"Apaan sih Dit??" Naya kesel.
"Gue kan mau pulang Nay, ko lo masuk sih?! Bukannya tadi lo mau nganter gue sampe depan? Giliran cowo tadi pergi aja lo langsung masuk lagi," ketus Dito.
Naya menggeleng sambil terkekeh, ia benar-benar tidak tau dengan sikap Dito yang terlihat berubah.
"Dito, aku masuk karena pegel berdiri terus di luar. Jadi aku duduk deh di sini," ucap Naya berusaha sabar.
"Gue Nay, Gue! Bukan aku." Dito memperingati kembali panggilan Naya.
"Hemm... Dit, gue masuk karena pegel berdiri terus di luar. Jadi gue duduk deh di sini," Naya mengulang lagi ucapannya tadi.
Dito kembali duduk, kedua kakinya disilangkan dengan kasar. Naya pun terheran, "Bukannya mau pulang? Bentar lagi kan ngojek Dit," tegur Naya.
"Males, gak dianter sama lo." ucap Dito lebih ketus.
Akhirnya Naya mengalah, ia bangkit dan mengajak Dito keluar kosan. Dito pun tersenyum dan mulai bangkit.
"Gitu dong! Kalau gitu Dito yang ganteng pergi dulu ya Mauren, kamu sehat-sehat di sini. Kalau kaka Naya jahat, bilang aja ya!" ucap Dito mengejek Naya.
Naya hanya melebarkan bibirnya acuh, ia memang melihat dengan jelas perubahan Dito yang lebih sering menampilkan sikap manjanya.
"Dah kaka Naya!!" pamit Dito menampilkan senyuman.
"Iya.." Jawab Naya tak mau mengulang kesalahan.
Naya pun masuk, lalu ia duduk di ranjangnya. Ia melihat cobek yang sudah ada di tangannya, "Apa aku coba bawa esok kerja ya?! Aku mau tunjukin sambel khas ibuku pada pak Hamdan, siapa tau pak Hamdan semakin yakin kalau aku bisa masak." gumamnya.
Tanpa berlama-lama, ia akan mencobanya terlebih dahulu. Naya akan mencoba masak sambel dan sayuran sisa tadi yang belum dimasak.
"Kita masak ​Mauren!" ajak Naya merasa senang.
Naya pun menyiapkan cobek, dan talenan. Lalu ia membersihkan cabe, bawang merah, dan bawang putih. Selanjutnya ia memotong kasar cabe dan bawang itu, kemudian ia memasukannya ke cobek yang sudah disediakan tadi.
Naya mengulek semua bumbu yang sudah dipotong kasar, lalu ia menambahkan sedikit garam dan penyedap lainnya. Bumbu yang diulek itu harus terlihat kasar sebelum diguyur oleh minyak panas.
"Kita panasin dulu ya minyaknya!" ucap Naya pada Mauren sambil menyalakan gasnya.
Wurrrr.....
Cssss.....
Minyak panas itu sudah dituangkan pada sambel yang sudah diulek kasar tadi, lalu ia memotong jeruk nipis berukuran kecil.
"Nah kan jeruk nipis ini ada macem-macem ukurannya, sekarang kita pilih yang kecil aja ya! Karena ukuran yang lainnya gak ada, hhhi." Naya terkekeh sendiri, Mauren hanya mengedipkan matanya sambil membuat gelembung ludah dimulutnya.
"Emmm wanginya...." puji Naya pada sambel buatannya. "Tapi Naya jadi inget ibu," keluhnya, ia langsung duduk dan menatap Mauren.
"Aku dan kamu dilahirkan dari rahim yang sama Ren, rasanya baru kemarin ibu mengajariku memasak. Ia selalu sabar menghadapi ayah yang selalu marah-marah, ia pun selalu mendukung apa yang aku inginkan dan cita-citakan." air mata Naya mengalir mengenai pipi Mauren, sehingga Mauren melirik tepat ke mata Naya, lalu ia palingkan lagi.
Ketika ingat dirinya sedang membuat sambal, Naya langsung mengolek sebentar sambalnya, lalu menyimpannya di dekat kompor.
Kedua pipinya yang basah ia keringkan dengan tangannya sendiri, ia harus kuat dan fokus untuk masak sayur percobaannya.
"Meskipun sedih, tapi bawang dan bumbu lainnya harus diiris dan dijadikan ramuan pelezat sayur yang ku buat." ucap Naya dengan lantang.
Sekarang giliran sayur yang dipotong. Dengan waktu yang singkat, Naya berhasil memotong semua sayuran sisa masak tadi. Lalu masukkan ke dalam panci yang sudah diisi air, dan airnya pun sudah panas.
Setelah dirasa cukup, ia pun mencelupkan bumbu yang sudah diiris ke panci tadi.
Enam menit ditunggu dengan api kecil, Naya menuangkan sayur itu ke dalam mangkuk setelah sayurnya tidak terlalu panas. Ia akan memberikannya kepada pemilik kosan dan Ardi teman kerjanya.
"Dua mangkuk siap! Tapi kuahnya aja yang banyak, hhi gak papa yang penting bisa berusaha berbagi dan juga mau tau reaksinya gimana." kekeh Naya setelah kesedihannya hilang perlahan.
Naya bersiap pergi ke ibu kosan dan kosan Ardi, ia membawa dua mangkuk dan masing-masing sambal diplastik.
Tok, tok, tok...
"Assalamu'alaikum bu, ini ada sedikit makanan silahkan dicicipi." ucap Naya ramah.
Ibu kosan pun menerimanya dengan sumbringah, "Aduh, tau aja si neng. Saya gak masak sore ini. Makasih ya neng," ucap si ibu kos.
"Iya, maaf ya bu sedikit."
"Gak papa neng, yang penting ada buat anak ibu sekarang."
Deg!
Tiba-tiba Naya ingat kembali pada ibunya, kesedihan tadi kembali datang.
"Kenapa neng?" tanya ibu kos membuat Naya sadar kembali.
"Ah e-enggak bu, maaf sedikit melamun."
Naya pun pamit dan pergi ke kosan Ardi.
"Eh Naya, hai Mauren!" sapa Ardi hangat.
Naya tersenyum manis, "Maaf ka ini ada sedikit makanan, silahkan dicoba." ucap Naya.
"Kamu yang buat?"
Naya mengangguk percaya diri.
"Kebetulan aku belum makan sore, kalau gitu kamu masuk aja. Kalau mau kita makan bareng," ajak Ardi.
"Emmmh, maaf ka tapi saya sudah makan." tolak Naya lembut.
"Oh, kalau gitu kamu temani saya makan di dalam. Pintunya jangan ditutup aja biar gak ada kecurigaan apapun," Ardi meyakinkan.
Tapi Naya masih terlihat berpikir, dengan cepat Ardi memutar otak.
"Bukannya teman kamu itu tadi masuj ke dalam kosanmu? Gak ada salahnya jika kamu pun masuk ke dalam kosanku, kita gak berbuat apa-apa ko. Lagian, di sini juga tempatnya sangat terbuka dan tidak akan ada fitnah." Ardi lebih meyakinkan.
Naya pun mengangguk dan berani masuk ke dalam, ia menyimpan mangkuknya di meja tamu yang sederhana.
"Ruangannya ternyata sama ya," mata Naya berkeliling ke setiap ujung kosan.
"Iyalah, kan satu ukuran Nay." Ardi tersenyum.
Naya mengangguk paham.
Langkah Ardi terlihat jelas oleh Naya, Ardi pergi ke dapur dan mengambil piring dan dua gelas minum.
"Maaf ya gak ada makanan apa-apa, cuma ada gandum kacang aja."
"Gak papa." Jawab Naya.
Ardi pun menuangkan sayur dan sambal yang dibungkus plastik. Satu suapan, "E," kedua mata Ardi melotot dan berkedip pelan.
"Kenapa ka? Asin ya? Aduh maaf ka, tapi tadi saya udah nyicip ko. Gak asin hasilnya, tapi jika asin menurut kakak maaf ka." rengek Naya.
Ardi tak merespon, ia malah melanjutkan makannya dengan cepat. Sesekali ia merasakan nikmatnya makanan Naya.
"Maaf aku bicara sambil makan, ini masakanmu bener?" Ardi memastikan.
Naya mengangguk yakin.
"Enak banget, lezat. Aku belum pernah nyobain sayur dan sambal ini sebelumnya, nasi hangat dipadukan dengan sayur dan sambal buatanmu emang menggugah perutku untuk nambah lagi Nay. Kamu pintar masak!" cerocos Ardi sambil terus menambahkan nasi ke piringnya.
Naya tercengang, ia tak percaya akhirnya masakannya diakui kelezatannya.
"Kakak serius?!"