Setelah menjalani siksaan hidup karena kepadatan jadwal yang dibuat oleh Eric dan sudah Casey lakukan selama dua bulan ini, kini dirinya hampir berada di titik terakhir.
Finalnya adalah besok.
Ia akan melaksanakan ujian tes masuk di kampus Eric, salah satu kampus terbaik di Amerika.
Jangan tanya Casey bagaimana persiapannya untuk besok, karena dirinya bahkan sekarang benar-benar sangat percaya diri. Bahkan buku-buku tempo lalu selalu ia maki dalam hati itu, sudah sangat ia hapal dan mengerti materi-materi yang ada di dalam sana. Seakan dirinya telah merebus buku tersebut lalu meminum air rebusannya karena saking hafalnya.
Laptop yang selalu Eric pinjamkan untuk Casey belajar mengenai desain pun sudah gadis itu pelajari semuanya dengan mantap. Ia tak menyangka bahwa dirinya akan sepintar ini hanya dalam kurun waktu dua bulan saja.
Oh, tidak! Jika seperti ini bisa-bisa Casey menjadi mahasiswi terbaik di kampus nanti!
Casey mulai berimajinasi ria.
"Hei, apa yang sedang kau pikirkan? Wajahmu mengerikan, Gwen," tegur Asylin yang langsung menyadarkan lamunan Casey. Sontak kedua pipi Casey merona karena malu.
"T—tidak kenapa-napa! Aku hanya ...." Casey mencari sebuah alasan yang masuk akal, sedangkan Asylin menunggu Casey menyelesaikan perkataannya.
Di sisi lain, Rolan, pengawal setia keluarga Wilson berjalan menghampiri kedua pelayan tersebut. Hal yang jarang sekali karena Rolan lebih sering berada di samping Noel, dan pria itu seharusnya berada di kantor perusahaannya. Mengingat kini masih tengah hari belum waktunya Noel pulang bekerja.
"Gwen," panggil Rolan membuat semua mata yang berada di ruangan tersebut mengalihkan perhatiannya pada pria paruh baya tersebut.
"Eh? Rolan, apa ada barang yang tertinggal milik tuan Noel?" tanya Asylin sopan.
Rolan menggeleng seraya tersenyum tipis. "Tidak sama sekali, Asylin. Aku ingin menyampaikan pesan dari tuan Noel pada Gwen," jawabnya. Asylin menganggukan kepalanya tanda mengerti lalu ia permisi menjauh berkumpul dengan pelayan lain membiarkan Rolan dan Gwen dengan pembicaraan pentingnya.
Gwen menatap Rolan dengan penuh tanda tanya seraya mengingat-ingat scene yang akan ia alami kedepannya. Jujur saja, Casey hanya mengingat kejadian-kejadian besar saja di dalam game ini dan jika ia tetap memaksakan untuk mengingat semua kejadian di sini, entah kenapa kepalanya langsung terasa sakit yang begitu hebat seakan memang tidak boleh dilakukan.
Rolan menyerahkan sebuah kartu tipis yang langsung Casey ketahui bahwa itu adalah kartu ATM. "Tuan Noel menyuruh saya untuk memberikan ini, anda bisa membeli laptop dan kebutuhan lainnya sebagai persiapan kuliahmu nanti," jelas Rolan.
Casey hanya mengerjapkan matanya berkali-kali, masih belum mengerti dengan apa yang terjadi. Apalagi kartu pipih itu berwarna hitam yang tak lain adalah black card. Kartu ekslusif kelas atas! Bahkan orang tuanya yang bekerja mati-matian pun belum memiliki kartu ini! Dan Noel memberikannya secara cuma-cuma hanya untuk seorang pelayan semata!
"Gwen?" panggil Rolan karena tak mendapat respon.
Casey langsung membuyarkan lamunannya lalu memaksakan tersenyum. "Saya merasa tak enak ...."
"Kenapa merasa tak enak?" tanya Rolan heran.
"Karena sudah banyak mendapatkan fasilitas yang baik bahkan tuan Eric mengajari saya."
Rolan terkekeh pelan. "Keluarga ini sudah biasa melakukan hal-hal seperti itu, Gwen. Mereka tak segan untuk memfasilitasi para pekerjanya. Bisa dibilang juga sebagai hadiah karena kalian telah melakukan pekerjaan dengan baik."
"Ah, berarti para pekerja lain pun sebelumnya melanjutkan pendidikannya sama seperti saya?" tanya Casey.
"Sedikit pengecualian untukmu, kau mendapatkan lebih banyak kelebihan karena nantinya bisa saja membantu para tuan di luar menggantikan saya."
"Memangnya anda akan ke mana? Kenapa saya harus menggantikanmu, Pak?" tanya Casey tak ada habisnya. Wajahnya kini sedikit khawatir karena mendengar perkataan pria di depannya ini.
"Bukan begitu, saya lebih sering berada di samping tuan Noel dan umur saya sudah tidak muda lagi. Kinerja saya tidak sebagus sebelumnya. Dan juga ...." Rolan menggantungkan perkataannya. Menatap Casey yang kini juga menatapnya dengan mata bulat bening berwarna coklat.
Rolan berdeham tak berniat menyelesaikan perkataannya tadi. "Ya intinya seperti itu. Sekarang ambillah, anda perlu membeli banyak perlengkapan untuk kuliah," ujarnya seraya menyodorkan kartu lebih dekat.
Casey akhirnya mengambil kartu itu walaupun sedikit ragu. "Apa harus hari ini, Pak? Pekerjaan saya masih belum selesai."
"Iya, bukankah besok adalah hari ujian masuk anda? Untuk pekerjaan hari ini, tuan Noel bilang tidak perlu diambil pusing. Saya yang akan izin pada Asylin."
"Loh? Mr. Rolan, tumben sekali sudah pulang?
Casey dan Rolan menoleh ke asal suara. Ternyata itu Eric. Pria dengan kaos hitam pendek bergambar- entahlah Casey tidak tahu tapi tetap terlihat keren, lalu celana jeans robek di kedua lutut tersebut menampilkan kesan orang yang memakai gaya berpakaian tersebut seperti pria nakal hobi berkelahi ditambah aksesoris kalung berantai menghiasi leher Eric.
Sungguh, apa yang Eric pakai tak pernah gagal. Selalu memikat.
Rolan membungkukkan badannya sekilas untuk merespon sapaan Eric. "Saya hanya ingin memberikan ini dari tuan Noel untuk biaya keperluan Gwen nanti saat kuliah," sahut Rolan seraya memperlihatkan black card tersebut.
Eric berjalan menghampiri keduanya. "Noel sama sekali tak memberitahukan hal ini padaku."
"Kalau begitu saya akan konfirmasi terlebih dahulu pada tuan Noel." Rolan merogoh ponselnya dari sakunya berniat menghubungi Noel.
"Ah, tak perlu! Biar aku yang tanyakan nanti. Ini aku ambil, aku yang akan bertanggung jawab untuk masalah Gwen dengan kuliahnya." Eric mengambil alih black card seraya tersenyum manis.
"Tapi Tuan—"
"Ayolah~ Serahkan saja padaku! Aku akan menemani Gwen untuk membeli laptop dan lainnya. Nanti aku yang akan mengatakan pada Noel," ujar Eric, senyuman khasnya belum hilang dari wajah tampannya itu. "Sekarang kau bisa kembali ke tempat kakakku, okay okay?" Eric menuntun jalan Rolan dari belakang seperti anak kecil sedang bermain kereta.
"Bye bye! Hati-hati di jalan!" seru Eric seraya melambaikan tangannya pada Rolan yang telah berlalu.
Casey diam-diam kembali meraih sapunya, tetapi Eric menghentikan aksinya. Gadis itu terkejut dan kini wajah keduanya begitu dekat apalagi Eric tersenyum begitu manis seraya merebut sapu tersebut lalu diletakkan di sembarang tempat.
"Bukan saatnya kembali bekerja, Gwen," tegur Eric.
"T—tapi, saya harus—"
"Asylin! panggil Eric.
"Ya, tuan?" jawab Asylin yang memang tak begitu jauh dengan keberadaan mereka, gadis itu berjalan sedikit cepat menghampiri Eric.
"Gwen kupinjam sebentar, ya? Dia harus mempersiapkan ujiannya besok," pinta Eric. Entah mengapa sejak kapan tangannya telah memegang lengan Casey begitu erat bahkan sesekali ibu jarinya mengusap lengan gadis itu dengan lembut. Jangan bertanya kondisi jantung Casey sekarang, bisa meledak setiap saat karena terus mendapat perlakuan manis Eric.
Asylin mengangguk. "Silahkan, Tuan."
"Okay! Ayo, Gwen! Kita harus cepat!" seru Eric seraya menarik Casey untuk berjalan cepat.