Chereads / Bright Light / Chapter 22 - Bukti Jelas

Chapter 22 - Bukti Jelas

"Terima kasih, dengan kamu yang sholeh, kamu yang baik, taat dengan agama, tapi kamu masih mau menikahi gadis sepertiku," celetuknya.

"Mungkin aku belum bisa menerapkan hijabku setiap waktu. Um, aku belum bisa tepat waktu sholat 5 waktu bersamamu. Tapi aku bisa menawarkan janji kepadamu, untukku berubah karenamu, suamiku." lanjut Amanda dengan senyuman memperlihatkan kedua gigi gingsulnya.

"MasyaAllah, tabarakallah. Allah akan meridhoi setiap umatNya yang dengan tulus mau berubah," tutur Haykal.

Hanya sampai di tahap itu saja. Haykal belum akan menyentuh Amanda sampai nanti mereka menikah lagi secara sah di negara. Itu janji yang buat Haykal dengan Mami Tamara.

Mereka duduk berdua menikmati martabak manis yang dibawa oleh Amanda. Saat itu, Haykal kembali menanyakan mengapa bibir istrinya bisa berdarah seperti itu.

"Itu, kamu kenapa?" tanya Haykal.

"Berkelahi," jawab Amanda jujur.

Haykal meletakkan martabaknya dan menatap wajah Amanda dengan seksama. Memeriksa setiap inci kulit wajah istrinya, memastikan jika tidak ada yang memar lebih parah.

"Ustad, jangan berlebihan, deh!" seru Amanda.

"Saya bukannya berlebihan, tapi kalau nanti Mami kamu telepon, kan saya jadi yang disalahkan," jelas Haykal.

"Jika wajah kamu babak belur seperti ini, pasti Mami kamu tanya kenapa bisa begitu. Memangnya kenapa sih kamu harus berkelahi?" tanya Haykal.

"Suka aja!" jawab Amanda.

Haykal menatap dengan tatapan yang berbeda. Membuat Amanda mengaku jika dirinya berkelahi karena membela Nia, mencari keadilan untuk saudarinya.

"Tapi kan itu bahaya, Manda. Kalau kamu sampai terluka parah bagaimana? Saya khawatir!" ekspresi wajah Haykal membuat Amanda tertawa.

"Ustad tidak usah khawatirkan aku. Aku baik-baik saja, kok. Pembully itu juga sudah menerima ganjarannya. Tinggal besok … kita tunggu bagaimana seorang dibalik semua ini pertanggungjawabannya,"

"Ustad tenang saja, oke? Ayo makan lagi martabaknya." tukas Amanda menyuapi martabak kepada suaminya.

Mereka mungkin belum ada ikatan cinta, namun kasih sayang dalam diri mereka mulai tumbuh. Perlakuan Haykal kepada Amanda juga sangat lembut, begitu juga Amanda yang mampu menghormati Haykal sebagai suaminya.

Di pagi hari, Amanda mendapat kabar dari Devan jika Nia sudah diperbolehkan pulang. Namun, Amanda malah menolaknya. Ada hal yang ingin Amanda lakukan untuk mencari keadilan untuk saudarinya.

"Lu gila? Saudara lu mau pulang kok malah tidak dibolehin, sih?" kesal Devan. "Eh, maksudnya kamu," sambungnya.

"Kamu atur saja Endin untuk ikut skenario aku. Nanti aku kirimi kamu kata-kata seperti apa yang seharusnya Endin katakan nanti. Demi Nia." ucap Amanda menutup telponnya.

Haykal yang mendengarnya menjadi ingin tahu, rencana apa yang sedang dipikirkan oleh istri kecilnya. "Saya boleh terlibat?" tanyanya.

"Orang tua tidak perlu ikut campur masalah anak muda!" cetus Amanda masuk ke kamar memakai seragam sekolahnya.

"Tua-tua begini, aku juga suamimu." gerutu Haykal.

Usai sarapan, mereka segera berangkat ke sekolah. Rupanya, Endin sudah melakukan apa yang diperintahkan Devan dari Amanda. Endin menceritakan pembullyan yang terjadi kepada dirinya dan juga Nia.

"Kamu yang benar saja?" tanya salah satu siswi.

"Ini buktinya, dan juga lihatlah! Nia masih terbaring di rumah sakit, pihak sekolah juga tidak mau ikut bertanggung jawab, padahal dalang dari semua ini siswi dari sekolah ini," Endin menunjukkan bukti pembullyan yang di rekam sendiri oleh Tiana dan juga Aida.

"Ya Allah, siapa dia, Ndin? Siapa dalang dari semua ini?"

Amanda tersenyum kecut melihat pemandangan indah di kelasnya. Tak lama kemudian, tokoh utama dari topik pembullyan itu datang juga. Tiana dan Aida masih belum mengetahui jika kelima siswi yang diperintahkan menganiaya Nia sampai pingsan sudah di jebloskan ke kantor polisi oleh Azzam, sang pemilik Cafe.

"Tania, kamu tau tidak. Nia terkapar di rumah sakit sekarang, dia di bully oleh siswi sekolah lain, atas perintah seorang siswi dari sekolah kita," ujar siswi lainnya membuat Tania kaget.

"Kamu tau dari mana jika siswi itu dari sekolah sini juga? Maksudnya yang memerintah kelima siswi itu?" tanya Tania sedikit gugup.

"Lima? Kelima? Kamu dari mana kalau siswi lain itu ada lima?" tanya siswi itu.

"Ck, bodoh!" umpat Aida.

Semua menjadi menatap Tania. Gerak gerik Tania juga membuat seluruh murid di kelas menjadi aneh. Mereka seakan Tania lah siswi dari sekolah itu.

"Kalian kenapa menatapku seperti itu?" tanya Tania mulai panik. "Apa yang dikatakan Endin itu bohong!" teriaknya.

Saatnya Amanda beraksi, ia menarik merah Tania dan Aida dan menyeretnya ke depan kelas, tepat di depan papan tulis.

"Lu gila, Manda!" bentak Aida.

"Lepasin gue. Manda, lepasin gue!" tak masalah bagaimana cara Tania memberontak. Tapi genggaman tangan Amanda lebih kuat dari pada rontaan Tania dan juga Aida.

Dilemparnya mereka sampai terjatuh. Semua murid memandang Amanda dengan terheran-heran.

"Jam pertama, jam pelajaran siapa?" tanya Amanda.

"Pak Haykal,"

"Lah, aku kenapa tidak tahu jika jam pertama jamnya suami sendiri?" batin Amanda. "Ash, tapi sudah nanggung seperti ini."

Kembali, Amanda menarik kerah seragam Tania dan Aida. Kemudian meminta Endin untuk melakukan putaran video yang dilakukan Devan dan juga Nia pagi tadi.

"Assalamu'alaikum semuanya, sebelumnya aku minta maaf telah menyinggung kalian, Tania dan Aida. Aku benar-benar tidak tahu jika Tania menyukai Kak Devan, kakak kelas kita,"

"Lalu, Aida yang menyukai Ustad Haykal. Aku bisa merelakan kak Devan untuk Tania. Tapi, aku tidak bisa melakukan apa yang Aida inginkan untuk mendapatkan Ustad Haykal, karena selamanya ustad Haykal telah dimiliki orang lain,"

"Maafkan aku, tapi tolong jangan kirim kelima siswi itu lagi kepadaku, untuk memukuliku seperti ini. Kasihan Amanda, dia belum lama tinggal di sini, tapi kalian sudah menggangunya. Aku juga telah membuatnya repot karena aku sakit."

Begitu isi video tersebut dengan beberapa luka lebam di wajah Nia. Tania dan Aida mengelak semuanya. Mereka berkata jika mereka tidak tahu apapun masalah pembullyan tersebut.

"Bohong! Nia adalah pembohong. Aku tidak mungkin menyuruh seseorang untuk menganiaya dia, pasti ini cara dia aja ingin menjatuhkan reputasiku di sekolah!" tampik Tania.

"Iya, aku yakin. Nia ini ada yang menyuruhnya, mana mungkin Nia berani bicara seperi itu. Ini fitnah!" sahut Aida.

"Oh, ya? Lalu, bagaimana dengan ini?" Amanda menunjukkan video dirinya ketika di bully oleh kelima siswi itu.

Di sana, sangat jelas jika mereka masih menganggap Amanda sebagai Nia. Lalu mengatakan jika Nia harus menjauhi Devan, juga Amanda harus menjauhi ustad Haykal.

"Bohong! Semua itu bohong!" teriak Aida.

"Kamu bilang saja, kalau kamu yang ada dibalik semua ini. Kamu ingin menguasai ustad Haykal dan juga Kak Devan, 'kan?" Tania mulai membalikkan fakta.

"Aku melihatmu semalam di cafe bersamanya," imbuhnya.

Endin menatap Amanda, dia salah faham lagi tentangnya. Baginya itu tidak masalah, yang terpenting saat ini Amanda mampu meraih keadilan untuk saudarinya. Entah Endin atau yang lainnya akan mengira dirinya wanita seperti apa, itu tidak penting baginya.