"Soal Althea-lux," ucapnya memulai. Lampu remang-remang di atasnya menghalangi jarak pandangan Delwyn pada Daeva yang berdiri di ujung balkon rumahnya. Malam tiba, suasana sepi benar-benar dirasakan di sini. Tak ada jalanan yang ramai. Gemerlap lampu kota seakan tak diijinkan memasuki kawasan ini. Delwyn bangun dari tempat duduknya, Da-Hong Pao sudah habis isinya. Teh itu benar-benar nikmat menyentuh permukaan tenggorakan Delwyn yang terasa begitu kering selepas melakukan perjalanan yang panjang. "Dia ada di dalam box kaca yang besar. Di tengah ruangan tersembunyi yang dibangun oleh kekasihku. Tak ada yang bisa masuk ke sana, Scent Security membuat pengamanan yang luar biasa untuk tempat itu."
Daeva melirik Delwyn. Dia berdiri di sisi tirai besar ruangan ini, menjaga jarak dari Daeva. "Jadi?" Ia menjawab dengan ringan. "Aku tidak butuh laporan di mana dan seperti apa kitab Althea-lux. Aku sudah tahu itu."
"Jika sudah tahu, kenapa menyuruhku untuk membawanya ke sini? Kau bisa mengambil itu sendiri." Delwyn memprotes. Dia mengira laporan ini akan disukai oleh Daeva, tetapi dia salah besar. Daeva nampak tak acuh dan tak mau peduli. Laporannya sudah basi.
"Sudah aku katakan aku tak bisa membawanya dengan tanganku. Kitab itu bisa saja membakarku hidup-hidup." Daeva kembali memutar tubuhnya. Sekarang ia mengarahkan pandangan mata untuk Delwyn, bersandar pada sisi balkon rumahnya.
"Karena Ogirth?" tanya Delwyn memastikan. "Daeva, jujur saja ... aku tak bisa percaya dengan apapun yang kau katakan. Aku seorang pebisnis. Aku tidak bekerja berdasarkan sihir. Aku menganalisis saham, nilai dollar, dan semacamnya. Aku tidak bergantung pada ketidakpastian."
"Kalau begitu kenapa kau masih di sini? Aku tak menyuruhmu untuk kembali." Ia melangkahkan kakinya menjauh. Kembali masuk ke dalam rumah. Hawa dingin menyeruak masuk, merambah melalui celah gaun panjangnya malam ini.
"Kau sudah membantuku. Kau bilang penyakitku akan kembali jika kau mengambil sihirnya bukan?"
Daeva tertawa kecil. Tentu saja, dia bahkan bisa menggunakan sihirnya untuk memotong dan mencincang habis tubuh pria arogan ini. Namun, Daeva mengurungkan itu berkali-kali. Instingnya berkata bahwa Delwyn akan berguna untuknya nanti.
"Kau percaya pada sihir rupanya," ucap Daeva. Perempuan itu duduk di atas sofa. Menyilangkan kakinya. "Duduklah. Aku akan menceritakan sesuatu."
Delwyn menghela napasnya. Lagi? Sekarang dia mirip bocah yang tak bisa tidur malam ini sebelum mendengar dongeng dari ibunya. Namun, mau bagaimana lagi? Menolak tak akan ada gunanya. Sedikit saja Delwyn mendengar dan sekali saja ia mempercayai itu. Setidaknya ada hal yang masuk akal nantinya.
Delwyn duduk kembali di tempatnya. Daeva memulai dengan menyentuh meja kaca di depannya. Seketika itu berubah menjadi layar besar yang bergerak berdasarkan sentuhan tangan dari Daeva. Wanita ini sungguh luar biasa. Delwyn tak bisa mempercayai itu sekarang.
Ingin berkata, banyak. Akan tetapi, dia dibungkam selepas Daeva menunjukkan perwujudan nyata dari sebuah kitab yang tak asing untuknya. "Aku tak akan berbasa-basi. Ini adalah Althea-lux yang asli, bukan tiruan seperti yang dipunyai kekasihmu."
Delwyn mengerutkan keningnya. "Kau tahu?"
"Aku mengawasi banyak hal, Delwyn. Mataku bisa menembus segala macam bentuk dinding dan atap rumah. Setelah Decurion melaporkan bahwa dia akhirnya bisa melacak jejak kitab itu."
"Siapa Decurion?" tanya Delwyn memotong. "Seperti mata-matamu? Dia juga setan?"
Daeva diam. Kalimat itu sedikit mengejutkan untuk dirinya. Dengan terang-terangan Delwyn menyebut dia sebagai setan?
"Maksudku ...."
"Kau akan menyesal mengatakan itu di depannya nanti." Daeva kini melanjutkan. Jari jemarinya bermain luwes di atas layar yang ia ciptakan. "Althea-lux menghilang selama bertahun-tahun. Seorang menyegel kitab itu, secara tidak langsung, orang itu juga menghapus semua jejak yang ditinggalkan oleh Althea-lux. Kami tidak bisa melacaknya selama bertahun-tahun. Namun, entah apa yang terjadi ... tanda-tanda kitab itu kembali muncul. Decurion berhasil melacaknya. Namun, dia menemukan mantra aneh yang melindungi Althea-lux."
Delwyn hanya diam. Dia mengaku dan menyadari bahwa ia adalah orang kikuk di sini. Dia tak mengerti apapun. Alurnya terlalu rumit.
"Mantra itu disebut sebagai Ogirth. Kita pernah membahasnya sebelum ini," ujar Daeva kembali menggeser tampilan layar di depannya. Sekarang muncul rekam gambar yang aneh. Sebuah cahaya berwarna merah gelap, bak darah manusia, mengelilingi kotak itu. Kode dan bahasa aneh melingkar di dalam sana.
"Kapan kau mengambil gambar ini?"
Daeva tersenyum miring. "Manusia tidak bisa melihat ini, Delwyn. Itu sebabnya hanya mata Decurion yang bisa menangkap gambar ini."
Delwyn menghela napasnya. "Siapa Decurion? Setidaknya jelaskan sedikit tentang itu. Dia manusia? Dia kamera yang kau pasang secara tersembunyi?"
"Utusan Loralei. Bayangan hitam yang tak punya rupa, yang mengabdi padaku."
Pria itu terdiam. Mungkin sebuah kesalahan menanyakan pasal Decurion. Kalimatnya tak ada yang masuk akal.
"Siapa Loralei?"
Daeva menghela napasnya panjang. Seharusnya dia memperkenalkan semua tokoh yang terlibat terlebih dahulu. "Baiklah, kita mulai dari awal." Daeva mengembalikan tampilan layar pada posisi semula. "Loralei adalah pemilik Tanah iblis, Sheol. Dia utusan utama dari yang Kuasa. Dia yang menghakimi—"
"Dia yang membuatmu hidup begini dalam sebuah perjanjian?" Delwyn memotong. Menyimpulkan. Daeva mengangguk dengan ringan.
"Kau paham sekarang?"
"Sedikit." Delwyn tersenyum kikuk. Menggaruk sisi kepalanya yang tak gatal. "Mari lanjutkan."
"Singkat cerita, Lorelei punya semua akses yang ada di dalam dunia ini. Dia bisa melihat, mengutus, atau melakukan hal yang luar biasa lainnya. Dia yang memberi sihir dan kehidupan padaku. Karena mantra Ogirth yang dirapalkan untuk melindungi Althea-lux, semua yang berada di bawah kuasa Loralei kehilangan akses untuk kitab itu, termasuk diriku." Daeva menarik gambar itu keluar dari layar, menjadi bentuk tiga dimensi yang jauh lebih nyata.
Daeva memutar tangannya, bersama dengan itu, gambar replika kitab Althea-lux pun begitu. Ia memperbesar gambarnya. "Ogirth adalah mantra yang dipunya untuk menghalau iblis dan segala macam bentuk perwujudannya."
"Siapa yang membuat mantra ini?" Delwyn bertanya dengan penuh kecemasan. "Loralei? Kau bilang dia punya kuasa di dunia."
"Maris," jawabnya. Nama baru lagi! Membuat Delwyn semakin gila sekarang. "Maris adalah pemimpin aliran yang menentang hukum Loralei. Dia adalah anak buah yang membangkang, jadi berkhianat. Membentuk sebuah sekte dan salah satu pengikutnya mencipta Althea-lux untuk manusia."
"Maksudmu ... Maris adalah orang jahat?"
Daeva mengangguk dengan jelas. "Katakan saja begitu. Itu bahasa yang mudah dipahami. Namun kata itu tak berlaku untuk dunia kita, Delwyn."
"Lalu siapa yang menciptakan Althea-lux dan kenapa kitab ini diciptakan?"
"Dierdre," tutur Daeva. "Dia adalah manusia sama denganku. Dia adalah orang pertama yang membuat perjanjian dengan Loralei. Namun, karena percaya pada Maris, dia mengkhianati perjanjian itu dan keluar dari tenggat waktu."
"Apa risikonya jika tidak bisa memenuhi perjanjian?" tanya Delwyn lagi. Kini dia mulai tertarik.
"Seperti Dierdre, orang-orang yang sudah menandatangani perjanjian dengan Loralei dan tidak bisa menepatinya, hanya ada dua macam hukuman. Pertama, dia akan hidup dalam penyiksaan yang tiada henti atau berkeliaran menjadi iblis paling berbahaya untuk dunia manusia. Pada akhirnya, jika dia tertangkap, Loralei akan mengurungnya dalam sebuah penyiksaan yang luar biasa."
"Kau juga akan begitu jika tak bisa memenuhinya, Daeva?"
Daeva mengangguk. "Semua punya aturan yang sama."
... To be continued ...