Chereads / Badboy Vs Jenius Girl / Chapter 23 - Kesepakatan Adik Kakak

Chapter 23 - Kesepakatan Adik Kakak

Gilang mengajak seorang wanita berdansa dan berkenalan.

"Gilang." Gilang menyodorkan lengannya.

"Siska."

"Kamu ancam Papah kamu?" tanya Nico. Amel mengangguk.

Nico bertanya lagi lebih lanjut, "Ancam gimana?"

"Yaudah, nanti aku kasih tau lagi. Kita masuk ke dalem dulu ya," pinta Amel.

Maman menepuk bahu Rayan. Rayan bertanya, "Ada apa sih?"

"Kakak lu noh!" kata Maman sambil menunjuk ke arah Amel.

"Anjir!" ungkap Rayan. Rayan lekas membayar tagihan bill. Sedangkan Maman, menarik lengan Gilang.

"Ada apaan sih? Rusuh amat. Gue belom sempet kenalan sama itu cewek," tutur Gilang.

"Ntar aja dijelasin, " kata Maman.

Seperti maling, ketiga sahabat itu berjalan mengendap. Rayan menghalangi wajah dengan jaket kulit putih. Entah milik siapa.

"Jaket Gue," ucap seorang wanita. Ia membuntuti Rayan untuk mengambil jaketnya.

"Hey!" teriaknya kepada Rayan. Sontak, hal itu membuat Rayan menjadi pusat perhatian banyak orang. Namun, Rayan malah terus berjalan. Ia tidak menyadari jika ada seorang wanita yang mengejarnya.

"Ini punya gue!" bentak wanita itu sambil merenggut jaketnya dari genggaman Rayan. Wajah tampan Rayan sangat jelas terlihat.

"Rayan?" Amel membulatkan matanya. Mereka, akhirnya berbicara.

"Lu kenapa ada di sini? Bukannya belajar yang bener." Amel menceramahi adiknya.

"Lu juga ngapain ada di sini?" tanya Rayan sambil membulatkan mata ke arah Nico.

"Ya, kalo gue kan udah gede. Lu tuh, masih bocah tau gak," ujar Amel.

"Gue bilangin Mamah nih!" ancam Amel. Rayan tidak merasa terancam. Ia malah balik untuk mengancam kakaknya.

"Gue juga bisa bilang Mamah. Emang cuman lu doang yang punya HP?" ancam Rayan.

"Kok lu gitu sih?" tanya Amel.

"Jadi gimana? Lu mau ngadu? Yaudah lanjutin!" tantang Rayan.

Amel tidak ingin kedua orang tuanya mengetahui perbuatannya. Ia pun, membuat perjanjian dengan Rayan. Amel mengepalkan tangan. Ia tidak bisa bersikap tegas kepada adiknya.

"Yaudah, kita saling tutup mulut. Tapi, lu pergi sekarang dari tempat ini," ide Amel.

"Pergi dari tempat ini? Gue gak mau! Gue bakalan pergi kalo lu juga pergi." Rayan tidak mau mengalah. Rayan memilih untuk bersikap keras kepala.

Amel tidak memiliki pilihan lain, selain mengikuti permintaan Rayan.

"Oke! Gue pergi! Lu pergi duluan. Gue liatin dari sini," ujar Amel.

"Liatin? Gak bisa. Kita harus pergi bareng-bareng," pinta Rayan.

"Ih rese!" bentak Amel.

Amel dan Nico menaiki taxi. Rayan dan teman-temannya bersiap dengan motor masing-masing. Mereka melihat saling mengawasi.

"Duluan sana!" perintah Amel dari dalam taxi.

"Lu aja duluan!" kekeh Rayan.

"Gini aja deh mendingan, kita jalan bareng-bareng," saran Nico.

"Eh! Lu siapa nyuruh-nyuruh?" geram Rayan kepada Nico.

"Rayan! Sopan sedikit kek," ujar Amel.

"Mbak, argonya terus jalan nih," kata supir taxi.

Dengan mata yang melebar, Amel membentak, "Saya tau Pak."

"Udah Ray, mending ngalah aja deh. Kita duluan," saran Maman.

Rayan tidak mau jika harus pergi terlebih dulu. Rayan berujar, "Yaudah bareng."

Akhirnya, mereka pergi bersama. Meskipun, memiliki tujuan yang berbeda.

"Gak kerasa ya Din, anak-anak udah pada gede," imbuh Kak Ani.

"Iya Kak, anak-anak lagi pada gaj di rumah. Dinda doang yang lagi di rumah," kata Dina.

"Oh, gitu, Amel kemana?" tanya Kak Ani.

"Amel itu bilangnya mau ngekos, kan dia kerjanya agak jauh. Biar dekat ke tempat kerja. Jadi, rumah agak sepi." Dina meminum air mineral.

"Oh, kita harus hati-hati sama pergaulan anak zaman sekarang, salah-salah, hal buruk bisa terjadi," papar Kak Ani.

Dina tidak memikirkan hal yang aneh. Ia hanya memilih untuk mempercayai anak sulungnya.

"Tapi Dina percaya sama Amel kok Kak. Amel anak baik-baik kok, lagi pula, Amel bilang mau kos di tempat khusus perempuan," kata Dina.

"Kak Ani gak bilang kalo Amel anak nakal Din. Cuman, kita sebagai orang tua harus punya rasa curiga," papar Kak Ani menjelaskan jika Dina salah paham.

Dina tersenyum dia berkata, "Dina gak punya pikiran kaya gitu kok, Kak."

"Rayan juga udah berubah. Apalagi, semenjak punya motor baru. Dia jadi gak pernah tauran lagi semenjak tinggal di kampung," sambung Dina.

Dina berpikir jika Rayan telah berubah. Sedangkan kepada Amel, Dina tidak memiliki prasangka yang buruk.

"Aduh, si Rayan teh belum pulang juga," celoteh Nadia. Nadia hanya khawatir jika sesuatu yang buruk terjadi kepada keponakannya. Ia memilih untuk tidak menghubungi Dina. Karena, Nadia tahu, jika Dina mengetahui bahwa Rayab pergi tanpa pamit, Dina pasti akan sangat khawatir.

"Syukurlah, kalo tinggal di kampung bisa buat perubahan yang besar buat Rayan," ungkap Kak Ani.

"Kamu mau cari tempat kost yang kaya gimana?" tanya Nico.

"Yang bebas dong. Biar kamu bisa masuk ke dalem," bisik Amel. Nico tersenyum lebar.

"Aku tau tempat itu," ucap Nico. Nico membawa Amel ke tempat kos temannya.

"Yang tadi kakak lu?" tanya Maman.

"Iya kan lu udah pernah liat," ujar Rayan.

"Terus, sekarang kita gimana nih? Balik lagi ke tempat tadi? Mana gue belum selesai lagi kenalan sama cewek tadi," kesal Gilang.

"Buat kali ini, gue balik ke Bandung," tandas Rayan.

"Yaudah, ati-ati ya lu," ucap Maman.

Gilang kembali lagi ke bar. Untuk mencari sosok wanita yang dia ajak berkenalan.

"Berapa perbulannya?" tanya Amel kepada pemilik kos.

"Dua juta," jawabnya.

Amel menyetujui untuk membayar dua juta satu bulan. Uang ancaman dari ayahnya, berhasil untuk membayar tempat kos yang akan ditempati.

"Assalamualaikum," sapa Rayan ketika sudah sampai di rumah Nadia.

Nadia langsung menanyai Rayan, "Rayan, kamu teh dari mana?"

"Rayan abis dari rumah temen Wa," jawab Rayan.

Tercium dari aroma mulut Rayan, Nadia mengetahui jika Rayan sudah meminum alkohol. Namun, Nadia tidak mau bertanya lebih lanjut.

Ayarra memeriksa jadwalnya. Sangat bentrok dengan jadwal ekstrakurikuler dengan jadwalnya untuk menjadi guru les.

"Kenapa waktunya harus sama sih?" batin Ayarra. Di sisi lain, dia membutuhkan uang untuk membantu perekonomian keluarga. Di sisi lain, Ayarra ingin mengikuti ekstrakurikuler.

"Anak Mamah kenapa sih?" tanya Ibu Ayarra.

"Ini loh Mah, jadwal Ayarra bentrok banget," keluh Ayarra.

"Kamu pilih sekolah ya. Sekolah itu yang paling utama, Ay," celoteh ibu Ayarra.

Ibu Ayarra tidak ingin jika anaknya lebih mengejar uang di usianya yang masih muda belia. Ayarra hanya bisa menuruti kata-kata ibunya.

"Kak Ani pulang ya," ujar Kak Ani. Dina mengangguk.

"Hati-hati ya Kak," kata Dina. Mereka silih berganti untuk menjaga nenek dari Rayan.

Nadia sangat ingin menceramahi Rayan untuk berhenti mabuk-mabukkan. Namun, Nadia khawatir jika Rayan akan melarikan diri. Nadia lebih memilih untuk bersikap pura-pura tidak tahu. Nadia memanggil Rayan untuk menyuruhnya makan.