Chereads / I'm Not Barren / Chapter 22 - Perdebatan

Chapter 22 - Perdebatan

Riska mendengar jika menantunya dilarikan ke rumah sakit, dia mendengus kasar tanpa rasa prihatin sedikitpun. Jika saja sang suami tidak ada maka dia tidak sudi menengok keadaan Adelia.

"Ma, cepat!" ujar sang suami yang baru saja membuka pintu mobilnya karena mendengar menantu mereka sakit. Padahal semalam ketika Riska pulang dari rumah Nathan suaminya itu baru saja sampai dari luar negeri.

"Ya, sebentar," sahutnya malas sambil berjalan mendapati suaminya. Pria baya itu belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi antara istri dan menantunya.

Mereka juga mendapat berita jika Adelia masuk rumah sakit dari Romi. Tuan Dave Mahendra melajukan mobilnya tanpa sopir, dia sendiri yang mengendarai kuda besi tersebut menuju rumah sakit. Sepanjang jalan wajah istrinya di tekuk dan tidak memperlihatkan jika dirinya sedih atau simpati pada menantunya sendiri.

"Ma, ada apa dengan wajahmu?" tanya tuan Dave sambil melirik istrinya tanpa mengalihkan fokus pria baya itu dari jalanan yang dilaluinya.

"Tidak apa-apa," sahutnya singkat dan melempar tatapannya ke luar jendela mobil melihat gedung-gedung tinggi berlarian seiring berjalannya mobil tersebut.

Tidak butuh waktu lama keduanya sudah sampai di pelataran rumah sakit dan menanyakan ruangan Adelia pada petugas di sana. Setelah mendapatkan informasi di mana ruang rawat Adelia keduanya bergegas menuju ke sana. Riska melihat putranya tenagh mondar mandir di depan pintu sambil berkacak pinggang sesekali mengusap wajah kasar. Nathan terlihat begitu frustasi di mata ibunya, perlahan Riska menghampiri Nathan yang belum menyadari kehadirannya.

"Nathan," panggil Riska sambil menyentuh punggung putranya membuat Nathan hampir melompat karena kaget.

"Mama, Papa." Nathan menatap keduanya bergantian sebab dirinya belum tahu jika sang ayah pulang.

Tuan Dave menghampiri putra semata wayangnya dan memeluk singkat pria muda itu.

"Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik, Pa, kapan Papa pulang?" tanya balik Nathan.

"Semalam, oh ya, bagaimana keadaan Adelia?" tanyanya tak lupa akan tujuannya datang ke rumah sakit tersebut.

Nathan tertunduk ketika sang ayah menanyakan kondisi istrinya, dirinya masih kesal terhadap Adelia yang selalu saja bicara hal yang menurutnya konyol tapi hatinya tidak bisa berbohong jika Nathan begitu khawatir pada istrinya.

"Papa lihat sendiri saja!" Akhirnya hanya kalimat itu yang bisa Nathan ucapkan.

Tuan Dave mengajak istrinya memasuki kamar rawat Adelia, dia bisa melihat jika menantunya tengah duduk sambil melamun menatap kosong pada jendela, kebetulan dari jendela tersebut langsung mengarah ke taman rumah sakit.

"Del," sapa tuan Dave yang langsung membawa atensi menantunya. Adelia menoleh dengan senyum mengembang di bibirnya.

"Papa, kapan pulang? Bagaimana kabar Papa?" tanya Adelia.

Tuan Dave hanya tersenyum menanggapi pertanyaan menantunya, pria baya itu sudah menganggap Adelia seperti putrinya sendiri karena dia hanya memiliki Nathan.

"Papa pulang semalam, Nak, juga kabar papa seperti yang kamu lihat. Papa sehat dan baik-baik saja, kamu kenapa bisa sampai masuk rumah sakit? Apa karena terlalu capek?" tanya tuan Dave sambil mengusap kepala Adelia. Wanita itu tidak menjawab pertanyaan sang mertua, Adelia bingung harus menjawab bagaimana akan kondisinya. Sebab jika dilihat sekilas keadaannya seperti baik-baik saja tapi mental Adelia berperang untuk saat ini, dia tidak ingin menghancurkan harapan orang tua Nathan apalagi ibu mertuanya yang sejak saat masuk tadi sudah memasang wajah masam dan tidak enak di pandang.

"Adel ...." Adelia tidak meneruskan ucapannya ketika Nathan masuk setelah tadi meninggalkan dirinya dan pergi saat orangtuanya masuk. Nathan pergi untuk menenangkan diri supaya tidak emosi, padahal Adelia hanya memberikan pilihan terbaik menurutnya dan itu adalah jalan tengah bagi semua orang.

"Nathan, kamu ini bagaimana ... istrimu sedang sakit tapi kamu tinggal," ujar tuan Dave.

"Nathan baru saja dari kantin, Pa," jawab Nathan membela dirinya karena saat orangtuanya masuk menemui Adelia dirinya justru pergi untuk menormalkan emosinya.

"Bagaimana kondisi istrimu? Apa dia mengalami sakit tertentu?" tanya tuan Dave kini menuntut jawaban Nathan. Sementara Riska istrinya hanya diam sambil melipat kedua tangannya tanpa mau repot-repot bertanya, toh menurutnya dia bertanya ataupun tidak tetap saja akan tahu keadaan Adelia karena terwakili oleh suaminya.

Nathan melirik Adelia seperti meminta persetujuan untuk mengatakan kondisi yang sebenarnya, tapi dalam pikiran pria itu Nathan takut jika istrinya mengutarakan hal konyol seperti tadi pada ayahnya, berbeda dengan ibunya yang Nathan pikir pasti langsung setuju dengan ide gila Adelia karena sudah sejak beberapa bulan lalu ibunya terus mendesak Nathan menceraikan Adelia, dan pilihan lainnya ialah menikah dengan Marissa dan menjadikan wanita itu sebagai istri keduanya jika Nathan maupun Adelia tidak bersedia untuk bercerai.

"Pa ... Adelia ingin minta maaf pada Papa dan juga Mama," ujar Adelia saat melihat Nathan dilanda kebingungan. Dia menggenggam tangan tuan Dave dan menatap ibu mertuanya sebelum kemudian menunduk.

"Memangnya kenapa, Nak?"

"Adel minta maaf jika sampai saat ini belum bisa memberikan Mama dan Papa serta Mas Nathan keturunan. Apalagi saat ini Adel tahu jika ada miom di rahim Adel hingga membuat bukan hanya keinginan Adel tapi kalian semua belum terwujud," ujar Adelia berusaha mati-matian menahan diri untuk tidak menangis.

Nathan yang tadi sempat merasa emosi benar-benar luluh dan tidak bisa marah melihat betapa rapuhnya Adelia. Dia duduk di tepi ranjang dan mendekap erat istrinya. Sementara Riska terbelalak kaget mendengar berita tersebut, tapi tidak lama kemudian dirinya mendengus kecil.

"Maih untung hanya miom, bukan mandul," hina Riska yang mana membuat suaminya terkejut karena tidak menyangka jika sang istri mampu bicara demikian. Menurutnya ucapan Riska terlalu sarkas dan tidak memiliki filter.

"Ma," sela tuan Dave menatap tajam istrinya.

"Apa? Memang benar 'kan?"

Adelia berusaha untuk tidak menangis, harusnya dai sudah terbiasa 'kan mendengar hinaan ibu mertuanya? Jadi harusnya Adelia sudah kebal 'kan dengan segala ucapan buruk Riska, tapi nyatanya tidaklah seperti itu. Adelia tetap saja merasakan sesak saat ibu mertuanya berkata demikian.

"Mama tidak boleh bicara seperti itu!" peringat tuan Dave saat melihat Adelia memejamkan matanya dalam pelukan Nathan. Tangan menantunya itu juga meremas kasar kemeja yang Nathan gunakan.

"Kenapa? Apa salahnya jika Mama menginginkan cucu, toh mereka sudah lama menikah." Riska tidak mau kalah dari suaminya. Nathan sudah sangat gatal ingin menyela ucapan ibunya yang benar-benar keterlaluan.

"Tapi dulu kita memiliki Nathan juga dengan usaha keras, Ma! Jangan seperti itu pada anak dan menantu kita!" tegas tuan Dave yang mau tidak mau mampu membungkam mulut pedas Riska.

Wanita baya itu tidak ingin jika menantunya membalikkan ucapan jika tahu dirinya dulu menunggu kehadiran Nathan selama enam tahun, apalagi proses dirinya menghabiskan uang yang tidak sedikit demi memiliki anak. Beberapa program dirinya ikuti untuk bisa mendapatkan keturunan. Apakah saat ini kesulitannya dulu memiliki keturunan juga menghampiri anak serta menantunya?