Chapter 12 - Bab 12

Emma berlari masuk kedalam kamarnya napasnya tersendat ia hampir kehabisan napas hingga harus memasukkan selang oksigen kedalam hidungnya menyandarkan tubuhnya di dinding dengan tangannya mengambil sebuah canvas ia mencampurkan beberapa warna di atas canvas 

Tok tok suara ketukan pintu dari dalam kamarnya, ia melihat seorang adik yang sedang sangat cemas dengan keadaan dirinya ia berdiri didepan pintu 

"Kak.." 

Carmel duduk di samping kakaknya ia menyandarkan kepala Emma di pundaknya ia mengambil canvas dari genggaman tangan Emma

"ini bagus banget. Tidak biasanya kamu menggunakan warna gelap biasanya kamu menggunakan warna pastel."

"sebuah warna memiliki makna."

Emma menyentuh setiap bagian dengan warnannya yang mencolok 

"lalu, apa arti dari campuran warna ini?"

"kecemasan didalam sebuah penghianatan."

Carmel tersentak ia menatap mata emma yang merah memperhatikan bibirnya yang sangat pucat ia mengusap bibirnya dengan jari jemarinya

"Tunggu disini, oke?"

Ptak ptak ptak carmel berlari menuruni tangga sesampainya di lantai bawah ia menangis sesenggukan, melihat kekasihnya yang terlihat sangat hancur membuat Deran tak kuasa hanya diam melihatnya menangis ia memeluk kekasihnya menempatkan kepalanya untuk bersandar di rengkuhannya

"kita pasti bisa melalui ini bersama."

"aku harus segera memberikan itu." 

Carmel mengambil pelembab bibir ia berlari mendatangi kakaknya yang terus menatap ke jendela kamar di sisi kanannya

"Ta-da! Ini dia, aku punya sesuatu yang bisa membuat kamu semakin cantik."

Melihat adiknya yang terlihat girang membuat Emma hanya tersenyum ia duduk disamping Emma 

"kemari, aku sebagai ibu peri akan merubahmu."

Carmel memegang wajahnya ia mengoleskan pelembab di atas kulit bibir emma yang sangat pucat

"yaampun, cantik banget."

Emma memegang kepalanya ia melepaskan selang dari hidungnya dan segera bergegas berlari ke dalam toilet ia menutup pintu toilet namun masih dapat terdengar suara muntahan dari luar toilet yang semakin membuat pikiran Carmel menjadi tak tenang, melihat kakaknya yang berada di dalam toilet membuat Carmel membuka laci di samping ranjang kakaknya ia melihat lima botol obat yang tergeletak tidak beraturan didalam laci

"sebenarnya kamu sakit apa, kak?" carmel mengeluh memegang kepalanya yang pening 

"Carmel?"

Teguran itu membuat carmel segera menutup laci kamarnya ia melihat kakaknya yang semakin dibuat pucat

"kak, kita ke dokter sekarang ya?"

Emma menolak keras dirinya ia kembali memasang selang oksigen di dalam hidungnya dan bersandar di dinding kamarnya 

"yaudah, kalo kamu gak mau kamu harus pergi tidur."

Emma mengangguk ia mengecup pipi adiknya dengan sayang 

"i love you."

Emma merebahkan tubuhnya diatas kasur dan mematikan lampu kamarnya 

"i love you too." 

Carmel menarik selimut ia menyelimuti tubuh kakaknya mengecup keningnya dengan sayang ia berjalan keluar dari kamar kakaknya untuk tetap kembali dengan kekasihnya

******

Rose pulang bersama kekasihnya Roy ia masuk kedalam rumahnya setelah melepas kepergian Roy dari bola matanya dan segera duduk bersandar di bangku sofa menghembuskan napasnya sangat panjang ia mengingat bagaimana keadaan seorang wanita yang ia temui di dalam bar

"masalah apa yang ia miliki hingga ia harus mabuk seperti itu, aku tak pernah melihatnya mabuk dia seorang wanita yang anti mabuk."

Rose berjalan menuju kedalam kamar anaknya ia melihat Layla yang telah tertidur pulas didalam kamarnya membuat Rose mengecup kening anaknya dan segera kembali kedalam kamarnya untuk pergi tidur

*****

Keesokan paginya Layla yang masih terluka dengan perkataan wali kelasnya kemarin membuatnya semakin malas untuk pergi sekolah 

"Layla bangun!!"

Ia tak memiliki kekuatan untuk bisa melawan perintah dari sang ibu, apa daya ia harus menuruti keinginannya dan segera pergi ke sekolah melupakan kalimat kasar yang dilontarkan wali kelasnya sepanjang waktu berada didalam kelasnya membuat Layla menggunakan headset untuk mendengarkan lagu

"i will say no say no kamu-kamu lelaki buaya darat ku ingin engkau jauh dariku." Ia melantun lagu dengan wajahnya yang sangat ceria

"Layla, kemarin aku melihatmu menangis kamu terlihat sangat sedih apakah terjadi sesuatu?"

Layla mengerutkan alisnya ia diselamatkan oleh kehadiran wali kelasnya yang masuk kedalam kelasnya 

"akhirnya penantian lamaku untuk menunggu miss Emma terbayar sudah, aku sangat merindukanmu Miss." Tomy berlutut memberikan setangkai bunga kepada wali kelasnya 

Emma mengambil bunga itu ia mengetuk kepala anak murid nakalnya itu dengan bunga "belajar dengan banar, sudah kembali sana ke bangkumu."

"tapi tolong terima bunga pemberianku, ya."

Emma mengangguk ia meletakkan bunga itu diatas meja kerjannya lalu ia membuka buku dan laptopnya

"baiklah, kita akan lanjutkan halaman tujuh."

Emma menorehkan tinta diatas papan tulis ia membuat tulisan dari buku rangkumannya 

"miss, maaf itu huruf a atau x ya?"

Emma mencari letak huruf yang ditanyakan oleh muridnya namun kepalanya sangat pening untuk menatap papan tulis ia hampir saja terjatuh hingga akhirnya ia duduk dibangkunya

"sekretaris, tolong buat catatan di papan tulis."

Layla berjalan maju untuk mengambil buku rangkuman emma

"berikan buku rangkumannya."

Emma mengerutkan alisnya dengan bingung "kamu sekretaris?"

Layla mengangguk ia melihat wali kelasnya yang tak seakan tak pernah menganggapnya mampu untuk menjadi sekretaris kelas

"setiap orang kan punya kekurangan dan kelebihan."singkat Layla ia mengambil buku rangkuman milik wali kelasnya dan segera melanjutkan catatan yang telah ditulis

"permisi, Miss Emma?"

Emma menoleh ia melihat kehadiran Arin yang berdiri didepan pintu menunggu izin masuk darinya

"masuk,miss."

Arin memasuki kelas ia mendekati emma dan berbisik di dalam telingannya, apa yang mereka lakukan membuat Layla yang sedang menulis di papan tulis terus melirik mereka berdua

"setelah membuat catatan kalian buka LKS halaman dua belas dan kerjakan kumpulkan jam istirahat."

"iya, miss."

Monik tak sengaja menyenggol sikut Karen hal itu tentu membuat Monik sangat panik "maafkan aku, kumohon." Monik memohon maaf ia tak ingin kehadirannya dijadikan sebagai alasan untuk Karen berhenti sekolah setelah memohon maaf Monik segera melanjutkan pelajarannya

"Monik, temui aku jam istirahat di belakang sekolah."perinta Karen dengan eskpresinya yang sangat dingin

"baik, aku akan datang."

Emma menemui seorang pria tua yang telah lama menunggunya, semua guru disana memberikan jamuan pria tua tersebut dengan penuh hormat 

"sudah sangat lama tidak bertemu denganmu, ayah."

Anak dan ayah itu kini berpelukan dengan erat sang ayah menitihkan airmatanya memeluk putri kesayangannya tergambar senyuman bangga di wajahnya

"aku sangat merindukanmu, anakku."

Emma yang melihat semua guru berbaris disana dengan memasang ekspresi bingung dan terkejut

"kalian bisa pergi."perintah Emma membuat mereka perlahan satu per satu pergi dari sana

"sudah sangat lama aku tak melihatmu."

Emma tersenyum "sebuah kehormatan untukku karena kedatangan seorang gubernur sekaligus pengusaha didalam sekolahku, terimakasih banyak atas waktumu." 

Sang ayah terus menatap wajah emma yang sangat pucat "jadwal kerjamu memang sangat padat tapi kamu juga harus memperhatikan kondisi kesehatanmu, nak."

Emma tersenyum ia mengangguk mengingat perintah dari sang ayah yang terlihat cemas dengan keadaannya meskipun ia tak yakin apakah ia bisa istirahat atau tidak setelah mendapatkan setumpuk dokumen yang dapat memajukan sekolah internasionalnya.

******

"Miss Liana." Panggil Layla yang sudah keluar kelas untuk pergi ke kantin sekolah

"maaf Layla, aku sedang sangat terburu-buru nanti pulang sekolah aku akan menemuimu."

Layla tersenyum ia memahami betul padatnya jadwal kerja Liana membuatnya segera berlari menuju kantin ia melihat Karen dan Monik yang sedang bicara ia tak sengaja mendengar pembicaraan mereka

"saat kita di NY, kamu telah banyak sekali bohong padaku,Mon."

"harus berapa kali lagi aku mengatakannya kalau dia hanyalah sahabatku, Ka?"

"beranikah kamu untuk bersumpah?" 

Karen menantang Monik dengan tatapan sinisnya ia menatap dengan penuh pertayaan dan perasaan kecewa yang dapat tergambar jelas dari kedua bola matanya.