Chapter 17.
BRAK ….
Seketika vas bunga yang berada di sana hancur berkeping-keping dan menjadikannya sebagai pelampiasan emosi. Bersamaan dengan itu, napas Baron Magnus memburu tak terkendali dan begitu juga dengan emosinya. Nicu mencona menenangkan Baron Magnus, tetapi usahanya sia-sia. Sebaliknya tubuhnya malah terpental beberapa meter.
Bukan hanya emosinya saja yang memuncak, tetapi Baron Magnus juga menunjukkan wujud aslinya yang sudah sejak lama tidak dia tunjukkan. Matanya yang semula hitam, kini berubah merah dan memancarkan cahaya kegelapan. Tidak berselang lama dari mulutnya mulai muncul sepasang taring dan kemudian terdengar suara raungan yang begitu keras.
Khau ….
Ketika suara raungan memuncak, saat itulah barang-barang yang ada di sana ikut pecah, terutama benda-benda yang berbahan kaca.
Nicu tidak menduga sebelumnya kalau kemarahan Baron Magnus akan sebesar ini. Apakah itu disebabkan karena Baron Magnus berasal dari Ras Alfa, yang membuatnya memiliki kekuatan besar sampai seisi ruangan tersebut menjadi hancur.
Nicu berusaha untuk berdiri dan menstabilkan keseimbangannya serta mencoba meraih kembali kesadarannya. Ketika, dia hendak mendekati Baron Magnus saat itu juga pancaran cahaya yang ada pada matanya membuat Nicu mengurungkan niatnya tersebut.
Nicu sadar, biarpun dirinya berasal dari Ras Belva nyatanya tidak sebanding dengan kemampuannya saat ini.
"Tuan, mohon tenangkan dirimu terlebih dahulu atau kau akan membut gedung ini menjadi hancur!" seru Nicu, langsung mendapatkan respon dari Baron Magnus.
Nicu mendapatkan tatapan tajam dari Baron Magnus, ada perasaan takut yang menggelayut di benak Nicu, sebab Baron Magnus terlihat ingin menerkam dirinya.
Tidak mau kalah, Nicu juga meningkatkan kewaspadaannya serta aura pembunuh yang pekat terpancar dari tubuhnya. Baron Magnus masih berdiam diri di posisinya, Nicu juga masih bertahan di tempatnya.
Pandangan mereka saling bertemu. Namun, tidak lama kemudian Baron Magnus mulai melunak. Sempat terlihat buku-buku halus mulai menyelimuti tubuhnya, tetapi tidak lama kemudian bulu-bulu tersebut hilang kembali.
Hal tersebut pula juga tampak pada diri Nicu, hampir saja dia berubah menjadi serigala andai Baron Magnus memang berniat untuk menyerang dirinya.
Namun, sepertinya dugaan Nicu salah. Tidak lama setelah itu, Baron Magnus kembali pada dirinya. Sepasang taring yang semula menghias di mulutnya kini sudah tidak ada lagi dan begitu juga dengan pancaran sinar pada mata Baron Magnus, kini berangsur-angsur hilang.
Nicu mengelah napas lega, dia menghilangkan aura pembunuhnya bersamaan dengan hilangnya aura pekat pada tubuh Baron Magnus.
Berselang beberapa detik kemudian, tubuh Baron Magnus menjadi lunglai. Dirinya tersungkur ke lantai, Nicu dengan respect segera menolong.
"Tuan," ingin sekali dia berkata-kata, tetapi Baron Magnus mengangkat satu tangannya yang mengisyaratkan, kalau Nicu tidak usah banyak bertanya.
"Aku baik-baik saja. Kau tidak udah mencemaskan tentang diriku," kata Baron Magnus dengan nada bicaranya yang berat.
Nicu mengangguk pelan dan segera memahami maksud dari perkataan tersebut. Baron Magnus pun segera berdiri dan Nicu mencoba untuk membantu. Namun, Baron Magnus menolaknya dan merasa dirinya bisa melakukannya sendiri.
Nicu pun mengambil jarak agar Baron Magnus tidak merasa tidak nyaman. Nicu tersenyum canggung ketika Baron Magnus menatapnya dengan lekat.
"Aku akan memberitahukan ini pada Fanny dan berharap dia bisa lebih ketat lagi melindungi Lars. Saat ini kita hanya bisa melindungi Lars untuk kontrak langsung dengan para Bangsa Vampire," papar Baron.
Tidak banyak kata yang bisa Nicu sampaikai lagi, sudah cukup ceritanya membuat gedung tempat dirinya tinggal itu hancur dan tidak ingin Baron Magnus kembali mengamuk.
"Kau …" Baron menunjuk Nicu, "Bertemanlah dengan Lars dan dekati dia secara langsung. Sudah cukup kau mengawasinya secara sembunyi-sembunyi. Setidaknya dengan kau berteman, maka kalian akan lebih akrab."
Mendengar perkataan itu, Nicu tidak langsung menjawab. Sulit baginya untuk bersanding secara langsung dengan Lars. Sudah sejak lama Nicu berada di dekat Lars dan selama itu juga dia tidak pernah sekali pun berniat untuk berteman dengan sosok seperti Lars.
"Permintaan dari pria tua ini memang sulit, tetapi ini cara satu-satunya agar kau bisa lebih kuat melindungi Lars dari Bangsa Vampire, setidaknya untuk saat ini kau harus benar-benar bisa mengambil kepercayaannya agar ketika dirinya membutuhkanmu, maka Lars tidaklah curiga," lanjut Baron Magnus.
Baron Magnus juga menambahkan kalau Lars beberapa kali bercerita, jika dirinya pernah melihat orang-orang yang memiliki pancaran aura aneh dan membut dirinya menjadi tidak nyaman.
Baron Magnus, percaya jika yang Lars lihat adalah para Bangsa Vampire yang menyamar menjadi manusia biasa.
Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Nicu pun menyanggupi permintaan Baron Magnus tersebut, meskipun dia tidak mengatakan apa-apa. Namun, dari caranya mengangguk-anggukkan kepala sudah membuat Baron Magnus bernapas lega.
Setelah perbincangan selesai, beberapa saat kemudian Baron Magnus memutuskan untuk kembali ke rumahnya dan membiarkan Nicu yang membereskan kekacauan ini sendiri.
Nicu tidak membantah apa lagi menyahkan Baron Magnus atas kekacauan yang terjadi di rumahnya. Dia hanya bisa mengelah napas panjang dan mengelus dada. Terdengar hanya satu kali Nicu menggerutu, setelahnya dia tidak berkata apa-apa dan mulai membersihkan rumahnya.
****
Kediaman Von Famalia. Di sana, Ludra tengah asyik berkutat di dapur. Kali ini Alisa meminta Ludra memasak untuknya. Ludra pun tidak membantah apa lagi berniat untuk menolaknya. Dia hanya tidak ingin rumah tersebut mencari kacau hanya karena tangisan Alisa yang seperti raksasa itu.
"Apa kata kakak, aku seperti raksasa?" tanya Alisa kesal, sambil memajukan bibirnya.
Alisa yang duduk di dekat meja makan itu, masih bisa mendengar gumaman dari Ludra yang berada di dapur.
Ludra sendiri hanya melirik sebentar pada adiknya itu, sebelum akhirnya kembali fokus memasak. Kali ini, Alisa ingin dimasakkan sesuatu yang spesial yaitu nasi goreng.
Nasi goreng? Benar, nasi goreng. Alisa begitu menyukai nasi goreng apa lagi yang dibuat oleh Ludra karena tidak ada nasi goreng yang selezat milik kakaknya itu.
Ludra sendiri hanya beranggapan, kalau Alisa hanya membual dan akan berkata manis ketika ada maunya saja.
Alisa pun terkekeh, dia tersenyum pada Ludra yang masih asyik mencampurkan berbagai jenis bahan makanan ke dalam nasi gorengnya.
"Sampai kapan aku harus menunggu nasi goreng itu matang? Aku sudah sangat lamar. Apa kakak berniat ingin membunuhku dengan cara membuatku kelaparan? Jika seperti itu aku akan benar-benar mati, Kak!" gerutu Alisa, sudah tidak sabar ingin segera makan.
Jika dihitung-hitung kembali, sudah lebih dari tiga puluh menit bagi Ludra memasang nasi goreng tersebut. Alisa yang sudah siap dengan piring beserta sendok dan garpu itu, merasa kalau Ludra memang sengaja membuatnya mati kelaparan di sana.
Ketika Alisa terus saja mencicit, Ludra pun tidak mempedulikannya. Dia malah semakin bersantai dalam hal memasak, seraya menjulurkan lidahnya meledek Alisa dari kejauhan.
Alisa pun mengerutkan keningnya, memajukan bibirnya dan merengek seperti bayi.
"Kakak … Awas kau …"
Ketika Alisa hendak membalas perlakuan Ludes tersebut, saat itu juga Ludra keluar dari dapur dan membawa satu piring nasi goreng yang sudah dipenuhi dengan toping di atasnya.
Seketika rasa kesal Alisa pun hilang dan melupakan perlakuan dari Ludra sebelumya. Alisa langsung antusias ketika nasi goreng itu dihidangkan di depan matanya.
Ludra sangat mengetahui selera dari Alisa. Adik perempuannya itu sangat menyukai nasi goreng dengan toping telur mata sapi, mentimun dan beberapa sayuran hijau lainnya. Ludra juga tahu, semakin banyak toping yang ada di nasi goreng, maka rasanya akan semakin nikmat.