Chereads / My Idol Is A Werewolf / Chapter 21 - Chapter 21

Chapter 21 - Chapter 21

My Idol Is Werewolf

Chapter 21.

Jam istirahat telah tiba, Ludra pun keluar dari kelasnya dan begitu juga Alisa. Keduanya kelas mereka hanya saling berseberangan, ketika Ludra melangkah keluar saat itu juga Alisa menggaet tangan kakaknya.

Ludra membulatkan matanya, sementara Alisa tersenyum nakal sambil menggoda kakaknya, "Ayo, Kak!"

Tindakan yang Alisa lakukan sontak membuat gadis-gadis di sana merasa iri melihatnya. Alisa begitu dekat dengan Ludra dan menempel seperti prangko bersama Ludra.

"Sekarang apa lagi yang ingin kamu lakukan?" tanya Ludra, sambil menaikkan sebelah alisnya. Dia bisa menebak apa yang sedang Alisa rencanakan, adiknya itu memang sengaja melakukan ini hanya untuk membuat gadis-gadis lain cemburu.

"Sudah ikut saja, Sayang."

Alisa menekan kata 'Sayang' sehingga suaranya itu dapat didengar oleh banyak orang. Alisa benar-benar sengaja ingin membuat yang lain tersulut emosi.

Ludra hanya geleng-geleng kepala sambil mengelus dada, dia pasrah dan mengikuti semua kemauan adiknya itu.

Alisa menggaet tangan Ludra begitu erat seperti sepasang kekasih, selama berjalan menuju kantin Alisa berpapasan dengan banyak gadis dan dia dengan sengaja menunjukkan keromantisan di depan mereka.

"Lihat! Ada apa di bibirmu, Kak?" Alisa secara terang-terangan menyentuh bibir tebal Ludra yang langsung membuat orang-orang sekitarnya membulatkan mata mereka.

Bukan hanya mereka saja yang terkejut, tetapi Ludra pun sama terkejutnya. "Apa yang kamu lakukan, Alisa?"

Ludra membentaknya dan merasa kalau adiknya itu sudah sangat keterlaluan kali ini. Alisa tersenyum tipis, dia tidak marah karena dibentak sebaliknya merasa semakin ingin menggoda kakaknya.

Ketika keduanya asyik bermesraan layaknya sepasang kekasih yang dimabuk asmara, tiba-tiba seorang pemuda memiliki paras tampan di atas rata-rata, melewati keduanya.

Alisa boleh saja masih menggoda Ludra, tetapi tetaplah kakaknya jatuh pada pemuda tersebut. Seketika aura hitam membuncah keluar dari tubuh Ludra. Tidak ada yang bisa merasakan aura hitam tersebut, selain pemuda yang baru saja melewatinya.

Dia adalah Lars Af Drakas. Lars baru saja keluar dari kelasnya dan pergi menuju perpustakaan. Dia tidak sengaja berpapasan dengan Ludra dan Alisa di lorong dekat kelas dua belas.

Sebelumnya Lars merasa baik-baik saja, dia tidak merasakan apa-apa, tetapi setelah melewati Ludra tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat. Seluruh bulu kuduknya berdiri. Lars mengejapkan matanya dan menghentikan langkahnya di sana, saat Alisa dan Ludra berjalan tepat di sampingnya.

"Apa yang terjadi? Tubuhku ... Seperti merasakan sesuatu yang aneh," gumamnya yang bertanya-tanya. Lars mencoba meraih kesadarannya, belum sempat dia bisa berpikir lebih jauh saat itu juga aura hitam tersebut menghilangkan.

Lars pun berbalik badan ketika jaraknya dengan Alisa serta Ludra sudah cukup jauh. "Apakah aura tadi berasal dari kedua orang itu?"

Lars pun menebak-nebak kedua orang yang tadia berpapasan dengannya, salah satunya pemilik aura hitam tersebut. "Rasanya tidak mungkin mereka memiliki aura hitam yang pekat seperti tadi. Sepertinya itu hanya ilusi diriku saja."

Namun, Lars tidak yakin seratus persen kalau murid yang terlihat seperti sepasang kekasih itu memiliki aura hitam. Lars cukup lama memandangi Alisa dan Ludra, sampai keduanya sudah cukup jauh darinya.

"Tidak mungkin aku salah menganalisa, tadi itu benar-benar aura hitam yang begitu mengerikan," gumamnya belum bisa melupakan momen yang terjadi beberapa saat yang lalu.

"Diriku tidak sedang sakit bukan?" Sambil memegangi keningnya, Lars mencoba memeriksa kondisi tubuhnya apa sedang sakit atau tidak?

"Aku baik-baik saja ... Tetapi, yang kurasakan tadi memanglah nyata dan aku sedang tidak bermimpi," lanjutnya bergumam sendiri, sambil sesekali melihat ke arah di mana Ludra dan Alisa pergi.

Lars tidak cukup yakin kalau kedua murid yang tadi berpapasan dengannya itu memiliki aura hitam, tetapi selain keduanya tidak ada orang lain yang berada di sana. Hal tersebut pula yang melandasi Lars untuk mencurigai Ludra dan Alisa sebagai pemilik aura hitam tersebut.

"Baiknya aku pergi saja daripada aku harus menjadi gila di sini karena memikirkan hal yang tidak penting."

Lars pun mulai mengayunkan kakinya kembali menuju perpustakaan seperti yang sudah dia rencanakan sebelumnya. Aura hitam yang sempat dia rasakan memang membuat Lars penasaran, tetapi dirinya memilih untuk tidak memusingkannya kembali. Lagi pula setiap orang memiliki aura hitam dalam diri mereka masing-masing, jadi wajar jika sesekali dirinya merasa aura hitam di sekitarnya, pikir Lars demikian.

Sebenarnya, tebakan Lars tidaklah salah sepenuhnya yang dia rasakan memang benar adanya. Ludra-lah sang pemilik aura hitam tersebut. Namun, dengan kemampuannya Ludra dapat menyembunyikan aura hitam yang menyelimuti tubuhnya dari orang-orang seperti Lars.

"Itu sudah cukup untuk hari ini. Semoga dilain kesempatan kita bisa bertemu kembali. Ketika waktu itu tiba, maka aku pastikan kau tidak akan selamat nantinya."

Tentu saja Ludra mengatakan itu di dalam hatinya. Dia bisa menebak kalau sekarang Lars sedang memikirkan aura hitam yang sempat membuat bulu kuduknya berdiri.

Ludra memang sengaja mengeluarkan aura hitam nya sebagian sebagai tanda perkenalan dirinya dengan Lars. Dari kejauhan Ludra sudah tahu sebelumnya, kalau Lars akan melewati dirinya. Saat itu terjadi, Ludra melepaskan aura hitam, lalu segera menyembunyikannya kembali setelah Lars mulai curiga.

"Ayo, Kakak! Aku sudah sangat lapar," rengek Alisa yang terus menerus menarik tangan Ludra.

Gadis yang sengaja menggerai rambutnya itu terus saja merengek pada Ludra, entah itu meminta agar kakaknya untuk membelikannya es krim atau jajan ke kantin. Ludra tidak bisa menolaknya. Dia sungguh memperlakukan Alisa layaknya seorang putri kerajaan, yang pada akhirnya menempatkan Ludra sebagai pelayannya.

Ludra ingin sekali mengumpat, tetapi dia harus bisa menahan segala emosinya dan harus terus tersenyum. Dia sudah seperti budak bagi Alisa, diperlukan bagaimanapun Ludra hanya bisa menurut saja.

"Beginilah kalau aku ada di rumah ... Sungguh miris hidupku ini. Dijadikan layaknya budak bagusnya." Ludra mengelah napasnya panjang, dadanya terasa sesak, tetapi dia terus dipaksa untuk tetap tersenyum.

Sampailah keduanya di kantin, Alisa masih saja menarik tangan Ludra. Namun, kali ini Alisa bersikap lebih manis dan memperlakukan Ludra layaknya kekasih kembali.

"Ayo, Sayang! Kita makan di sana!" tunjuk Alisa. Ludra mengelah napas panjang, lalu mulai menunjukkan senyuman terbaiknya yang sebenarnya dilakukan Ludra dengan terpaksa.

Saat-saat itulah, semua mata tertuju pada Alisa yang menggaet tangan Ludra layaknya kekasih. Mereka sesungguhnya mengetahui dengan betul, bahwa Alisa adalah adik dari Ludra. Namun, mereka sebenarnya bukan saudara kandung.

Kabar itu memang benar adanya, bukan sekedar rumor belaka, tetapi sudah dibuktikan keasliannya secara sah dan tanpa adanya rekayasa.

Ludra dan Alisa memang berstatus saudara, tetapi Ludra bukanlah anak keturunan asli dari keluarga Von Famalia. Tidak dikatakan dengan jelas siapa yang sudah melahirkan Ludra, tetapi menurut kabar yang sudah tersebar luas, Ludra adalah anak dari hubungan gelap.

Biarpun demikian, Ludra tetap diterima di masyarakat karena ketampanannya serta kepintaran Ludra yang memiliki wawasan luas. Itu sebabnya kerap kali Ludra diminta untuk mengurus perusahaan Famalia yang ada di luar negeri.

Alisa pun berjalan dengan dada yang membusung, dia mengangkat bahunya dan menunjukkan sikap sombong yang biasa dia lakukan ketika di depan para gadis-gadis..

Entah sudah berapa Alisa membuat Ludra malu di depan teman-temannya. Biarpun begitu, Alisa tidak memedulikannya dan memilih untuk acuh, setiap kali orang-orang di sana membicarakan tentang mereka.

"Ayo, duduk di sini, Sayang."

Kata 'Sayang' itu terus saja Alisa katakan. Ludra ingin sekali menegurnya dan meminta agar Alisa tidak lagi memanggilnya dengan sebutan 'Sayang' ketika berada di luar rumah.

Namun, bukan Alisa namanya jika tidak bisa membuat sensasi. Belum sempat Ludra mengucapkan kalimatnya, Alisa sudah lebih dulu menahannya untuk bicara dengan meletakkan satu jarinya di bibir Ludra.

Pertunjukan yang luar biasa, membuat hati setiap Hawa menjadi iri dan cemburu. Hal yang sama pun mereka ingin lakukan pada Ludra. Namun, apalah daya mereka yang hanya seorang penggemar saja, sedangkan Alisa berstatus saudara yang secara tidak langsung memiliki tempat khusu di hati Ludra.