Chereads / Ashlea's Rose / Chapter 12 - 12 - Perdebatan

Chapter 12 - 12 - Perdebatan

Kedua insan yang tidak saling sapa sudah tiga hari ini tiba-tiba berpapasan di lobi saat hendak pulang. Cuaca hujan dan beberapa lampu ruangan di perusahaan ini sudah mati menimbulkan efek yang cukup jenaka, mereka kikuk saat saling menatap.

"Kau bekerja lembur lagi hari ini?"

Ashlea mengangguk sebentar kemudian berlalu dengan cangkir kopi kosong di tangannya, sepertinya ia hendak meminta air hangat ke dapur utama sebab air hangat di divisi merek habis dan alatnya rusak serta kompor disana sudah lama tak digunakan jadi tidak yakin apakah masih berfungsi.

"Baiklah, semangat." Devano berkata seorang diri.

Bahkan Devano saja heran, bagaimana bisa orang secuek Ashlea. Setelah melakukan tindakan yang cukup melampuai batas, gadis itu masih terbilang cukup santai.

Sesampainya di ruangan, setelah emnyeduh kopi yang beraroma menenangkan, Ashlea menyenderkan tubuhnya di senderan kursi, memejam sedikit sembari menikmati sunyinya malam dan bau khas dari kopi mocca kesukaannya.

"Meski aku sudah menyibukkan diri, aku tetap gila merindukanmu, Defansa."

Selalu seperti itu, rasa rindu yang tak pernah runtuh, tak pernah mengurang meski sedikit. Ashlea selalu menyibukkan diri agar pikirannya tak memiliki waktu memikirkan hal lain, tapi tidak dengan hatinya yang selalu mengenang akan kehadiran Defansa.

"Aku akan gila jika ka uterus melakukan ini padaku, Defansa. Tak bisakah sekali saja kau hadir di dalam mimpiku, aku ingin bertemu denganmu sekali saja. Kenapa selama setahun ini kau tidak pernah hadir."

Mungkin karena kelelahan dan juga rasa letih batinnya, Ashlea tak terasa bahwa ia membiarkan kopi mocca kesukaannya dingin, tanpa ia sentuh sampai tengah malam karena ia tertidur.

Saat ia membuka mata, jam di dinding sudah melaju ke angka empat dini hari.

Bergegas ia menutup laptopnya dan menyeruput kopi mocca yang tak lagi hangat itu, kemudian keluar dari ruangan tempatnya bergelut semalaman. Saat ia sampai di rumah, matahari sudah memberi aba-aba untuk muncul, selepas ia mandi tak lagi ia sentuh kasur empuknya melainkan pergi untuk bekerja kembali.

Bukankah seorang akan mati jika terus seperti ini? Itulah yang diinginkan oleh Ashlea, mati tanpa diketahui bahwa dirinya mati.

"Nona Ashlea!"

Baru Ashlea menginjakkan kaki masuk ke dalam ruangan kantor, Fani si magang datang kepadanya, memberikan sebuah berkas yang entah apa.

"Ini yang kau minta kemarin," katanya dengan senyum sumringah, bangga karena Ashlea meminta tolong sesuatu kepadanya.

"Ah ya." Ashlea menerima setumpuk berkas itu dari tangan Fani.

"Dan ini!" Fani menghentikan Ashlea yang hendak berjalan melaluinya. "Aku tau kau suka kopi mocca, jadi aku belikan saat hendak berangkat kesini."

Melihat wajah si magang yang nampak tulus, Ashlea tak tega untuk membiarkan tangannya kelelahan memegang kopi mocca yang dibeli di kafe. Ashlea mengambilnya kemudian berlalu.

Pagi yang cukup damai seperti biasanya, saat Ashlea menatap ke arah ruangan Devano, lelaki itu belum datang, mungkin sedang melakukan peninjauan di luar.

Ashlea kembali, mengamati biodata dan resume singkat beberapa artis yang ditulis oleh Fani, si magang. Cukup bermanfaat untuk menambah pengetahuannya dan memutuskan siapa yang cukup bagus untuk diajak kerja sama, daripada ia harus bekerja di luar dan mendatangi satu-persatu orang yang cocok. Ini lebih efektif.

"Ashlea kita bekerja di luar hari ini!" Baru datang suara itu sudah membuat Ashlea muka, terlebih dengan sapaannya yang langsung mengajak Ashlea untuk bekerja di luar, pasti untuk mencari artis lagi. Ashlea muak harus tersenyum dan bertemu dengan orang banyak.

"Aku sudah menemukannya."

Devano berhenti, ia menatap Ashlea yang nampak yakin dengan ucapannya.

"Ini." Kemudian Ashlea menyodorkan sebuah kertas dengan biodata seseorang yang sangat terkenal, membuat Devano tersenyum geli dan tidak percaya bahwa dia harus melihat nama itu.

"Kau bernyali juga, atau karena kau tidak mengenalnya?"

Maksudnya? Ashlea hanya diam dan tidak mengerti, ia hanya bertanya-tanya di dalam hati berharap Devano bisa membaca pikirannya, nyatanya tidak.

"Cari yang lain, tidak untuk dia." Dengan tegas Devano mengembalikan kertas berisikan beberapa informasi terkait orang yang Devano hindari.

"Kalau begitu kenapa harus menyuruhku, jika pada akhirnya kau menolak pilihanku."

Hawa panas mulai terbentuk lagi, atmosfer di ruangan itu sudah berubah lagi. Setidap dua orang ini bertemu pastilah ada hawa menakutkan yang datang menyapa. Tak ada yang berani bersuara, mereka hanya berpura-pura tak melihat dan tak mendengar.

"Karena kau anggota timku."

"Apa hanya aku?"

"Kau yang menyarankan kita menggunakan artis yang sesuai dengan imej produk, kan? Apa aku salah?"

"Benar, tapi apa hanya aku yang bekerja? Aku sudah memenuhi pekerjaanku, tapi kau menolaknya, jadi kau yang harus mencarinya sendiri."

"Jadi kau mengatakan bahwa kau tidak mau bekerja? Baiklah. Nina kita akan bekerja di luar hari ini." Tatapan Devano tajam kepada Ashlea meski ia berbicara pada Nina, tak sama sekali ia lepaskan tatapan itu, begitu juga Ashlea.

"Kau akan mengganti artisnya?"

"Tentu saja."

"Aku harap kau professional dan tidak memasukkan masalah pribadi ke masalah pekerjaan."

Devano menyeringai, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Kau memintaku untuk professional?" tanyanya tak percaya seraya berjalan mendekat kepada Ashlea. "Bukan kau yang seharusnya melakukan itu? Kau memasukkan masalah pribadimu dan mengganggu pekerjaanku. Kau dan masalah sosialmu!" Pekikan Devano membuat semua orang terperanjat, terkecuali Ashlea.

"Jika kau tidak berkenan untuk bekerja, pulanglah! Tidak usah datang kesini."

Ashlea mengepalkan tangannya, menatap tajam kepada Devano yang juga menatapnya tak mau kalah.

Kedua orang itu sama sekali tak mau terkalahkan, mereka kekeh pada keputusan mereka satu sama lain, tak ada yang berniat untuk mengalah.

"Katakan, kau mau melakukannya atau tidak?" Pertanyaan yang sangat dingin, serta tatapan yang siapa saja melihatnya akan membeku, dipastikan.

"Akan aku lakukan." Ashlea menyahut dengan tegas.

Jika sejak tadi ia akan melakukannya, kenapa ia harus membunuh suasana seperti ini. Masih pagi dan semua orang sudah tegang akibat perdebatan itu.

Setelah keduanya berpisah dan akan bekerja di luar, para anggota tim yang lain baru bisa bernafas lega.

"Ahh tim kita sangat hancur." Salah satu dari mereka berpendapat.

"Aku selalu mengalami gangguan pencernaan dari sarapan yang aku makan karena perdebatan mereka," sahut yang lainnya.

"Lalu tidak mungkin sekali jika mereka berkencan, kan? Hubungan mereka tidak akan terselamatkan jika mereka berdua bersifat api, selalu kebakaran dan menghancurkan segalanya! Apa aku salah?"

"Tidak, kau betul sekali. Ya bisa jadi itu bukan Ashlea, lagi pula tidak hanya Ashlea yang berambut cokelat panjang, kemarin aku melihat seseorang dengan warna rambut seperti itu."

"Syukurlah jika begitu, aku khawatir jika itu memang Ashlea."

Pembicaraan pagi yang berakhir dengan praduga yang mereka putuskan sendiri. Lantas Nina yang sejak tadi menguping hanya menyeringai, puas dengan keadaan yang kembali berpihak padanya.