Naya terkejut dengan larangan Dito, ia duduk di sampingnya.
"Kan emang disuruh sama bos Hamdan Dit, Kamu juga masih bisa ikut ko." ucap Naya lembut.
Dito menunduk dan tak menatap Naya sedikit pun. "Enggak ah, pokoknya Lo satu motor sama gue. Kalo kenapa-napa di jalan gimana? Mauren nanti nangis, enggak ah Lo sama Gue aja!" tuntut Dito.
Naya melirik Ardi, lalu Ardi mengangguk menyetujui perkataan Dito. Ia tidak mau persahabatan Dito dan Naya hancur cuma gara-gara sepele.
"Ah iya gak papa lebih baik juga gitu, nanti biar aku ngikutin dari belakang." ucap Ardi merasa tak enak dengan Dito.
"Kalau gitu aku pamit ya Nay, Dit. Mau persiapan juga!" lanjutnya.
Naya pun mengangguk dan meresponnya baik. Sedangkan Dito menatap kepergian Ardi dengan sudut matanya.
"Lo kenapa sih gak bolehin gue bareng sama Ka Ardi?" tanya Naya setelah kepergian Ardi.
"Gak papa, tadi juga udah bilang ko alesannya apa." ucap Dito ketus.
Naya terdiam dan kembali mempersiapkan peralatan yang belum disiapkan.
Setelah mempersiapkan semuanya, Naya masak dan makan bersama Dito. Dito masih belum berbicara seperti biasanya, ia makan dengan raut wajah yang datar tak menghiraukan Naya.
"Lo jangan gitu dong mukanya, serem gue. Biasanya juga ceria, liat nih Mauren liatin Lo gimana! Dia juga takut liat Lo datar kek gitu." komen Naya saat makannya sudah selesai.
"Gue lagi gak mood!" Jawab Dito jujur.
Naya memajukan mulutnya dan tak merespon lagi Dito.
Dito sedikit terenyuh ketika melihat beras Naya tinggal sisa beberapa butir. Berasnya habis, Dito pun tau jika Naya tak punya uang sepeser pun buat membeli kebutuhan sehari-hari.
Di sana Dito berpikir, kalau dirinya gak boleh terlalu egois melihat Ardi memberikan kebutuhan Naya dan Mauren. Harusnya Dito bersyukur karena Ardi membantu meringankan beban Naya.
"Apaan sih gue, ko jadi gini?! Seharusnya Lo itu gak marah-marah kalau liat Ardi datang dan menolong Naya. Harusnya bahagia dong, aneh Lo!" batin Dito terus mencerca dirinya sendiri.
Lantas ia menghampiri Naya dan, " Nay, maafin gue ya!" ucap Dito.
Naya menatap heran, tadi aja Dito gak mau ngomong sama sekali.
"Maafin kenapa?"
"Maaf gue selalu bersikap gak baik kalau ada Ardi. Hha gak tau kenapa gue juga." Dito merasa malu.
"Ah udah lah gak papa. Udah terjadi pula." Naya tak mau memperpanjang urusan itu.
Tanpa berlama-lama Naya bersiap untuk pergi ke hotel Amstern Xiv. Naya memilih untuk pergi bersama Dito, ia menghargai sahabatnya dan enggan ada keretakan di dalamnya.
Di sana Ardi pun sudah siap berangkat, Naya hanya mengangguk dan tersenyum.
Mereka pun berangkat bersama, membawa perlengkapan masing-masing.
Setibanya di hotel, Naya dan Dito langsung diarahkan ke dapur utama. Sedangkan Ardi diarahkan ke ruang persiapan untuk membantu apa saja yang terlihat belum selesai.
Di sana Naya berkenalan dengan chef ternama, "Hallo ka saya Naya!" sapanya.
"Ah hallo Naya, saya Catrin Fristy. Emm ngomong-ngomong makasi ya atas dukungannya!" ucap Catrin senang.
Naya terheran, ia rasa dirinya belum pernah bertemu dengan Catrin sebelumnya. Tapi Catrin sudah mengatakan terima kasih.
"Maaf ka terima kasih untuk dukungan apa ya??" tanya Naya.
"Hampir saja pak Hamdan membatalkan kontrak dengan saya, tapi untungnya beliau memberitahu kalau kamu lah yang meminta saya untuk tetap masak di sini!" ucap Catrin.
Naya jadi paham, "Oh itu, iya gak papa ka. Lagian saya pengalamannya masih sedikit, Kakak kan sudah pasti mahir memasak. Jadi saya juga ingin belajar dari kakak," Naya tersenyum ramah.
Catrin mengangguk dan siap membantu Naya agar keahliannya dalam memasak lebih terlihat lagi.
Dito menjaga Mauren saat Naya hendak memasak, kali ini Naya akan memasak bersama Catrin. Masak masakan tradisional untuk semua tamu, dan nanti akan ada masak special yang dilakukan Naya.
Kali ini Naya dan Catrin yang dibantu oleh beberapa orang akan memasak rendang dari Sumatra Barat, soto Aceh dari Aceh, gulai belacan dari Riau, karedok dari Jawa Barat, ayam lodho dari Jawa Timur, gudeg dan klathak dari Daerah Istimewa Yogyakarta, ayam Taliwang dari Nusa Tenggara Barat, da. ikan bungkus dari Papua.
Catrin dan Naya berkolaborasi membuat masakan tradisional. Beruntung Naya sering praktik bersama ibunya dulu, tak hanya praktik Naya pun sering bertanya pada teman-teman online-nya di berbagai daerah.
"Bener-bener jago si Naya! Gue sampe gak kenal dia pas masak kek gitu. Beuh keren abis!" puji Dito dari kejauhan sambil menggendong Mauren.
Ketika menyiapkan bumbu, Catrin meminta agar semua bumbunya diblender. Tapi Naya menolak dengan halus dan memilih untuk diulek biasa.
"Oke, kita bagi dua aja ya caranya. Kamu ngulek, sebagian lagi kita blender." ucap Catrin menghargai keinginan Naya.
Naya setuju dan senang bisa bekerja sama dengan Catrin.
Catrin sangat kagum pada Naya yang sangat lihai dala menyiapkan bumbu masakan. Ia sedikit kepo dan akan mengenal Naya lebih jauh lagi.
"Kayaknya kamu cinta banget ya sama cobek itu?!" tanya Catrin penasaran.
Naya pun mengangguk antusias, ia menceritakan kalau cobeknya adalah peninggalan ibunya yang sudah meninggal. Mendengar itu Catrin langsung meminta maaf dan memberi semangat pada Naya.
Mendengar Mauren nangis, Naya langsung menghampirinya dan menggendongnya sebentar. Catrin hanya melihatnya dan kembali fokus masak.
Naya berjalan mengajak Mauren melihat Catrin memasak, Dito pun mengekor di belakang Naya.
"Ah hai baby, kamu lucu sekali. Cantik, seperti mamanya dan manis seperti papanya!" puji Catrin sambil melirik ke arah Naya dan Dito.
Mereka berdua pun langsung saling tatap, "A-ah ini adikku ka! Namanya Mauren! Ya Mauren!!" Naya langsung membenarkan.
Wajah Dito terlihat merah dan kaku sekali.
"Ohh adik?! Ternyata kamu belum nikah, saya kira kamu dan mas ini sudah nikah." ucap Catrin merasa malu.
Naya tertawa tipis, "Ini sahabat saya ka, sahabat dari kecil. Sampe sekarang dia selalu ngebantu saya," ucap Naya.
Catrin hanya mengangguk-ngangguk, "Tapi, ada niatan untuk bersama selamanya kan?!" tanya Catrin pada Dito dan Naya.
Mereka berdua melirik kaku, pertanyaan yang membuat keduanya tak bisa menjawab.
"Ah sudah, jangan diambil serius. Saya hanya bertanya saja, jangan diambil pusing ya mas! Mas nya keliatan kaku banget dari tadi." kekeh Catrin sedikit meledek.
Dito hanya tertawa tak nyaman, ia memang benar-benar kaku dan grogi.
Tak lama dari itu Naya menitipkan kembali Mauren, Dito pamit akan mengajaknya jalan-jalan keluar hotel.
Di sana Naya kembali melanjutkan masaknya sambil mengobrol dengan Catrin.
Saat masak, Naya sedikit kesusahan ketika memisahkan petai dari cangkangnya.
"Ka emang harus ya pake petai?!" tanya Naya yang memang tidak suka dengan petai.
"Iya Nay, petai itu bisa memberikan aroma pada gulai belacan. Sini deh aku bantu, kamu gantiin aku aja bersihin ikan!" ucap Catrin.
Naya sedikit lega, ia lebih memilih membersihkan ikan daripada mengupas petai dari cangkangnya.
"Makasih ya ka, kakak bener-bener baik, ramah, dan bisa diajak kerja sama." ucap Naya merasa bersyukur.
Naya tidak bisa membayangkan jika partner masaknya adalah Syeril, bisa-bisa ia jengah selama masak.
"Iya, sama-sama kamu juga baik banget." ucap Catrin balik.
"Hallo ka Catrin!" sapa seseorang dengan antusias.
"Hai!!" sapa Catrin balik.
Mendengar suaranya yang tak asing, Naya langsung melirik orang itu. "Syeril?!" panggil Naya lirih.