Chereads / Bright Light / Chapter 10 - Duka Di Atas Pernikahan

Chapter 10 - Duka Di Atas Pernikahan

"Assalamu'alaikum, Nia. Bagaimana keadaan Pak Maliki?" Haykal pun datang.

"Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh, Ustadz. Ayah masih ada di dalam. Dokter belum juga keluar. Tadi pagi, keadaan Ayah sudah membaik, tapi entah kenapa tiba-tiba memburuk," jawab Nia semakin khawatir.

"Ini cobaan, Nia. Bersabarlah, Pak Maliki pasti akan baik-baik saja," ucap Haykal dengan lembut.

Mereka dikejutkan dengan kedatangan Umi Husna (Ibu Haykal), Roman (Kakak Haykal), dan Pak Sabar penghulu teman Roman. Mereka juga di panggil oleh pihak rumah sakit atas nama Bapak Maliki.

Pak Maliki sendiri ingin melihat Nia dan Haykal menikah saat ini juga. Meski harus menikah siri, namun Pak Maliki ingin menjadi saksi pernikahan salah satu putrinya sebelum ia pergi.

"Umi Husna?" ucap Nia.

"Assalamu'alaikum, Nia. Bagaimana keadaan Ayah kamu, Nak. Umi mendengar kabar dari rumah sakit, jika ayahmu meminta kami datang bersama penghulu," tanya Umi Husna kepada Amanda.

"Kamu, buka jilbab? Astaghfirullah hal'adzim, ada apa sayang? Kenapa kamu sampai membuka jilbabnya?" tanya Umi Husna lagi dengan kekhawatiran.

Beliau salah mengira bahwa Amanda adalah Nia. Saat Amanda bicara jika Nia ada di sebelahnya, Umi Husna baru saja sadar jika memang ada dua orang yang wajahnya mirip di depannya.  

"Sejak kapan kamu memiliki gigi gingsul Nia?" Umi Husna masih salah paham. "Astaghfirullah hal'adzim, dimana lesung pipimu itu? lanjut Umi Husna.

"Umi, dia Amanda. Saudari kembar Nia yang ada di Belanda. Nia ada di sebelahnya lagi, tak bisakah Umi membedakannya?" sahut Haykal melepas tangan Umi Husna yang terus memegang lengan Amanda.

Umi Husna begitu baik, dengan Amanda pun beliau memperlakukan dengan lembut juga. Haykal masih bingung kenapa Umi dan Kakaknya membawa penghulu datang ke rumah sakit. Kemudian, tak selang berapa lama, Pak RT, Pak RW dan juga Pak Kadus datang menyusul.

"Pak Maliki ingin kamu segera menikahi Nia," ucap Umi Husna.

Semua orang yang belum mengerti mejadi terkejut. Terutama Haykal, Nia dan Amanda tentunya. Mereka saling menatap satu sama lain. Langsung Umi Husna meminta mereka masuk ke ruangan dan bertemu dengan Pak Maliki yang sedang terbaring lemah.

"Ayah … tapi Nia belum siap menikah. Nia juga kan masih kelas 2, Nia juga masih pengen sekolah, Yah …." protes Nia dengan lembut.

"Ayah hanya akan pergi dengan tenang setelah melihat salah satu putri Ayah ada yang sudah Ayah nikahkan. Tolong …." ucap Pak Maliki dengan suara parau.

"Nia, ini baru pernikahan siri saja. Pernikahan akan di resmikan secara sah agama setelah kamu lulus. Demi Ayahmu saja, pasti Haykal juga tidak keberatan, 'kan?" ucap Umi Husna.

"Tapi, Umi … aku dan Nia--" ucapan Haykal terputus, ia tidak tega menolak nikah siri itu di depan Pak Maliki yang mungkin bisa di katakan sedang sekarat.

Nia berlari keluar. Amanda pun menyusulnya dan berjanji jika pernikahan itu akan tetap berlanjut. Semua orang dimintai tolong untuk menunggunya sebentar. Setelah itu, Amanda keluar dan berhasil menyusul Nia yang menangis di pojokan dekat tempat sampah.

"Astaga … kenapa dia mojok di dekat tempat sampah seperti itu? Memangnya tidak ada tempat lain lagi, kah?" sulut Amanda.

Amanda mendekati Nia dan menyentuh bahunya. "Ayolah, demi Ayah, masa kamu tidak mau memenuhi keinginannya?"

"Aku tidak mencintai Ustadz Haykal. Dan aku masih ingin mengejar cita-citaku, Manda … Tolong mengertilah!" tegas Nia.

"Oho! Bisa tegas juga kalau di situasi seperti ini. Ayo cepat menikah, Nia. Buatlah Ayah bangga padamu, atau dia akan terus meracau jika dirinya akan pergi jauh," desak Amanda menarik tangan Nia. "Nia, aku masih ingin bersama Ayah, tolonglah buat Ayah tidak pergi!" lanjut Amanda memaksa. 

"Tidak!" bentak Nia.

"Maaf aku membentakmu. Tapi, aku benar-benar belum siap untuk menikah. Ustadz Haykal juga tidak setuju menikah denganku, tolong mengertilah, Manda …."

Nia terus menolak akan dinikahkan dengan Haykal. Sedangkan Amanda sendiri sudah tak tega melihat Pak Maliki yang sudah putus asa. Tanpa pikir panjang, Amanda pun siap yang akan dinikahkan dengan Haykal sebagai gantinya.

"Menyesal-lah seumur hidupmu, Nia. Aku yang akan menggantikanmu menikah, jangan sesali keputusanmu itu. Sebab, aku sendiri juga akan menyesal menikah dengan mendadak seperti ini!" kesal Amanda.

Ia sudah menyesal lebih dulu mengambil keputusan itu. Namun, tak ada cara lain lagi untuk mewujudkan keinginan Ayahnya itu. Ia masuk ke ruangan dan mengatakan jika dirinya yang akan menggantikan Nia.

"Manda, bagaimana? Apakah Nia mau menikah?" tanya Pak Maliki dengan suara paraunya.

"Ayah, Amanda juga putri ayah, bukan?" tanya Amanda.

"Tentu saja, kamu sama seperti Nia. Kamu juga putri ayah, kenapa kamu masih bertanya seperti itu?" jawab Pak Maliki.

"Apakah … Ayah tidak ingin menikahkan aku juga? Kenapa Ayah ngotot sekali ingin melihat Nia menikah?" lanjutnya. "Jika memang aku putri Ayah, maka Ayah harus menikahkan aku juga, dong!" imbuhnya.

"Manda, Ayah sangat … menyayangimu, tapi pernikahan itu harus terwujud. Sebab, Ayah juga sudah berjanji dengan Abi-nya Haykal dulu," jelas Pak Maliki.

"Ayah dan Abi-nya Ustadz Haykal kan tidak mengatakan harus Nia yang menikah lebih dulu, bukan? Karena Nia tidak mau menikah, Manda siap, kok … menggantikan tempatnya." ungkapan Amanda membuat semuanya terkejut.

Memang tidak di tunjuk siapa yang akan dinikahkan dengan Haykal waktu dulu. Itu semua hanya wacana saja ketika masa muda Pak Maliki. Baik, Pak Maliki maupun Abi-nya Haykal belum tahu jika istri Pak Maliki mengandung bayi kembar.

Manda menceritakan apa yang dikatakan Nia. Ia juga ingin membuat hati ayahnya lega karena sudah melihat putrinya menikah. Jadi, dengan suka rela Amanda berkorban mempertaruhkan masa depannya hanya demi bakti kepada Pak Maliki yang selama ini belum ia lakukan.

Awalnya Haykal menolak, namun Umi Husna dan Roman meyakinkan Haykal dan Pak Maliki kembali. Mereka juga akan tetap setuju jika Haykal menikah dengan Amanda.

"Bagaimana Ayah akan mengatakan ini kepada keluargamu di Belanda nanti Amanda?" Pak Maliki masih ragu.

"Yakinlah, Amanda bisa mengatasi ini dengan baik. Ayah hanya perlu memberikan restu saja kepada kami …." ucap Amanda meyakinkan Pak Maliki.

Setelah berbincang cukup lama, akhirnya pernikahan siri itu dilaksanakan. Dengan di saksikan, Pak RT, Pak RW dan Pak Kadus di desa mereka tinggal. Pak penghulu juga memberikan surat kecil bukti mereka sudah menikah siri hari itu.

"Qobiltu nikaha Amanda Syafara Zoetmulder binti Maliki Ahmad Wa Tazwijaha Alal Mahri Madzkur Wa Radhiitu Bihi, Wallahu Waliya Taufiq."

"Bagaimana para saksi?"

"SAH!"

Alhamdulillahirobbil 'alamin Allahumma Inni As'aluka Min Khairia Wa Khairi Ma Jabaltaha 'Alaihi. Wa A'udzubika Min Syarriha Wa Syarii Ma Jabaltaha 'Alaihi.

~Ya Tuhan, apa yang aku lakukan ini? Aku sudah menikah? Lalu, bagaimana aku akan mengatakan hal ini dengan Mami dan Barack. Apakah mereka mampu menerima semua ini? Aku masih berusia 17 tahun, dan aku sudah menikah? Semoga saja keputusanku ini sudah tepat~

"Setahun lagi, kalian bisa mendaftarkan pernikahan kalian di KUA. Meski begitu, kalau kalian berhubungan badan pun tidak haram," ucap penghulu.

Saat itu juga, Pak Miliki menghembuskan nafas terakhir. Ia bahagia melihat salah satu dari putrinya sudah menikah. Meski dengan nama yang berbeda, tapi Amanda juga putri kandungnya sendiri.

"Ayah, ayah bangun, Yah. Ayah!" teriak Amanda panik.

"Call doctor right now, please!"

Dokter langsung datang dan meminta semuanya untuk keluar. Nia kembali dan menanyakan apa yang sudah terjadi dengan Ayahnya. Namun, tak ada satupun dari mereka yang menjawab pertanyaan Nia.

"Manda! Tolong … jawab aku!" desak Nia.

"Ayah tak sadarkan diri, dan dokter sedang memeriksanya," jawab Amanda lemas.

Tak lama setelah itu, dokter keluar dan mengatakan jika Pak Maliki memang sudah tidak tertolong lagi. Beliau sudah meninggal saat dokter datang. Amanda terkulai lemas, ia syok mendengar kenyataan itu. Hampir saja ia akan terjatuh, dengan sigap Haykal menangkapnya.