Sepulang sekolah, layla membawa tas ranselnya ia mengetuk pintu kantor dan segera masuk kedalam kantor
"permisi."
Emma telah menunggu dirinya di meja kerjanya
"Hai Layla, kok mukanya panik gitu sih?" ledek Arin yang membuat Layla semakin gelisah
"Layla, tenang aja miss Emma gak gigit kok," ledek Ratih membuat Layla hanya terkekeh
Layla mendekati Emma yang sudah menunggunya ia menatap lurus ke arah jendela menatap dengan tatapan kosongnya
"miss?"
"kita belajar di kelas." Ajak Emma yang masih menatap muridnya dengan sangat tajam lebih tajam dari sebilah pisau
Layla berjalan mengikuti Emma di belakang tubuhnya, emma membawanya kembali kedalam kelasnya debaran jantungnya semakin kencang ia semakin ketakutan dan semakin sangat gelisah
"duduklah,"
Emma duduk tepat didepan layla mereka berdua menjadi sangat dekat
"buku bukumu, baca catatan yang sudah kamu catat tadi tanyakan dimana saja kamu tidak memahaminya." Emma bicara dengan tegas
Layla segera mengeluarkan bukunya tak sengaja kepalanya yang terlalu menoleh ke belakang membuat kancing bajunya terlepas dan menunjukan tanda ciuman di dadanya layla langsung menutupinya ia menatap mata Emma yang tergambar jelas perasaan kecewa
"aku dan Liana kami tidak ada hubungan apapun."
"oh, kamu telah disewa olehnya?"
Layla sangat tersinggung dengan kalimat pedas yang terlontar dari mulut gurunya ia mengerutkan alisnya
"kok ngomongnya gitu miss?"
"apakah segitu inginnya kamu untuk berhubungan seks hingga kamu mau menjual tubuhmu untuk seorang istri orang lain." Emma menyeringai tatapannya sangat penuh dengan kecewa
"Miss Liana tidak membeli tubuhku aku bukan wanita pekerja seks, miss."
"oh jadi kamu melakukannya dengan secara sukarela, luar biasa."
"aku gak gitu, aku cinta sama dia miss." Layla semakin dibuat terluka ia menitihkan airmatanya
"kenapa nangis? Sakit ya? Gimana perasaan seseorang yang cinta sama kamu kalau melihat kamu dengan sukarela memberikan tubuh kamu untuk orang lain?"
Layla hanya diam ia semakin dibuat menangis
"ibu kamu, orang yang cinta sama kamu menjaga tubuh kamu dengan baik harus di kecewakan oleh kamu yang memberikan tubuh kamu yang sudah susah payah mereka jaga hanya untuk wanita yang belum kamu kenal dengan baik."
"aku kenal gimana miss Liana, aku cinta sama dia aku mau nikah sama dia, miss."
Miss Emma terkekeh ia menyeringai "apa kamu tahu kenapa dia memakai rambut panjang palsu dan menutupi rambut pendeknya? Apa kamu tahu tatto apa yang ada di dadannya?"
Layla semakin dibuat bungkam
"kalau tubuh kamu dengan sukarela diberikan untuk memuaskan nafsu gimana kalau aku memberikan tanda juga di tubuhmu? Di pahamu dan di bagian niple mu?"
Layla sangat tersinggung ia benar-benar dijatuhkan mentalnya oleh wali kelasnya ia menangis sesenggukan
"kamu bisa memberikannya dengan sukarela kepada dia tapi kenapa tidak denganku?"
Layla menyeringai ia berupaya untuk melawannya dengan menyimpulkan
"jadi selama ini miss Emma adalah selingkuhan Miss Liana."
Emma tertawa terbahak-bahak ia mendekatkan wajahnya menatap kedua mata Layla
"aku akan terus memantaumu jika kau melakukannya lagi aku akan melaporkan miss Liana dengan kepala sekolah, kamu tahu kan kalau miss Liana sangat mencintai pekerjaanya sebagai seorang guru?"
"aku akan bertanggung jawab setiap apa yang aku lakukan."
Layla sangat marah ia pergi tanpa pamit ia menaruh kebenciannya terhadap wanita yang mulutnya lebih tajam dari sebilah pisau ia berjalan pulang dengan menggunakan mobil yang telah menjemputnya untuk pulang
"nona Layla, kenapa anda menangis?"
"tidak apa-apa aku hanya ingin menangis, apakah tidak boleh?"
Layla menangis sesenggukan kalimat yang dilontarkan Emma benar-benar masuk kedalam hatinya membuat mentalnya menjadi sangat terjatuh ia menghubungi sahabatnya Carmel
"tolong antarkan aku kerumah Carmel sekarang."
Emma menyederkan kepalanya di dinding ruangan kerjanya
"kepala sekolah Emma, aku ingin mengantarkan berkas ini padamu."
"baik, terimakasih."
Miss Rani belum pulang dari sekolah ia melihat emma yang terlihat sangat prustrasi dengan setiap kejadian buruk yang telah terjadi hari ini
"Emma, kamu adalah kepala sekolah pasti sangat melelahkan ya mengurus banyak sekali data kenapa kamu masih ingin mengajar kelas 10A Ipa?"
Emma menyeringai ia menutup wajahnya dengan buku dan mengucap kalimat sederhana yang terdengar pelan "karena aku bodoh." Emma menyeringai
"pulanglah, kamu tidak bisa mengurus semuanya sendirian."
Emma merapihkan semua bukunya kedalam tas dan juga laptopnya
"dimana Ratih?"
"bersama pacar barunya."
Emma kembali menyandarkan kepalanya ia menyeringai "Ran, maukah kamu menemani aku minum?"
"tentu, hatiku sedang sangat terluka aku benar-benar ingin membeli ayam pedas sebanyak mungkin hingga semua orang tak tahu kalau aku sedang menangis."
"baiklah, hari ini aku yang traktir."
Layla menangis sesenggukan memeluk erat tubuh sahabatnya ia benar-benar terlihat sangat rapuh ketika berada didalam dekapan hangat sahabatnya
******
Rani teriak sangat kencang ia melihat Emma yang tak berhenti minum sementara dirinya menangis sambil makan ayam esktra pedas
"kenapa hatiku sangat sakit setelah melihat ia memanggil sayang kepada laki-laki yang merupakan mantanku?" rani menangis sesenggukan ia terus meminum alkohol
Mereka berdua benar-benar tak terkendali didalam bar tersebut, Rani yang menangis sesenggukan dan Emma yang terdiam menatap kosong seraya terus menegak sebotol alkohol
"emma?"
Rose menepuk pundak Emma ia sangat terkejut setelah melihat Emma yang mabuk berat
"apa yang kamu lakukan kenapa menjadi seperti ini,Emma?"
Emma menghentikan minumnya ia berjalan sempoyongan pergi ke dalam toilet untuk membasahi kepala hingga kakinnya demi kembali mendapatkan kesadaran ia tidak mau berbuat onar yang akan merugikan
"Emma, ada apa?"
"hanya masalah di sekolah, tidak penting juga untukmu karena ini masalah kehidupan pribadiku."
"bohong, kamu seperti ini karena anakku." Rose terus memaksa emma untuk menjawab alasan ia mabuk
"Rani, ayo pulang."
Emma membantu sahabatnya untuk masuk kedalam mobilnya
*****
Layla mengenggam erat secangkir susu matanya sangat sembab akibat tangisannya yang tak berhenti
"kamu terlihat seperti sangat dihancurkan, ada apa Layla?"
"kenapa sih seseorang selalu membuat mentalmu terjatuh selalu menginjak harga dirimu dan selalu merendahkan dirimu hingga sangat rendah, tapi kamu tidak tahu dimana letak kesalahanmu."
"kamu yakin tidak tahu dimana letak kesalahanmu?"
"ini bukan tentang hidupku, aku tak pernah menangis karena percintaan aku tak selemah dirimu, mel." Layla tipikal wanita yang tidak ingin mengatakan apa yang membuatnya terpuruk
"baiklah, memang permasalahannya seperti apa?"
"jadi gini, ada dua orang guru didalam satu sekolah guru A dan guru B, seorang gadis ini mencintai si guru A hingga kelepasan mereka bercumbu di belakang sekolah dan si guru B pun melihatnya si guru B ini tidak mengadukan perbuatan mereka kepada kepala sekolah tapi dia justru menghancurkan mental gadis ini dia mengatakan kalau gadis ini memberikan tubuhnya secara sukarela dan seorang jalang si gadis ini tidak tahu dimana letak kesalahannya, menurutmu mengapa si guru B melakukan hal seperti itu?"
"tidak akan ada asap jika tidak ada api. Si guru B mungkin tidak suka kalau melihat disekolah ada yang berbuat tidak senonoh dia takut jika sekolahan di buat sebagai tempat untuk berhubungan seks."
"mengapa dia tidak mengatakan kepada kepala sekolah secara langsung agar gadis ini dikeluarkan dari sekolah?"
"karena dia tidak mau gadis ini dikeluarkan dari sekolah tapi dia juga tidak mau mereka melanjutkan hubungan percintaan mereka."
"karena si guru B ini jatuh cinta dengan guru A?"
"tidak, karena dia jatuh cinta padamu."
Layla tertawa terbahak-bahak ia menganggap jika pembicaraan sahabatnya hanyalah lelucon
"tidak ada seseorang yang jatuh cinta ingin melihat orang yang dicintai mentalnya hancur."
"menghancurkan mental bukanlah tujuannya, dia hanya ingin gadis itu tetap menjaga harga dirinya karena hanya dia yang bisa melakukan apapun dengan gadis itu."
"itu sangat lucu mel, ini tidak masuk akal."
Carmel tersenyum "terserah jika kamu masih keras kepala."
"aku harus pulang, sudah larut malam."
Setelah Layla pulang kerumahnya tak lama kemudian sekitar lima belas kemudian Emma pulang ia melihat adiknya Carmel yang berada didalam pelukan Deran sedang menonton film bersama
"kakak mabuk? Sepertinya aku tahu siapa guru A, B dan si gadis itu." Carmel terkekeh ia bangga karena kesimpulannya itu benar
"carmel, aku akan pergi ke kamarku."
Liana sedang dalam dilema ia terus saja berdiam diri selama kekasihnya Ploy terus merayunya untuk tetap tersenyum
"Ploy, aku mencintaimu."
Ploy tersenyum bahagia ia mencium pipi Liana dengan manja "aku sangat mencintaimu, Liana."
Liana memeluk erat tubuh Ploy mereka berdua tertidur di ranjang yang sama.
*****
Semalaman layla menangis didalam kamarnya ia memeluk erat sebuah guling, setiap kalimat yang dikatakan Miss Emma terus masuk kedalam hatinya membuat mentalnya semakin terjatuh
"kenapa dia harus hadir didalam kehidupanku? Ini sangatlah menyakitkan."