Melakukan Scanning'|, cahaya biru membalut keduanya, menyapu dari ujung rambut hingga ujung kaki.
'Data tersimpan'|, Garis pola biru meresap seolah tersedot ke suatu titik dan hilang, digantikan sebuah symbol di atas kotak itu.
....
Edi dan Dwi saling menatap, di tengah mereka melayang sebuah kotak aneh. Samar-samar keduanya melihat cahaya tipis dengan warna berbeda, Hitam dan Putih. Keduanya saling bertukar pandangan sebelum menatap kotak itu lagi.
"Kamu yakin, Edi?" Dwi bertanya untuk memastikan, bocah itu mengangguk dengan yakin dan menjawab "Iya".
Keduanya menyentuh kotak itu bersamaan, samar hologram biru tipis beriak sebelum mengalir ke arah simbol dan membuatnya menyala terang. Rasa seperti kejutan listrik sempat merembes ke dalam syaraf, lagi-lagi Edi dan Dwi harus menutup mata karena silau.
***
Pandangan mata Edi dan Dwi masih mengerjap untuk beberapa saat setelah menerima banyaknya bias cahaya, keduanya berkedip cepat untuk mengurangi efek biasnya. Betapa terkejutnya ketika mereka sadar, pandangan mereka bukan lagi langit sore, "Dimana ini?" batin keduanya.
Mereka kini berada di sebuah ruangan dengan desain holografi yang unik, kesan warna biru dan putih menjadi penghias satu-satunya ditempat itu, tidak termasuk keduanya dan kotak hitam di depan mereka.
System On|
Deretan suara mesin mengejutkan keduanya, beberapa saat kemudian cahaya biru menyala terang dari kotak di depan mereka kemudian menyinari keduanya bergantian |Scanning|.
'Menampilkan data terkini'| ....
Status |
Nama : Surya Edi Saputra
TTL : Purwa Kota, 26 Februari 1999
Usia : 9 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Golongan darah : AB
...
Nama : Bagas Dwi Pratama
TTL : Amerika Latin, 3 Juli 1999
Usia : 9 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Golongan Darah : O
...
Cahaya biru tadi berubah menjadi layar hologram semi transparan yang menampilkan identitas keduanya. Tidak tanggung-tanggung data pribadi Edi dan Dwi tertulis mulai dari kebiasaan hingga seluk beluk keduanya, termasuk orang tua asli Edi. Keduanya bisa melihat rahasia masing-masing, terlebih kebiasaan yang dilakukan, hingga kelakuan saat tidur --seolah-olah kotak itu tahu segalanya-.
Tidak cukup sampai di situ saja Edi dan Dwi dibuat terkejut, simbol di atas kotak itu menyala, lalu terbelah menjadi dua. Kemudian kotak itu terbuka dengan sendirinya menimbulkan suara 'Klak', di dalamnya masih ada dua kotak kecil dengan bola logam di tengahnya.
LOADING PROGES!|
Bola itu menyala dan menampilkan hologram seorang pria tidak dikenal di atasnya.
'Menampilkan pesan dari Profesor!'|....
"Halo..."
"Ketika pesan ini terbuka itu tandanya kedua-nya telah ditemukan, dan dengan demikian saatnya untuk menyerahkan kedua benda itu.... Sebenarnya saya ingin menyampaikannya secara langsung, namun waktu tidak memungkinkan untuk hal ini. Mungkin saja bila takdir berkehendak saya akan bertemu dengan kalian berdua...."
"Ehm... Saya ucapkan selamat kepada kalian berdua, kalian telah terpilih sebagai Shikai. Shikai dari 'Code' Hits dan Blash, masing-masing memiliki nama dan karakteristik sendiri, termasuk kesadarannya. Mungkin saja setelah ini kalian berdua akan mengalami hal di luar nalar –kita- sebagai manusia, namun hanya kalian saja yang mengetahuinya tidak dengan orang lain. Rahasiakan 'Code' dan tugas atau apapun yang kalian terima serta miliki setelah ini.
Satu pesan dari saya, mohon untuk diingat baik-baik. Siapapun –Code- yang kalian dapatkan berusahalah untuk bersahabat dengannya, dan untuk yang mendapatkan 'Blash' tolong berhati-hati. Kunci utama bagi Shikai adalah menyatukan kedua –Code, ingat baik-baik -atau dunia akan hancur-.…
Hahh.... Waktunya terlalu singkat, tapi apa boleh buat hanya ini yang bisa saya lakukan. Sisanya saya serahkan kepada kalian ya, A-Shikai."
Setelah pesan itu diputar, bersamaan dengan hilangnya hologram pria itu.
'Bersiap untuk penghancuran diri, hitung mundur dimulai'|.
Kotak itu bersinar terang membuat keduanya panik, kemudian suara ledakan kecil bergema 'Booom'.
Edi dan Dwi hanya bisa pasrah menerima kepulan asap dari ledakan itu, begitu asap menghilang keduanya sudah kembali ditempat semula. Tanpa disadari keduanya sudah memegang kotak kecil masing-masing, mereka terdiam membeku menatap kotak masing-masing.
Sunyi menyelimuti keduanya, Edi dan Dwi berusaha mencerna sebaik mungkin pesan aneh itu. Benda misterius yang tidak jelas asal-usulnya diberikan kepada dua bocah? Apa pengirimnya sudah gila, tidakkah dia memikirkan siapa penerimanya. Asal mengirim ke bocah, kenapa tidak diberikan ke orang dewasa saja coba.
Keduanya hanyut dalam pemikiran masing-masing, rasa cemas menghantui keduanya. Belum lagi mereka juga penasaran dengan isi kotak itu, ditambah data mereka tercantum dengan jelas di sana.
"Bagaimana menurutmu, Dwi?" tanya Edi, dia menatap sahabatnya dengan intens.
Edi yakin, mereka tidak akan pernah selesai jika hanya termenung. Sebab itu, dia bertanya kepada temannya, belum lagi mentari sudah menyelam di ufuk barat.
Dwi hanya menoleh dan balas menatap Edi, dia juga ragu akan pendapatnya. Baru kali ini Dwi merasa bimbang, terlihat jelas di raut wajahnya yang mengatakan 'aku tidak bisa memutuskannya sendiri'.
Akankah mereka ambil atau tidak? Pilihan kedua menentukan takdir mereka ke depannya. Meski garis takdir keduanya mulai bergeser perlahan semenjak itu.
***