Chereads / Badboy Vs Jenius Girl / Chapter 27 - Mencontek

Chapter 27 - Mencontek

Rayan terkejut melihat Dina yang berada di Bandung. Rayan bertanya, "Mamah kok di sini?"

"Kamu dari mana?" tanya Dina sambil melipat kedua tangan di dada.

"Rayan abis dari Jakarta Mah," jawab Rayan.

"Ketemu temen-temen?" Rayan hanya mengangguk mendengar tebakan Dina.

"Kamu tau gak betapa paniknya kita tadi cariin kamu?"

"Mamah kira kamu udah mati tadi." Telunjuk Dina mengarah ke luar.

"Kalo mau pergi main itu bilang dulu! Hp dimatiin lagi!" Dina terus mengomeli Rayan.

Rayan tidak mau terlalu diperhatikan. Ia merasa sudah sangat dewasa. Rayan menjawab, "Tapi, Rayan udah gede Mah. Kenapa harus khawatir?"

"Pokoknya, Mamah gak mau yah, kejadian ini terulang lagi. Untungnya, Papah gak tau," ujar Dina. Rayan hanya menjawab, "Iya."

"Lu ngapain di sini?" tanya Rayan kepada Dinda.

"Gue diajak Mamah. Bandel banget sih. Kabur-kaburan mulu," tutur Dinda.

"Kalo kabur, gue gak akan balik ke sini lagi."

"Dinda, kamu tidur sama Cindy ya!" titah Nadia.

"Iya Wa," jawab Dinda.

Dina meminta izin untuk semalam tinggal di rumah Nadia. Karena, sangat lelah jika harus kembali lagi setelah seharian mencari dan mengkhawatirkan Rayan.

"Kak, Dina nginep di sini ya. Dina capek kalo harus pulang sekarang."

"Ih, kaya ke siapa aja pake minta izin segala. Ya sok aja atuh," Jawab Nadia.

Sebelum Rayan berangkat ke sekolah, Dina meminta kontak Gilang atau Maman, "Mamah mau minta kontak temen Rayan."

"Buat apa Mah?" Rayan menyipitkan mata.

"Buat nanti kalo Rayan ilang lagi, Mamah bisa tanya!" Dina sedikit meninggikan suaranya.

"Rayan berangkat dulu ya Mah." Rayan lekas pergi setelah Dina menanyakan nomor ponsel teman-temannya.

"Dasar Rayan!" Dina menghela napas berat.

Hilmi menelepon atasannya. Ia meminta izin untuk tidak bekerja. Dina yang bermalam di kediaman Nadia, membuatnya harus menjaga sang ibu sendirian.

"Kenapa kamu meminta izin di hari ini? Ini terlalu mendadak," ucap atasan Hilmi.

"Saya paham betul ini terlalu mendadak. Tapi, urusan saya lebih mendesak."

"Jangan diulangi lagi! Kali ini, kamu saya izinkan untuk izin sesukamu! Lain kali, kamu harus meminta izin jauh-jauh hari," terang atasan Hilmi.

"Baiklah! Saya paham."

Nadia yang sedang melipat pakaian, mengajak adiknya untuk mengunjungi pemakaman orang tua mereka.

"Din, mumpung kamu lagi di sini, kita ke makam Ibu dan Bapak ya."

Dina mengangguk. Ia berkata, "Ayo! Udah lama juga."

"Pah, kamu lagi dimana?" tanya Dina.

"Lagi di rumah sakit." Hilmi memotret foto lorong rumah sakit.

"Kok di rumah sakit? Kerjaan kamu gimana Pah?"

Hilmi menjelaskan, "Papah udah izin sama atasan. Untungnya, atasan ngerti. Ia bilang, jangan mendadak lagi kalo nanti izin."

"Maafin aku ya. Gara-gara aku." Dina sangat merasa bersalah.

Dina melanjutkan, "Aku kira, ada Kak Ani."

"Gak papa kok. Pulang hari ini kan?" tanya Hilmi.

"Iyalah aku pulang hari ini. Tapi, aku mau ke makam ibu dan bapakku dulu. Udah lama gak ke sana."

Dinda dan Nadia memetik bunga di belakang rumah. Sedangkan, Dina menyiapkan air untuk di siram ke pusara orang tuanya.

"Sekolah swasta. Cintya mau sekolah swasta. Gak mau sekolah negeri pokoknya!" pinta Cintya yang akan segera pindah sekolah.

"Negeri ajalah. Kenapa gak mau negeri sih?" tanya ibu Cintya.

"Biar bebas gitu Mah. Cintya gak suka deh kalo harus di atur-atur," jelas Cintya.

"Yaudah terserah!" Mereka pun sibuk kembali dengan ponsel masing-masing.

"Buk, mobil sudah siap."

"Tolong bawain ini ya Bik!" pinta Icha—ibu Cintya.

Mereka sekeluarga akan pindah ke Bandung. Karena pekerjaan Berry—ayah Cintya.

"Sayang-sayangku, ayo cepet!" ujar Berry kepada dua wanita kesayangannya.

"Pah, Cintya nanti motor aja ya," ucap Cintya. Ia lebih nyaman mengendarai motor. Daripada harus naik mobil.

"Gak ada motor motor. Kamu harus naik mobil. Sini!" Icha melambaikan tangan.

"Yah! Nanti motor Cintya gimana Pah?"

"Gak usah panik. Nanti Bimo anterin ke rumah baru kita," beber Berry. Akhirnya, Cintya naik mobil bersama keluarganya.

"Ibu, Bapak, kalian di sana baik-baik aja kan?" Nadia mengelus batu nisan kedua orang tua. Mereka juga berdoa. Setelah itu, menaburkan bunga.

Murid lain sibuk dengan membuat contekan ulangan harian. Sementara, Rayan hanya bersandar pada bangku.

"Eh Rayan, Nih!" Bobi memberikan contekan kepada Rayan. Rayan membacanya. Rayan melirik ke arah Bobi.

"Makasih," ujar Bobi. Setelah itu, datanglah Ayarra.

"Pada buat contekan? Nyontek itu gak boleh loh. Dosa. Curang juga!" sindir Ayarra.

"Ih apaan sih. Kamu mah enak. Pinter. Gak perlu belajar juga mampu. Gak usah nyinyir dong!" Para murid perempuan membalas sindiran Ayarra.

"Kalo mau pinter itu belajar kali. Bukan nyontek," ujar Ayarra.

"Iya deh yang paling pinter satu dunia."

"Baik Buk guru." Ayarra mendapatkan beragam respon. Para murid perempuan kesal kepada Ayarra yang pelit, tidak mau memberikan contekan.

Sebelum ulangan harian dimulai, Buk Firda meminta para murid untuk menyimpan ponsel di depan kelas.

"Anak-anak, sebelum kita ulangan, harap untuk mengumpulkan ponsel masing-masing!" Para murid pun menuruti perintah Buk Firda.

Hebatnya, Buk Firda mengetahui beberapa murid yang mencontek. Mereka yang mencontek dikeluarkan dari kelas. Hanya tersisa Rayan dan Ayarra.

"Perasaan, si Rayan ngambil contekannya. Kok," pikir Bobi.

"Dinda, nanti kamu pas nyampe, langsung ke rumah ya. Buatin Papah makan sama minum. Soalnya, Mamah mau langsung ke rumah sakit," pinta Dina. Dinda hanya mengangguk.

"Oh iya Mah, bukannya Mamah tadi minta nomornya Gilang ya. Sini, biar Dina masukin nomor Gilang ke Hp Mamah." Dinda lekas memasukkan nomor Gilang ke dalam kontak ibunya.

"Makasih ya," ucap Dina.

"Ini pasti Ayarra nih yang ngadu!" pikir Karin.

"Yang tadi ketauan nyontek, sini!" Buk Firda menyuruh para siswa dan siswi yang mencontek untuk kembali lagi ke dalam kelas. Buk Firda menyuruh mereka untuk berdiri di depan papan kelas selama jam pelajarannya.

"Contoh tuh Rayan sama Ayarra. Mereka itu gak berani nyontek. Jujur!" ujar Buk Firda.

Bobi bertanya kepada Rayan, "Rayan, emang tadi contekkan yang Bobi kasih kemana? Gak dipake?"

"Ya gue pakelah. Ya kali gak gue pake," beber Rayan.

"Kok gak ketauan nyontek sih?" tanya Bobi.

"Cara nyontek lu yang salah!" ucap Rayan.

"Emang cara nyontek yang baik dan benar gimana Rayan?" tanya Bobi.

Karin dan para murid perempuan lainnya, menghampiri meja Ayarra untuk menanyakan sesuatu.

"Kamu kan yang kasih tau Buk Firda? Ngaku aja deh!" cetus Karin.

"Iya, ngaku aja!" ujar yang lain.

"Kalo misalnya aku yang ngaduin itu semua emang kenapa? Kalian mau marah sama aku? Mau kesel?" tanya Ayarra.

"Nantangin nih anak! Liatin aja!" batin Karin. Para murid perempuan memutar bola matanya ke arah Ayarra. Lalu, mereka kembali ke bangku masing-masing.