Chereads / Ashlea's Rose / Chapter 9 - 9 - Bekerja di Luar

Chapter 9 - 9 - Bekerja di Luar

Bukan terik matahari yang membuat Ashlea malas untuk bekerja di luar ruangan alias pergi ke lapangan. Namun, mereka. Ya, manusia yang berlalu lalang itu membuatnya merasa tak nyaman. Apalagi dengan tatapan mereka seolah menghakimi Ashlea tak pantas ada di dunia ini.

Sejujurnya, Ashlea pun ingin pergi jika saja ia tak berjanji pada seseorang untuk terus hidup dan bahagia. Bagaimana caranya? Sedang kebahagiaan Ashlea hanya ada Defansa, tapi lelaki itu malah pergi meninggalkan Ashlea.

Devano yang melihat Ashlea cukup berhati-hati menjadi heran. Dari luar nampak sekali hadis ini tak tersentuh oleh apapun. Devano bahkan ragu bahwa ada sesuatu yang membuat Ashlea takut di dunia ini, bahkan Ashela tak takut pada dirinya yang seyogyanya ditakuti oleh banyak orang.

Dia nampak berhati-hati.

"Kau sakit?"

Ashlea menatap Devano sebentar sebelum kembali melangkahkan kakinya, berjalan mendahului Devano.

"Bahkan dia berani mengabaikanku, untuk apa aku khawatir berlebihan padanya."

Devano sadar.

Dia ada dimana. Ashela seperti seorang asing yang baru keluar dari cangkang. Bahkan ia tidak tahu bahwa ada seuah gedung yang besar dan megah ini berdiri tak jauh dari kota.

"Kau tampan heran sekali, aku pikir kau bercanda saat nengatakan tak kenal artis, rupanya benar."

Devani berjalan mendahului Ashlea yang membuntutinya di belakang. Ashlea tak sama sekali tersinggung atas perkataan Devano yang ditujukan oleh Devano sebagai ejekan, sebab apa yang Devano katakan memang sepenuhnya benar.

"Kita ada di agensi." Ashlea menebak dengan tepat sebab ada sebuah tulisan dan beberapa poster tentang beberapa orang yang Ashlea yakin itu artis dari pakaian dan wajah mereka, meski semua itu nampak asing sekali.

"Kau pasti tidak punya televisi di rumah."

Ashlea tak menjawab ejekan itu lagi. Siapa bilang dia tidak memiliki televisi, ada kurang lebih tiga televisi di rumahnya. Satu di ruang tamu, lalu di ruang utama dan satu lagi di kamarnya. Hanya saja Ashlea mungkin lupa cara menghidupkan televisi.

"Kita akan mencari orang dengan imej yang sesuai produk."

Iya. Mungkin itu jawaban dari Ashlea dari diamnya gadis itu.

Devano yang dingin, dipertemukan dwngan Ashlea yang lebih dingin. Siapapun yang melihat mereka yakinlah bahwa keduanya tak boleh disatukan. Tak ada yang menghangatkan dan hanya ada kebekuan diantara mereka berdua.

"Halo, Pak! Ada yang bisa saya bantu."

Dari gerak-geriknya, sepertinya Devano sudah sangat sering datang ke tempat ini. Dengan bukti bahwa saat ia masuk ke dalam ruangan yang luas, terdapat lobi di depannya, seseorang langaung berlari dan menyapanya.

"Nona Calista, ada?"

Devano dan Ashlea langsung diarahkan ke sebuah rungan tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Calista? Nama yang bagus. Hanya itu yang Ashlea pikir.

Setelah masuk ke dalam ruangan yang penuh berbagai prestasi itu, Ashlea kagum, jujur. Rahangnya bahkan hampir jatuh jika saja ia tak menahannya.

Semua tembok yang mengitari luas ruangan ini sangat penuh dengan berbagai prestasi, tapi yang Ashlea lihat mereka memiliki nama yang berbeda-beda tiap penghargaan.

"Aku akan bermain dengan satu artismu."

Ashlea pun duduk setelah Devano selesai bertegur sapa dengan ramah. Wanita yang Ashlea pikir lebih tua darinya, tapi sabgat elegan dan memiliki energi yang masih tinggi, tidak sepertinya yang menjalani hidup dengan setengah hati.

"Ah dia anggota timku yang baru. Nona Ashlea."

Ashlea menundukkan kepala sedikit untuk sekedar menyapa sebagai bentuk kesopanan.

"Hai Nona Ashlea, senang bertemu denganmu."

Ashlea pula menjabat tangan wanita yang dipanggil Calista itu. Tanpa tersenyum, tanpa berkata. Begitulah dia.

"Dia yang meminta mengubah artis di produk itu?"

Devano mengangguk. Ashlea yang merasa bahwa dirinya yang menjadi topik pembicaraan hanya bisa diam saja. Tak ada memang yang harus ia katakan. Karena menurutnya ia hanya melakukan apa yang memang harus ia lakukan.

"Kerja bagus, Nona Ashlea."

Gadis yang mendapat pujian itu hanya mengatakan terima kasih dengan senyum simpel dan masam. Ashlea tidak terbiasa mengucap terima kasih juga tersenyum, baginya itu merepotkan sekali.

Lagi pula ia hanya melakukan pekerjaannya itu saja.

Tapi ia memang melakukan pekerjaan yang sanga bagus.

"Jadi kau akan mendatangani kontrak iklan dengan kami lagi?"

"Akan aku putuskan setelah aku menerima proposal kalian."

Itu artinya diterima.

Maka pekerjaan Ashlea seharusnya sudah selesai, kan?

Lalu kemana lagi mobil ini hendak melaju. Ashlea tiba-tiba saja mengantuk, ia menahan  matanya untuk tidak mengantuk tapi cukup sulit, apa pengaruh alkohol tadi malam masih ada pada dirinya? Ahh seharusnya ia tidak minum alkohol jika tahu bahwa dirinya harus bekerja di luar hari ini.

Sepertinya Ashlea sudh gila. Bisa-bisanya ia erbangun dan hari sudah petang. 

Saat ia membuka mata, lelaki itu, Devano duduk tenang sambil memakan sepotong sandwich sebelum kemudian memberikan satu potong yang baru kepada Ashlea. Dengan bingun Ashlea yang belum sepenuhnya bangun dari tidurnya dan nyawanya belum kembali seutuhnya menerima tanpa protes, memang ia akui perutnya juga tiba-tiba meronta meminta diisi. 

"Apa aku tidur terlalu lama?" 

Mendengar pertanyaan itu Devano melirik ke jam tangannya. "Sekitar empat jam." 

Ashlea gila. Benar gadis itu sudah gila. 

"Sekarang katakan, dimana aku harus menurunkamu?" 

"Ya?" 

"Kau akan ikut aku pulang?" 

"Ah tidak, aku akan turun di sini." 

"Memangnya kau tau ini di mana?" 

"Kalau begitu turunkan aku di terminal terdekat." 

Ashlea! Ayolah sadar!

Tidak Ashlea sangka bahwa Devano benar-benar menurunkannya di terminal pertama yang mereka temui. Memang benar-benar lelaki yang tidak mengerti wanita. 

"Kau akan bekerja di luar lagi besok, jadi jangan terlalu banyak minum." 

Mobil itu melaju setelah Devano mengatakan kalimat itu, membuat Ashlea termenung masih memahami kalimat Devano. 

"Dia tahu aku minum?" Ashlea mengecek bau mulut serta badannya. "Apa aku masih berbau alkohol?" Tapi tidak, Ashlea mandi dengan bersih bahkan selalu memakai toner di badannya. 

Memilih untuk tidak mempedulikan itu, Ashlea pun kembali berjalan di sepanjang jalanan yang sedikit aneh dan asing, tapi Ashlea yakin kakinya akan sampai di rumah. Ia selalu percaya pada kakinya, buktinya dulu setiap kali ia mabuk berjalan di jalanan yang asing, tapi pada akhirnya ia sadar, dirinya sudah terbaring kdi atas kasur kamarnya, ada malaikat mungkin yang menuntunnya sampai di rumah. 

Dengan sepotong sandwich di tangan, gadis itu berjalan lelah. Anehnya ia merasa lelah lebih besar daripada saat ia lembur, padahal ia sama sekali tidak bekerja hari ini. Hanya bertemu dengan pemilik perusahaan produk yang akan mereka iklankan, survei beberapa lokasi yang sekiranya sesuai untuk syuting, hanya itu saja. 

"Jika hendak berjalan kaki, kenapa meminta menurunkan di terminal terdekat." Devano melajukan mobilnya dengan pelan sekali, sangat jauh jaraknya dari gadis yang berjalan kaki itu, tapi masih terjangkau di dalam pandangan Devano. 

Bukannya Devano peduli pada gadis itu, hanya saja ini tanggung jawab seorang ketua tim terhadap anggota timnya, terlebih ini sudah malam dan sedikit gelap bagi seorang wanita berjalan sendirian saat ini.