"Kamu … kamu sama Kak Devan?" tanya Endin dengan curigaannya yang besar itu.
"Terserah kamu, mau percaya yang mana, Endin. Tapi hari ini, aku ingin mencari keadilan untuk Nia. Kalian berdua harus memenuhi panggilan polisi siang ini," tunjuk Amanda kepada Aida dan juga Tania.
Amanda tak pernah memaksakan seseorang untuk mempercayainya. Ia hanya ingin saudarinya mendapat keadilan yang sepantasnya dan drama segera berkahir.
"Aku tidak menyangka jika ada orang sebodoh Endin. Bisa-bisanya dia buta akan keadilan! Memang dia adlaah gadis bodoh! Uh, menyebalkan!" umpat Amanda.
Akan tetapi, baik Tania maupun Aida terus saja mengelak akan kenyataan yang sudah terbukti nyata. Merasa tak ingin ditindas lagi oleh Amanda, Tania pun mengajaknya berkelahi. Amanda sangat suka berkelahi, jadi mau bagaimanapun juga ia akan menantang apa yang sudah Tania berikan.
Terjadilah perkelahian diantara mereka, sampai ustadz Haykal datang dan harus melerai mereka. Keduanya tetap menerima hukuman, begitu juga dengan Aida yang masih duduk di lantai.
"Tapi, saya tidak salah, Pak!" Aida mulai membela diri.
"Saya sudah dengar sejak awal dari luar, kalian jangan membodohi saya!" kali ini ustad Haykal benar-benar marah.
Amanda hanya diam saja, ia menjawab ketika dirinya ditanya. Meski begitu, Amanda juga jujur dengan jawabannya. Sampai hukuman mereka datang, Tania merasa hukumannya tidak adil karena Amanda hanya dihukum berdiri selama 10 menit. Sedangkan dirinya dan Aida di paksa berdiri selama satu jam.
"Pak, nggak bisa gitu, dong. Itu tidak adil!" protes Tania.
"Adil bagi kalian. Jangan pikir saya tidak tahu tentang video itu, ya? Siang ini juga, kalian harus ikut saya ke rumah sakit untuk meminta maaf kepada Nia!" tegas ustadz Haykal.
"Tapi, bukan kita yang melakukan, Pak …." Aida mulai berbicara.
"Maaf, Aida. Tapi, saya lebih percaya dengan Amanda. Maafkan saya." ucap ustad Haykal dengan lembut.
Semua murid mulai berbisik tentang ustadz Haykal yang lebih memilih Amanda dibandingkan dengan Aida. Tentu saja hal itu membuat Aida semakin membenci keberadaan Amanda dan ingin sekali melenyapkannya.
Berakhir pelajaran yang diberikan oleh ustadz Haykal. Kemudian berganti dengan pelajaran olahraga. Mata pelajaran yang disukai banyak murid perempuan bersama guru olahraganya yang rupawan.
Di sana Tania dan Aida memulai aksinya lagi. Mereka berniat untuk mengunci Amanda di kamar mandi saat ia mengganti pakaiannya. Rencana itu mereka buat dengan pikiran yang kotor. Lalu, setelah Amanda terkunci, mereka akan mengguyur dari atas pembatas toilet menggunakan air dingin.
"Lihatlah, dia masuk ke sini," ujar salah satu siswi yang bertugas menjaga pintu.
Di jam olahraga, Endin tidak mengikuti olahraga tersebut, karena dirinya masih kesakitan pada sekujur tubuhnya. Ia sedang berbaring di unit kesehatan sekolah.
Ketika Amanda masuk ke kamar mandi siswi, Tania ada juga Aida terlihat sangat sinis. Mereka juga tidak bertegur sapa. Lalu, pada akhirnya Amanda masuk ke toilet dan aksi mereka pun dimulai.
"Mampus! Nikmati saja di sini sendirian, hahaha …." tawa Tania tertahan.
"Iya, siapa suruh dia main-main dengan kita." sahut Aida dan mereka saling tos satu sama lain.
Tak lama setelah itu, mereka berdua mengguyur dari atas pembatas toilet menggunakan air dingin tepat di kepala dan mengalir ke sekujur tubuh Amanda.
Amanda yang merasa kaget langsung berteriak. Ketika hendak membuka pintu, ia tersadar jika dirinya terkunci didalam sana.
"Woy, tolong bukain, woy!" teriak Amanda.
"Ash, sial! Dingin sekali, tolong bukain pintunya, aku mohon tolong bukain pintunya!"
Sampai Amanda lelah pun tetap saja tidak ada yang membukakan pintu toiletnya. Dari luar, Tania dan juga Aida juga memasang pengumuman jika toilet itu sedang rusak. Jadi tak ada yang akan masuk membantunya.
"Sialan, aku tukang bully malah kena bully? Awas saja, pasti yang melakukan ini tidak lain adalah Tania dan juga temannya itu!"
***
Di sisi lain, Devan yang masih setia menemani Nia pun dibuat kesal. Nia terus saja merengek minta pulang seperti bayi yang hendak meminta susu karena sudah sangat kehausan.
"Kak, ayo segera telpon Amanda atau Ustadz Haykal untuk mengurus administrasiku. Aku ingin pulang--" rengek Nia.
Devan tak tega melihat Nia yang terus merengek-rengek minta di bawa pulang. Tak pernah Devan bersikap lembut kepada Nia, tapi hari itu dia berperilaku lembut kepadanya karena tidak ingin Nia memaksanya lagi.
"Nia, kamu pasti akan pulang. Tapi tolong bersabar. Amanda dan Ustadz Haykal masih di sekolah. Tak bisakah kamu menghormati mereka?" tutur Devan.
"Nia, apa yang dilakukan oleh Amanda mencari keadilan untukmu, apakah kamu tidak ingin menghargai usahanya?" lanjut Devan.
"Dia sampai terluka, aku juga mendapat kabar bahwa di sekolah Tania dan juga Aida selalu merundungnya. Amanda juga membayar semua biaya rumah sakit. Apa kamu tidak ingin sehat dan kembali bugar berkumpul bersama dengan saudara kembarmu?" Devan begitu sangat berbeda saat itu.
Apa yang dikatakan Devan adalah kenyataan. Amanda mengeluarkan banyak biaya untuk Nia, saudari kembarnya melakukan operasi bedah plastik. Wajah Nia yang sedikit rusak karena pembullyan yang dijalani oleh Tania, membuat Amanda tidak kuasa melihat saudara kembarnya terkapar di rumah sakit.
"Bedah plastik yang dilakukan rumah sakit memang tidak merubah wajahmu. Tapi itu menutupi semua luka yang ada di wajahmu. Kamu tahu berapa biaya yang dikeluarkan oleh Amanda?" sambung Devan.
Nia menggelengkan kepala. Dia memang sadar diri bahwa Amanda begitu sangat menyayanginya. Akhirnya Nia pun mau melanjutkan pengobatan di rumah sakit tersebut.
"Kami tidak tumbuh kembang bersama. Aku pikir dia tidak akan pernah menerima aku karena aku adalah seorang gadis desa yang kampungan," ungkap Nia.
"Tapi ternyata tidak. Amanda menerimaku sebagai saudara kandungnya dengan tulus. Dia rela menggantikanku menikah dengan Ustadz Haykal dan pertaruhkan masa depannya," lanjut Nia dengan air mata yang mulai menetes.
"Kamu benar, kak Devan. Aku yang kurang bersyukur memiliki saudari seperti Amanda. Allah mengambil ayahku, kemudian Allah juga mengirim saudariku untuk selalu membantu diriku."
Keadaan Nia jauh lebih tenang. Devan begitu setia menunggu dan menemani gadis berkulit putih dan juga memiliki paras manis yang membuatnya terpana.
"Aku minta maaf jika aku selalu usil kepadamu. Tapi memang itu adalah karakterku, Nia. Gadis lemot, apakah kau mau berteman denganku?" Devan tiba-tiba mengulurkan tangannya.
Nia terus menatap mata Devan yang begitu tulus. Sebelumnya, Nia memang tidak pernah menatap seorang laki-laki seperti itu. Namun, ketika melihat Devan bertutur kata lembut dan juga memperlakukannya dengan baik, membuat Nia menjadi sedikit lebih tenang ketika bersama dengan Devan.
"Sebentar lagi aku akan lulus. Jadi, Aku ingin sekali berteman denganmu. Tapi kamu jangan berharap kalau aku tidak menghilangkan keusilanku kepadamu, hm?"
Nia pun tertawa mendengar lelucon yang Devan lontarkan. Sudah menjadi pekerjaan Devan usil dengan Nia. Tidak ingin melupakan satu momen pun di dunia putih abu-abu, maka dari itu Devan tidak akan pernah berubah untuk membuatnya kesal kepadanya.