Seminggu telah lewat dari kejadian di restoran tempat makan itu. Keduanya maish bersikap normal seolah tidak terjadi apa-apa, masih bekerja keras untuk proyek itu dna melupakan kejadian yang sudah lampau.
Semuanya masih sangat tenang sampai pada saat salah satu dari mereka menemukan unggahan anonim yang menarik perhatian banyak orang.
"Bukankah itu ketua tim kita? Siapa gadis ini?" kata salah satu dari mereka berbisik-bisik melihat punggung dan rambut panjang dari gadis yang berciuman dengan ketua tim mereka.
"Jadi ketua tim kita sudah memiliki pacar?" ungkap kecewa lainnya.
Meski dengan ketegasan diatas rata-rata yang kadang membuat seluruh isi perut keluar apabila sudah terkena tegur oleh Devano terkenal galak, tetapi tak seidkit juga yang menyimpan rasa dan kekaguman pada lelaki itu, entah apa yang membuat mereka tertarik pada sosok gila kerja seperti Devano.
Ya, Devano terkenal akan kegilaannya dan obsesinya pada pekerjaan, itu yang membuat semua orang percaya bahwa laki-laki itu tak sama sekali memiliki waktu untuk bertemu dengan perempuan di luar sana, apalagi sampai berkencan secata terang-terangan.
"Apakah ini berarti dia tidak gay?"
Ya, ada rumor juga yang mengatakan bahwa Devano itu gay, alias tak menyukai perempuan. Pasalnya lelaki itu sama sekali tidak melirik sedikitpun kepada semua artis yang bekerja sama dengan mereka, selama ini. Meski ada beberapa artis yang secara terang-terangan menyatakan perasaan dan mengajak berkencan, tapi Devano selalu berkata, "Aku tidak berkencan dengan rekan kerja, apabila putus itu akan membuat canggung dan rasa tidak professional padamu."
"Jadi dia tidak gay, melainkan sudah ada hati yang dijaga!" ungkap lainnya dengan bersemangat.
"Akhirnya rumor sialan itu hilang juga, jadi ketua tim kita tidak lagi dirumorkan gay dan segala macam, kan?"
Semua orang merasa bersemangat dengan video itu, kecuali satu orang yang sejak tadi mendengarkan namun berusaha untuk tetap terlihat tidak peduli dengan tangannya yang tetap mengetik meski tak tahu apa yang ia ketik.
"Nina, bagaimana pendapatmu?" Akhirnya salah satu dari mereka bertanya. "Apa mungkin kamu udah tahu kalau ketua tim sudah memiliki pacar? Tapi kamu diam saja dan tidka memberitahu kami? Jahat sekali."
Nina hanya diam tak menanggapi, hanya tersenyum masam. "Bagaimana aku tahu privasi ketua tim," jawabnya singkat.
"Heyy ayolah, kau adalah orang yang paling dekat dengan ketua tim kita sejak awal. Tidak da yang dia panggil saat hari libur kecuali dirimu."
Nina tersenyum, mengaitkan rambut pendeknya ke belakang telinga.
"Apa mungkin wanita di video ini adalah kamu?" ucap salah seorang berasumsi.
"Tidak mungkin, lihat rambut panjang dan cokelatnya, sangat berbeda dengan rambut Nina yang pendek dan hitam."
"Benar ju—" Terpotong ucapan gadis dengan kecamata baca dan pensil yang menyelip di telinganya saat Ashlea melewati mereka hendak menuju ke dalam ruangan Devano.
Mereka semua saling bertatapan, kemudian memiliki pemikiran yang sama mereka menyamakan punggung Ashlea dengan wanita yang ada di video.
"Aku tidak sendiri, kan?"
"Aku pikir aku juga berpikir sama sepertimu."
"Tak banyak orang yang mengecat rambut mereka menjadi cokelat kusam seperti ini hanya ... Ashlea yang pernah aku liat."
Mereka semua saling pandang setelah pemikiran mereka menjadi satu. Ashlea. Wanita di video itu adalah Ashlea, mereka tidak salah lagi.
*******
Hari ini adalah hari yang paling ribut bagi Ashlea. Mejanya dikelilingi dengan orang-orang yang memiliki banyak waktu untuk mengurusi hidup orang lain.
"Jadi benar itu adalah kamu?"
"Kau berciuman dengan ketua tim?"
"Ahh aku sangat iri."
"Aku pikir setidaknya aku bisa menyentuh tangannya selama bekerja dengannya, tapi nyaris tidak pernah!"
"Bagaimana cara kau menggodanya? Kau baru saja masuk di tim kami, apa kau sudah memiliki hubungan sebelum masuk di tim kami?"
Ashlea muak. Dengans seribu pertanyaan yang bising menyerbu telinganya. Ashlea hanya ingin hidup tenang.
"Kalian tidak ada pekerjaan? Jika tidak bisa bantu aku untuk menyortir sampah itu?" Ashlea menunjuk kepada tempat sampah yang penuh, sudah waktunya untuk dibuang dan hari ini adalah tugas Ashlea untuk mengurus sampah dalam.
"Aku hanya penasaran, kenapa kau kaku sekali." Yang lainnya menjadi kehilangan semanat untuk bertanya, padahal mereka ingin mendengarkan cerita itu dari Ashlea. Bibir Devano pasti sangat lembut, ahh mereka akan gila jika terus memikirkan itu. Beruntungnya Ashlea.
Tak lama setelah para pengganggu itu pergi, Nina menghampiri Ashlea yang tengah sibuk memilah sampah berjongkok di sudut dapur.
"Aku perlu bicara denganmu."
"Kau tak lihat aku sedang sibuk? Jika tidak terlalu penting bisa kau lakukan nanti?"
Ashlea tidak mempedulikan Nina yang ada di belakangnya dan hanya sibuk menyelesaikan pekerjaannya yakni menyortir sampah.
"Wanita itu apakah dia benar kau?"
Helaan nafas berat keluar dari hidung Ashlea. Lagi-lagi ia mendapat pertanyaan yang sama, pertanyaan yang malas ia bahas.
"Silahkan berpikir sesukamu, jika kau anggap wanita itu adalah aku, silahkan saja." Ashlea berlalu membawa sekantong sampah untuk diletakkan di lobi utama, ada customer service yang perlu membuang sampah secepatnya.
"Apa hubunganmu dengan Devano?!" teriak Nina menghentikan langkah kaki Ashlea.
Jika Ashlea tidak salah, hanya Nina yang memanggil Devano dengan nama laki-laki itu selain dirinya. Sedang pegawai lain selalu memanggil Devano dengan sebutan ketua tim, itu mmebuktikan bahwa Nina sudah akrab dengan Devano.
"Menurutmu?" tanya Ashlea balik.
"Kau berkencan dengan Devano?"
"Kau pikir begitu?" tanya Ashlea lagi. "Maka anggap saja seperti itu." Ashlea sangat acuh, ia membiarkan Nina dengan tangan yang mengepal. Ashlea bisa tahu bahwa gadis itu menyukai Devano.
"Siapa suruh terlalu penakut untuk menyatakan cinta," geming Ashlea.
Selepas kepergian Ashlea, di balik dinding dapur ada seseorang yang sudah mendengarkan percakapan mereka sejak tadi. Devano. Ya, lelaki itu sejak tadi berdiri di belakang dinding yang tertutup dengan pintu, saat Ashlea keluar dari dapur, ia masuk ke dapur dan menemukan Nina masih berdiri di sana.
"Kau minum kopi?" tanyanya kepada Nina dan gelagapan dengan kedatangan Devano yang secara tiba-tiba. "Setahuku kau tidak pernah minum kopi." Devano menarik satu bungkus kopi sashet dari tangan Nina. Mereka sudah mengenal satu sama lain dengan baik.
"Oh ya, Nina. Perlu aku katakan, di kantor ini aku adalah ketua timmu, jadi panggil aku dengan selayaknya jika di kantor."
"Ma-maaf," kata Nina.
"Aku menghargai semua usaha dan kerja kerasmu, jadi jangan rusak karirmu dengan sikap ketidakprofesionalanmu."
Nina bergening, mendengarkan nasihat yang Devano berikan kepadanya. Hanya kepadanya Devano bisa bersuara santai seperti ini, perawakan tegas lelaki itu sudah tak nampak bagi Nina, Devano hanya laki-laki yang ia sukai, sejak dulu, sejak mereka memutuskan magang di tempat ini. Sejak tujuh tahun yang lalu.