Chereads / Serigala Putih [21+] / Chapter 2 - Profesor Hornes

Chapter 2 - Profesor Hornes

Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam. Jam kerja David di Supermarket telah berakhir. Sebulan lagi, kontrak bekerja di Supermarket telah berakhir. Dia pun berjalan menuju ruang karyawan untuk melepas baju pegawai yang dia kenakan. Kini dia kembali mengenakan kaos hitam di balik kemeja kotak-kotak hitam, tanpa dikancing.

"Hei men, mau langsung pulang?" tanya Jhon teman satu kerjanya.

"Iya, aku akan langsung pulang."

"Sekarang sudah larut malam, memginap di sini saja."

"Tidak Jhon, rumahku jauh lebih nyaman dari pada menginap di sini," timbal David.

Selesai ganti baju, dia pun berjalan keluar dari ruangan lalu mengambil sebuah botol berisi minuman beralkohol. David pun pamit kepada teman-temannya tempat dia bekerja. Kemudian, dia berjalan menaiki mobil kia K900 v8 berwarna hitam miliknya. Pintu mobil mulai terbuka, dia pun masuk ke dalam dan melaju meninggalkan Supermarket. Suasana sunyi dan gelap, membuat David kembali teringat dengan sosok lelaki bertaring sempat dia temui. Membayangkannya saja, membuat David semakin waspada. Apalagi, jalanan menuju rumahnya minim sekali cahaya lampu jalan.

Betapa terkejutnya David, melihat seorang lelaki tua tergeletak di tengah jalan. David pun turun dari mobil dan menghampirinya. Lelaki tua itu tergeletak di atas aspal dengan berlumuran darah. Sebuah koper hitam dan tas merah tergeletak di jalan. Raut wajahnya terlihat pucat, menatapnya sambil tersenyum.

"Nak, bisakah kau menolongku?"

"Tentu saja, ayo masuklah ke dalam mobil. Barang-barang anda sekalian saya ambilkan, ujarnya sambil merangkul lelaki itu masuk ke dalam mobil.

David merangkul lelaki tua itu masuk ke dalam mobil. Tubuhnya bersandar pada bangku dalam keadaan berlumuran darah. Barang-barang milik lelaki tua, David masukkan ke dalam mobil.

"Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit," kata David.

"Jangan!"

"Kenapa?"

"Kumohon, jangan pernah membawaku ke rumah sakit! Lebih baik, bawa aku ke rumahmu atau kemanapun asal jangan ke rumah sakit," ujarnya dengan sedikit memaksa.

"Tapi tuan, saya takut jika terjadi sesuatu kepada anda. Dan saya sendiri takut, jika pihak polisi menangkap saya," kata David berterus terang dengan rasa cemas kepada lelaki itu.

"Kumohon jangan bawa aku ke rumah sakit. Jika terjadi sesuatu padaku, kembalikan saja ke tempat kau menemukanku," timbalnya dengan sangat lemas sambil menahan sakit pada punggungnya.

Terpaksa, David membawa profesor itu ke rumahnya. Sepanjang perjalanan dia menatap ke depan. Turunnya salju, membuat jalanan terasa licin membuat David harus berhati-hati. Sesekali dia menoleh kepada lelaki tua sedang tertidur sambil merintih menahan sakit di kursi belakang.

Udara dingin mulai dia rasakan, tidak ada satupun mobil terlihat melintas. David semakin was-was, berkonsentrasi mengendarai kendaraannya. Sekian lama di perjalanan, akhirnya David tiba di rumahnya. Rumah David, berada di pinggir jalan rapatnya kilometer dua satu. Rumah yang luas, bergaya modern di samping sebuah pohon besar. Pintu gerbang pun terbuka, David kembali masuk ke dalam mobilnya lalu melaju masuk ke dalam halaman rumahnya. Kemudian, David menuntun lelaki tua masuk ke dalam rumahnya lalu membaringkannya di atas sofa yang empuk dalam posisi tengkurap.

"Tolong nak, keluarkan peluru perak dari tubuhku," pinta lelaki tua sambil menahan sakit.

David berlari menuju dapur, dia mengambil pisau, gunting, penjepit kecil, perban, kasa, alkohol dan antiseptik. Setelah itu dia berjalan kembali menghampiri lelaki tua yang tidak berdaya. Dia melepas jas putih dan kemeja yang dia kenakan. Kini, dia melihat dua timah bersarang pada punggungnya.

"Aku akan mengeluarkan peluru itu sebisaku. Anda sebaiknya tahan," sambil bersiap mengeluarkan puru di dalam tubuhnya.

Pemuda itu, mulai membelah sisi luka tembak menggunakan pisau secara perlahan. Lelaki tua tersebut, merintih kesakitan setiap kali David bermain dengan pisaunya. Tubuh David berkeringat hebat, kedua tangannya gemetar melihat darah yang terus mengucur deras dan dia semakin panik melihat darah yang terus mengucur keluar.

Satu persatu, peluru tersebut dia keluarkan dengan penjepit kecil. Selanjutnya, dia mengucurkan alkohol dan antiseptik membuat lelaki tua itu menjerit kesakitan. Teriakannya membuat David semakin panik. Dirinya, tidak tau harus berbuat apa agar pendarahannya terhenti.

"Aku ambil jarum dan benang," kata David berjalan ke kamar.

"Tunggu, tidak perlu!" ujar lelaki tua itu kepada David hendak masuk ke dalam kamarnya.

"Jika tidak ditutup, anda bisa mati kehabisan darah."

"Kubilang tidak perlu, nanti lukaku akan menutup sendiri. Kau lihatlah sendiri!" ujarnya lalu menoleh ke belakang.

David berjalan mendekat, kedua matanya tak berkedip melihat luka lelaki itu menutup dengan sendirinya. Beliau, duduk dan tersenyum kepada dirinya yang terdiam penuh dengan pertanyaan. Mereka berdua berjalan ke dapur dan lelaki tua itu duduk di bangku meja makan. Lelaki tua melihat David, sedang membuat barbeque. Aroma barbeque membuat lelaki tua mulai merasa lapar. Air liurnya, menetes mengenai meja makan. Lima menit telah berlalu, akhirnya makan malam selesai dibuat. David, meletakkan dua piring berisi barbeque dan nasi di atas meja makan.

"Silahkan makanlah," ujar David mempersilah lelaki tua itu makan.

"Terima kasih," balasnya sambil mengambil sendok dan garpu tersedia di atas meja.

"Kalau boleh tau, sebenarnya anda dari mana dan apa yang sebenarnya terjadi?"

"Hmm.... sebenarnya aku berencana untuk pulang ke kampung halamanku tak jauh dari wilayah Montana. Sialnya, ada lima perampok menghadangku lalu mereka mengambil mobil dan menembak punggungku. Beruntung kau datang tepat waktu, jika tidak mungkin aku sudah tewas. Ngomong-ngomong, apa kamu tinggal sendiri?"

"Iya, aku tinggal sendiri. Sebenarnya, rumah ini milik almarhum kakek dan nenekku. Mereka, mewariskanku rumah agar bisa fokus kuliah tanpa biaya sewa."

"Begitu rupanya, kakek dan nenekmu sangat baik."

"Terima kasih, ngomong-ngomong say merasa tidak asing dengan anda. Sebenarnya anda ini siapa?" tanya David penasaran dengan identitasnya.

"Perkenalkan, namaku Hornes Van Hensi."

"Wah! Profesor Hornes ahli Serum dan Teknologi yang terkenal itu rupanya. Suatu kehormatan bisa bertemu dengan anda," timbalnya sambil bersalaman. "Ayo silakan lanjutkan makannya," ujarnya mempersilahkan Sang Profesor untuk makan.

Mereka berdua, kembali menikmati makan malam. Salju turun dengan lebat, angin berhembus kencang dan suhu dingin mulai dirasakan. David pun berhenti mengunyah makanannya, dia terdiam memandang potongan terakhir barbeque. Dirinya, teringat dengan sosok lelaki bertaring yang hendak, menghisap darah gadis yang telah dia tolong. Dua lelaki yang tewas tertembak dan musnah menjadi abu.

"Apa yang sedang kamu pikirkan nak?" tanya Profesor.

"Sore, aku melihat seorang gadis di culik dan dibawa ke dalam gang sempit. Aku langsung mengikuti mereka. Tidak di sangka tiga lelaki itu memiliki taring. Ketika aku dan gadis itu terdesak, tiba-tiba saja ada seseorang entah dari mana menembak mereka hingga tewas. Ada sebuah sinar seperti lampu, membuat salah satu dari mereka terbakar. Aku tidak tau mereka makhluk apa. Apakah anda percaya dengan ceritaku barusan?"

"Tentu saja aku percaya. Sudah berulang kali, aku bertemu mahluk mereka dalam hidupku nak."

"Mereka itu sebenarnya makhluk apa?"

"Mereka adalah vampire."

"Vampire?"

"Iya, Vampire. Makhluk mitologi abadi, penguasa kegelapan yang hidup dengan menghisap darah manusia."

"Menghisap darah manusia? Sepertinya, Vampire masih satu kerabat dengan nyamuk."

"Satu kerabat dengan nyamuk? Ha.ha.ha.ha!" tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan David. "Lucu sekali kamu David, jika seandainya klan Vampire mendengarnya. Aku yakin, mereka akan memburumu ke ujung dunia."

David pun terdiam, kedua tangannya gemetar dan mulai merasakan takut. Dirinya membayangkan, ratusan Vampire memburunya hingga ujung dunia. Setelah memburunya, para vampire menghisap darahnya hingga kering. Membayangkan hal itu, membuat David merinding dan semakin waspada.

"Membayang saja membuat leherku merinding. Adakah cara membunuh mereka?" tanya David.

"Dengar nak, vampire sama halnya dengan werewolf. Mereka, hanya bisa dibunuh oleh peluru atau senjata tajam terbuat dari perak. Meskipun kepala mereka dipenggal, selain perak kepala mereka masih bisa menyatu. Selain peluru perak, vampire bisa di bunuh dengan sinar ultraviolet,"ujarnya menjelaskan.

"Kudengar bawang, bisa membunuh mereka. Apa itu benar?"

"Itu tidak benar! Bawang tidak bisa membunuh mereka, tapi aroma yang paling tidak mereka sukai. Beberapa vampire, memiliki kemampuan khusus yang jauh di luar akal sehat. Jika bertemu dengan mereka, sebaiknya kamu lari," ujarnya memperingatkan.

David pun terdiam, dia memakan potongan barbeque terakhir miliknya. Dia semakin merinding dan takut, jika bertemu dengan salah satu dari vampire. Selesai makan, David mengantar Profesor ke dalam sebuah kamar lalu memintanya untuk beristirahat. Setelah itu, David berjalan masuk ke dalam kamarnya lalu berbaring di atas ranjangnya yang empuk. Kedua mata David, perlahan mulai terpejam. Pemuda itu tertidur pulas, melepas rasa lelah atas apa yang terjadi hari ini.

Dua jam telah berlalu, pintu kamar David perlahan mulai terbuka. Profesor Hornes, berjalan mendekati David yang sedang tertidur. Kemudian, dia mengambil sebuah botol kecil di dalam saku celananya. Beliau mendekatkan botol tersebut kepada hidung David. Perlahan, beliau mulai membuka botol. Lalu, keluarlah semacam gas berwarna putih. Gas tersebut terhirup oleh David. Sebuah jarum suntik berisi cairan putih, berada di tangannya. Cairan tersebut, dia suntikkan pada lengan David.

"Aku percayakan keselamatan, masa depan manusia dan makhluk mitologi kepadamu David," ujarnya memandang wajah David.

Tubuh David mengeluarkan asap putih, urat-urat pada seluruh tubuhnya terlihat jelas. Perlahan otot-otot seluruh tubuhnya mulai terbentuk. Wujudnya perlahan mulai berubah, menjadi sosok manusia serigala berbulu putih. Kemudian dalam beberapa menit, wujudnya kembali menjadi manusia normal.

Kini, dia tertidur pulas dengan baju tidurnya yang sudah robek. Setelah itu beliau keluar dari kamarnya. Profesor, mengambil koper dan tas merah miliknya lalu berjalan seorang diri ke luar rumah, meninggalkan David sendirian di dalam kamarnya.