Menyebalkan karena harus menggunakan sepatu tinggi ini, terlebih di cuaca yang super panas. Tapi sekali lagi bukan itu yang membuat Ashlea merasa kesal karena harus bekerja di luar.
"Ahh!" Ashlea tidak merasa bahwa ia harus kesal dengan berbagai hal yang sepertinya sangat mudah untuk manusia biasa.
Devano. Dialah yang membuat Ashlea harus melakukan semua ini. Ashlea pikir dengan memberikan laporan itu, pekerjaan dna penderitaan serta hubungannya dengan Devano telah berakhir, tapi Ashlea salah besar.
"Aku tidak minum tadi malam, tapi kenapa tubuhku lelah." Ashlea bermonolog dengan dirinya sendiri saat keluar dari kamar mandi, ia menyumpal tumitnya dengan tisu basah, tumitnya terluka karena terlalu banyak bergerak dengan sepatu itu.
Ingin sekali rasanya ia melemparkan sepatu itu, sayangnya sepatu hitam bersih yang mengkilat itu ia dapatkan dari Defansa. Sepatu itu salah satu kekuatannya untuk tetap berjalan, bersama Defansa, untuk bahagia.
"Sepertinya sepatu itu sudah terlalu kecil untuk kakimu." Devano melipat tangan, dan langsung berjalan ke mobil setelah Ashlea nampak.
Bukan urusanmu. Mungkin itulah kalimat yang ingin Ashlea ucapkan, tapi ia terlalu malas.
"Kemana lagi kita harus pergi?"
"Menemukan seseorang yang sesuai dengan kriteriamu."
Memangnya Ashlea hendak mencari jodoh, kenapa juga harus menyuruh Ashlea memilih mereka. Sebenarnya bisa saja Devano sendirian mencari artis untuk iklan yang telah ia dapatkan kembali berkat Ashlea ini, tetapi dia tetap menyiksa Ashlea sampai akhir.
Tak banyak pembicaraan yang mereka lakukan selama diperjalanan yang cukup jauh memakan waktu kurang lebih setengah jam sampai mobil terparkir di sini, hanya beberapa ucapan dan balasan singkat tentang proyek mereka kali ini.
Ashlea jujur sangat membantu dalam pekerjaan kali ini. Devano ingin mengakui itu, tapi egonya terlalu tinggi untuk memuji atau berterima kasih kepada gadis yang belum genap seminggu berada di sisinya, bahkan ia belum tau asal-usul gadis yang sama sekali tak peduli apapun tentang dirinya, tidak seperti gadis lain yang selalu mencari cara untuk mendapatkan perhatiannya.
Apa dia sudah memiliki pacar yang lebih hebat dan tampan dariku? Pernah sekali Devano berpikir demikian. Ya wajar saja dia berpikir demikian karena dirinya sebagai lelaki normal pun kagum dengan proporsi tubuh Ashlea serta wajah cantiknya yang Devano akui. Tapi bukan alasan Devano suka dengan Ashlea, ia hanya kagum sebagai lelaki normal itu saja.
"Kenapa kau memandangku dengan aneh?"
Devano segera mengalihkan pandangannya dan buru-buru melepas sabuk pengaman. Salah tingah atas teguran Ashlea yang diluar kehendaknya.
"Aku pikir kau butuh bantuan melepaskan itu."
Dua makhluk dingin itu sama –sama bertemu dan jadilah kebekuan. Hanya itu.
"Tak perlu."
Ya, Devano tak serius juga saat menawarkan bantuan.
Jika Devano pikir-pikir lagi, tak banyak wanita yang ia ijinkan duduk di jok depan mobilnya itu, hanya Nina sejauh ini, seorang anggota tim yang sudah lama berada bersamanya.
Tapi aneh karena Devano tak berprotes saat Ashlea langsung duduk di jok depan mobilnya.
"Kau tidak akan pergi ke sana?"
"Tidak untuk sekarang."
"Apa maksudmu?" Ashlea jelas mendengar tadi mereka akan pergi ke ruangan yang bertanggung jawab dengan para artis, tapi Devano malah berjalan kea rah restoran agensi, bukan ke tempat yang dimaksudkan tadi.
"Kesejahteraan anggota. Itu yang aku lakukan sekarang. Bagaimana orang memandang aku sebagai ketua tim jika melihat kau pucat karena kelaparan nantinya."
"Tak perlu." Ashlea menolak dengan sangat tegas ajakan makan siang itu. Pertama kali Devano bersikap luluh kepadanya, tapi yang didapat hanya perlakuan tak wajar.
"Apa maksudmu tak perlu. Kau lagi-lagi tak mendengar perintahku sebagai ketua tim!" Nada suara Devano meninggi, marah karena dirinya merasa terhina. "Bergegaslah!" ucapnya kali ini dengan nada dingin yang menakutkan.
Mau tidak mau Ashlea berjalan malas dengan wajah datar, bukan ia takut atas bentakan Devano. Bentakan Devano tadi tak mengubah pikirannya untuk menolak, tapi ia ingin bekerja lama di perusahaan ini, mengingat betapa susah payahnya Defansa menemaninya untuk sampai diterima di perusahaan ini dari banyaknya perusahaan yang ia masuki, hanya perusahaan ini yang menerima latar belakang masa lalunya.
Keduanya kini sudah duduk di sebuah restoran yang mungkin akrab bagi pegawai di sini. Restoran dengan penampakan aesthetic beberapa musik barat yang sendu menemani suasanya restoran yang berlatar cream ini. Tak besar tapi cukup untuk dibilang mewah.
"Kau datang lagi?"
"Iya begitulah, pekerjaan."
Seseorang yang cukup asing langsung duduk tanpa diperintah, seolah dirinya diijinkan duduk. Tapi tatapan Ashlea yang cukup tajam membuat gadis berambut pirang menyala itu langsung merasa tak nyaman.
"Ahh sepertinya kau bersama seseorang, apa aku mengganggu kalian?"
"Tidak." Senyum sedikit sebelum Devano menatap Ashlea, tatapan peringatan.
"Siapa dia?" tanya gadis yang juga tak Ashlea kenal dan tak Ashlea ingin untuk kenal.
"Anggota tim baru."
Gadis itu mengangguk atas jawaban singkat yang diberikan Devano kepadanya, sepertinya ia sudah puas dengan jawaban itu.
"Kau tidak ingin mengenalkan aku dengannya?"
"Tidak perlu, kalian tak akan pernah bertemu lagi, karena dia mungkin akan berhenti bekerja di timku dalam waktu dekat."
Ashlea menatap kepada Devano atas perkataani itu. Meminta jawaban tapi ia sadar bukan waktu yang tepat untuk bertanya sekarang.
"Ah sepertinya aku harus kembali sekarang," ucap gadis itu lagi sambil melirik kepada jam tangannya. "Mampirlah jika ada waktu nanti."
Devano hanya tersenyum dan mereka berpamit atas kepergian gadis itu.
"Dia sangat cantik, bukan?"
Ashlea tak berkeinginan untuk menjawab dan fokus pada buku menu di depannya.
"Tapi dia tidak menyukai laki-laki, dia lesbi."
Informasi yang sangat tidak Ashlea butuhkan.
"Setidaknya katakan satu kata untuk membalasku." Devano merasa kesal karena berbicara dengan tembok. Sebenarnya ia juga malas untuk berbicara pada Ashlea, ia bahkan cenderung benci dengan gadis ini, tapi orang-orang akan menganggap aneh jika duduk bersama tapi suasana yang canggung.
"Apa itu perintah dari ketua tim?"
"Ya!"
"Lantas ijinkan aku bertanya sebagai anggota timmu. Apa maksud pernyataan bahwa aku tidak akan lama bekerja di timmu?"
"Kau akan aku pindahkan setelah menyelesaikan proyek ini." Devano menjawab dengan sangat santai sembari memberikan menu dan mengucapkan pesanan kepada pegawai restoran. "Kau pesan apa?" tanya Devano kepada Ashlea.
"Terserah kau saja."
"Berikan yang sama denganku."
"Tanpa bawang putih." Ashlea menyahut.
"Pasta tanpa bawang putih?" Mungkin terdengar aneh sehingga pegawai itu bertanya ulang. Sedang cita rasa pasta ada di minyak bawang putihnya.
Tapi itulah Ashlea.
"Baiklah," ucap pegawai itu kemudian setelah melihat tatapan Ashlea yang tajam tanpa keraguan.
"Tidak hanya dirimu yang aneh, ternyata seleramu juga aneh." Devano berkata.
"Kemana kau akan memindahkan aku?"
"Kemana pun yang kau mau," ujar Devano sembari menerima air putih sebagai hidangan yang disajikan untuk menunggu. "Terima kasih," ucapnya pula pada pegawai itu.
Menyebalkan. Ashlea memang tidak terlalu menyukai tim ini sejak awal. Tapi rasanya menyebalkan jika harus dipindahkan dengan cara seperti ini.
"Aku tidak akan pindah," kata Ashlea.
Mengejutkan karena Ashlea selalu membuat pernyataan yang susah untuk Devano bantah.
"Itu urusanku, bukan urusanmu, aku ketua timnya bukan kau!"
Hening sebentar.
"Kalau begitu sepertinya aku terpaksa harus melakukan ini."
"Melakukan ap—"
Sebuah ciuman yang panas mendarat di bibir Devano. Secara tiba-tiba saja Ashlea bangun dari kursinya dan mendaratkan bibirnya di bibir Devano. Lak-laki itu terkejut dengan perlakuan Ashlea yang tiba-tiba, gadis itu memagut sekali, dua kali dan tiga kali, tapi Devano tak sama sekali bisa menolak perlakuan itu.
Sangat nikmat, pikirnya.
"Kau tidak boleh memindahkan aku sekarang," ucap Ashlea sembari mengelap bibir Devano denan tangannya. "Apa yang akan orang rumorkan nantinya? Devano sengaja memindahkan anggota tim yang ketahuan berkencan dengannya? Itu perbuatan yang sangat tidak professional, bukan?"
Senyum Ashlea itu mengisyaratkan kemenangan, dan Devano benar-benar kalah telak.
Gadis ini memang gila, apa saja bisa dia lakukan. Devano merasa tertantang sekarang.