Chereads / MANTANKU, AYAH ANGKATKU / Chapter 12 - TANDA KEPEMILIKAN

Chapter 12 - TANDA KEPEMILIKAN

Kirana memekik kesakitan saat Angga tiba-tiba mencekal tangan yang Kirana gunakan untuk menampar wajah Angga hingga wajah itu kini terlihat memerah. Tentu dibarengi dengan sensasi panas dan perih yang mulai menjalar secara perlahan.

"Kesalahanku adalah membiarkanmu mengundur waktu, Kirana. Maka dari itu, sekarang terima saja apa yang akan kulakukan."

Belum sempat Kirana dapat mencerna maksud ucapan Angga, pria itu telah mendekatkan wajahnya pada leher Kirana kemudian menyapu kasar kulit jenjang bersih itu hingga Kirana tanpa sadar malah reflek mencengkeram juga menggigit bahu Angga untuk mengalihkan semua perasaan campur aduk yang menguasainya kala itu karena dari waktu ke waktu, sapuan Angga semakin kasar dan tak terkendali seperti seorang vampir yang haus akan darah.

Puas meninggalkan tanda kepemilikan lebih banyak dan lebih jelas dari tanda yang sebelumnya memang ada di sana, Angga menjauhkan wajahnya dari leher Kirana.

"Cepatlah berganti pakaian, aku menunggumu di bawah."

Dan dengan tanpa rasa bersalahnya setelah membuat Kirana merasa kesakitan juga membuat penampilan Kirana berantakan hingga belahan dadanya itu terlihat jelas, Angga lantas keluar dari kamar Kirana.

"Dasar brengsek!" umpat Kirana keras berharap Angga mendengarnya.

'Maaf, tapi aku hanya ingin menggantikan bekas menjijikkan itu dari tubuhmu.'

***

Dengan seragam sekolah beserta tambahan syal yang melingkar si lehernya, Kirana perlahan berjalan menuruni anak tangga setelah tadi sempat mengecek jam dinding yang memperlihatkan bahwa waktu telah menunjukkan pukul 06.15.

"Kau membuatku kehilangan 30 menit berhargaku!"

Saat kaki Kirana baru saja menyentuh anak tangga paling bawah, suara berat yang begitu familiar itu masuk ke indera pendengarannya.

Kirana tanpa sadar mencengkram erat tote bag yang sekarang tersampir di bahunya. Tanpa mau mencari sumber suara, Kirana lantas melangkahkan kakinya dengan cepat untuk segera keluar dari Rumah.

Itu suara Angga, itu artinya Angga masih ada di sana. Berada di suatu tempat hanya berdua dengan Angga bukanlah suatu kondisi yang bagus untuk Kirana.

BRAK!

Kirana tersentak kaget saat pintu utama Rumah yang hampir saja terbuka sepenuhnya itu tiba-tiba kembali ditutup dengan kasar hingga suara debuman terdengar dimana-mana. Tak hanya itu, angin yang ditimbulkan pun sampai mampu menerbangkan rambut Kirana selama beberapa detik.

"Bagus sekali. Setelah membuatku menunggu lama, kau mengacuhkanku?"

Mendapati sosok Angga sekarang bersandar di pintu dengan tampangnya yang membuat Kirana ingin menonjok wajah pria itu saat ini juga membuat Kirana lantas dengan segera berusaha untuk membuka pintu agar ia tak melihat Angga lebih lama lagi.

Sayangnya, Angga dengan segala tenaganya tentu selalu bisa menggagalkan apa yang ingin Kirana lakukan.

"Kau memakai syal? Wow, ternyata otakmu yang cantik selalu memberi jalan agar kau tak sampai kehilangan pelangganmu."

"Awas!" tekan Kirana, tak peduli dengan cibiran Angga barusan.

Melihat Angga yang tak kunjung menjauh dari pintu, Kirana memilih untuk berbalik badan, berpura-pura hendak membatalkan niatnya untuk pergi ke sekolah.

"Kubilang awas! Biarkan aku keluar!" Kirana menatap Angga tak suka.

"Atas dasar apa kau memerintahku? Aku lebih tua darimu, di mana sikap sopan santunmu, huh?! Apakah 2 tahun ini hanya--"

"Sudah kutekankan sejak awal bukan? Berhenti mengungkit kejadian 2 tahun lalu! Apa kau tuli, Kak? Lagipula apa pedulimu? Ini Rumah Mommy-ku dan sebagai seorang anak yang memiliki kedudukan dan hak di Rumah ini, aku tentu bisa memerintahmu!"

Angga berdecih. "Kirana, aku ini calon Daddy-mu, itu artinya kedudukanku bahkan lebih tinggi darimu. Apa kau lupa dengan hal itu?"

Kira menggeram kesal, benci untuk diingatkan lagi.

"Tuli? Bukan aku yang tuli, tapi di sini kaulah yang tuli. Saat kau turun aku sedang berbicara padamu, tapi kau malah dengan tanpa hormatnya lantas pergi tanpa menyahut terlebih dahulu."

Angga kemudian menaikkan kedua alisnya selama beberapa saat. "Jika Amira tahu, aku ingin lihat bagaimana respon Mommy-mu, pasti akan sangat seru melihat dia bimbang untuk memihak calon suaminya atau anak angkatnya--"

"Kak, kutekankan sekali lagi, tak peduli apa--"

"Kirana biasakan untuk tidak menyela pembicaraan orang yang lebih tua. Ini mungkin adalah sesuatu hal yang sederhana, tapi du mata masyarakat ini adalah attitude dasar yang tak seharusnya diabaikan.

Okay. Pembahasan mulai mengarah ke masyarakat, dan itu semua sukses membuta Kirana teringat lagi dengan kenangan masa lalu.

"Akan ke mana kau?" tanya Angga saat Kirana tiba-tiba membalikkan badannya dan pergi begitu saja dari hadapan Angga.

Kirana menghentikan langkahnya, tapi tidak berbalik badan. Rasa sakit di hatinya itu perlahan terasa akan membunuhnya saat ini juga. "Kau tak membiarkanku membuka pintu kan, maka lebih baik aku tak pergi ke sekolah sekalian."

Selama beberapa saat hanya keheningan yang memenuhi atmosfer ruangan tersebut. Namun saat suara pintu yang dibuka terdengar, dengan gerakan secepat kilat Kirana lantas membalikkan badannya kemudian keluar dari Rumah.

Angga yang melihat itu dibuat terdiam, masih mencerna apa yang terjadi hingga Kirana pun ternyata telah begitu jauh berlari dari pekarangan Rumah.

"Sial!"

Angga mengumpat kemudian dengan segera keluar dari Rumah dan masuk ke dalam mobil merahnya itu. Tanpa basa-basi, pria itu lantas menancapkan gas untuk mengejar Kirana.

Saat matanya melihat sosok Kirana yang terus berlari di pinggir jalan di depannya yang berjarak sekitar 3 meter, Angga lantas meminggirkan mobilnya kemudian keluar dan mengejar Kirana.

"Sial! Lepaskan atau aku akan berteriak agar kau digebu--akhhh!!;"

Belum sempat Kirana mengancam Angga saat pria itu menahan gerakannya dengan mencekal tangannya erat, pria itu telah terlebih dahulu mengendongnya.

Jangan berharap lebih pada Angga. Pria itu tidak menggendong Kirana ala bridal style layaknya tuan putri karena nyatanya pria itu menggendong Kirana seperti seorang penculik. Lebih sederhananya seperti menggendong sekarung beras di bahunya yang membuat kepala Kirana berada menghadap ke bawah.

"KAK! TURUNKAN AKU SEKARANG JUG--"

"Awh!"

Seperti biasa, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun, Angga lantas melempar Kirana ke dalam mobil tepatnya di samping kursi kemudi.

BRAK!

Dan kemudian membanting pintu dengan keras hingga Kirana dibuat memejamkan mata erat karena terkejut.

"Pakai sealbelt-nya!"

Kirana tak mendengarkan apa yang pria itu katakan padanya. Kirana tak akan pernah mau tunduk pada Angga!

"Pakai!" Tekan Angga lagi.

"Tidak!" tegas Kirana.

"Baiklah jika itu maumu!"

"Ten--akh!"

Kirana memekik kuat saat tubuhnya terdorong ke belakang dengan cukup kuat karena Angga melajukan mobilnya begitu kencang di atas rata-rata.

"Y-ya, aku akan memakainya. T-tolong pelankan mobilnya," ujar Kirana takut dengan tangan bergetar yang mulai berusaha memakai sealbelt-nya.

"Aku sudah memperingatkanmu tadi, tapi kau tak mau mendengarkannya bukan? Sekarang terima konsekuensinya," sahut Angga tenang.

Kirana tak menjawab, perempuan itu sibuk berusaha menggunakan sealbelt-nya. Namun, belum selesai ia mengenakan sabuk pengaman itu, sesuatu yang menarik perhatiannya membuat Kirana berteriak.

"KAK, KENAPA KAU BELOK KE KIRI! SEHARUSNYA KAU BELOK KE KANAN! KAU INGIN MEMBAWAKU KEMANA?!"