Chereads / It's Bad Love / Chapter 29 - IBL 29

Chapter 29 - IBL 29

"Bisa tenang enggak sih?" Ucap Laszlo yang kini mulai jengkel melihat Zayn yang sedari tadi tidak bisa tenang di tempatnya.

Hei, dia tidak bisa konsentrasi kalau seperti ini terus menerus. Zayn yang terus menerus uring-uringan di tempatnya itu sungguh membuatnya tidak bisa fokus sama sekali dengan seluruh berkas yang ia tangani.

Zayn langsung menatap ke arah Laszlo yang saat itu ada di depannya yang sedang menatap ke arahnya juga.

"Ck! Aku tidak mengerti, aku tidak mengatakannya serius. Aku hanya ingin menyelamatkan anak itu. Lagi pula dia terlalu cantik untuk menjadi mainan siapapun itu."

Mendengar itu membuat Laszlo memutar bola matanya malas. "Ingat dia itu laki-laki bukan perempuan."

"Tahu, aku sangat tahu, tapi serius bagaimana bisa aku membiarkannya langsung pergi meninggalkan dunia ini tanpa menikmati bagaimana kehidupan di dunia ini. Lagi pula--

Dunia kami tidak akan seimbang apabila dia tidak ada." Kata Zayn menerawang jauh entah kemana yang sepertinya ia mengetahui sesuatu tanpa ada satu orangpun yang mengetahui hal itu.

Tidak, Zayn sangat tahu betul kalau kakaknya juga mengetahui hal ini. Bedanya sang kakak tidak memperdulikannya, Aziel tetap pada pendiriannya dimana mereka harus menyingkirkan Theodoric dari dunia ini saat waktunya tiba. Lebih tepatnya menunggu Aziel mengambil tindakan entah kapan, hanya dia dan Aziel yang mengetahuinya.

Ya, mereka mengetahuinya karena kekuatan mereka yang dapat melihat segalanya. Tapi untuk yang satu ini mereka lebih menutup mata, alias mereka tidak melihat kapan dan bagaimana kejadian itu. Mereka hanya tahu kalau mereka akan melakukannya suatu saat nanti.

Laszlo mendengar itu hanya diam, ia tahu betul bagaimana sifat si kembar Lansky.

"Apa aku haru menyekolahkannya juga?" Celetuk Zayn yang membuat Laszlo langsung menatapnya tajam.

"Apa kau serius dengan perkataanmu? Yak! Bagaimana tanggapan Aziel kalau dia mendengarnya." Kata Laszlo menanggapi.

Zayn mengangkat kedua bahunya.

"Lagi pula dia itu memang harus disekolahkan. Aku tidak ingin mengoleksi orang bodoh."

Ceklek!

"Tidakkah bagus kalau dia selamanya menjadi orang bodoh? Itu mempermudahkan segalanya bukan?"

Terdengar suara pintu yang diikuti oleh suara seseorang yang kini memasuki ruangan itu membuat keduanya sedikit terlonjak kaget seraya mengalihkan pandangan mereka untuk melihat siapa yang baru saja masuk ke ruangan mereka dengan lancang.

Mereka kembali dibuat terkejut saat melihat siapa orang yang baru saja masuk dan itu artinya orang tersebut mendengarkan apa yang mereka katakan tadi, tidak tahu keseluruhan atau sebagiannya saja.

"Sejak kapan kau datang?" Tanya Laszlo dengan beraninya mempertanyakan itu padanya.

"Tidak lama." Jawabnya.

"Tidak lama, tapi kau mendengar percakapan kami." Celetuk Zayn jengah menatap ke arah sang kakak yang saat ini tengah berjalan mendekat ke arah mereka.

"Untuk itu tutup pintumu kalau tidak ingin seseorang mendengar percakapanmu." Jawab Aziel menatap Zayn yang kini mendudukkan dirinya di sofa yang tidak jauh dari keberadaan mereka.

Tentu saja Zayn dan Laszlo langsung melihat ke arah pintu yang setelahnya mereka saling menatap satu sama lain dengan hembusan napas yang membuat mereka sekarang mengerti kenapa Aziel mengetahui pembicaraan mereka.

Ya, orang yang datang itu Aziel dimana ia sedikitnya mendengar perbincangan sang adik bersama Laszlo dari luar ruangan tadi dimana posisinya itu pintu tidak tertutup dengan rapat jadi ia bisa mendengarnya.

Zayn hanya berdengus menanggapi apa yang baru saja Aziel katakan padanya.

"Tidak seperti itu juga--"

"Jangan terlalu lembek pada orang yang bahkan belum kau kenal dua puluh empat jam." Potong Aziel yang tentu saja tidak akan membuat Zayn bungkam.

"Aku tahu, tapi--"

"Zayn." Peringat Aziel.

"Astaga! Setidaknya biarkan dia hidup seperti orang normal sampai hari itu tiba." Kata Zayn cepat sebelum Aziel kembali memotong perkataannya.

Laszlo sendiri memilih untuk diam, ia tidak ingin masuk ke dalam perbincangan dua orang itu dan memilih untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Keluarnya dia dari jangkauan kita akan membuatnya terancam saat itu juga." Jawab Aziel kali ini membuat Zayn terdiam.

Tunggu, ada yang mengganjal dari perkataan Aziel saat ini. Kakaknya itu baru saja mengatakan kalau keluarnya Theodoric dari jangkauan mereka akan membuatnya dalam bahaya bukan?

Seharusnya Aziel mendukung apa yang ia rencanakan, kenapa Aziel malah mengatakan hal seperti itu?

Bukankah secara tidak langsung kakaknya itu sedang melindungi Theodoric dari sesuatu yang tentu saja mereka ketahui di luar sana.

Entahlah.

Ia sendiri tidak tahu apa yang saat ini dalam pikiran kakaknya itu.

Sesaat hening melanda mereka sampai Aziel kembali membuka suaranya saat ia tersadar akan satu hal, perkataannya yang baru saja ia keluarkan.

"Terserah, tapi aku tidak ingin ikut campur dan jangan pernah merepotkanku untuk urusan yang satu itu." Kata Aziel pada akhirnya memberikan Zayn izin untuk menyekolahkan Theodoric yang membuat ia semakin bingung.

Laszlo langsung menoleh melihat ke arah Aziel saat ia baru saja mendengar apa yang dikatakan Aziel yang tentunya itu membuatnya tercengang tidak percaya kalau Aziel memberi izin untuk yang satu itu.

Zayn yang masih dalam keadaan bingung itu menganggukkan kepalanya.

"Aku akan mendaftarkannya nanti dan aku tidak akan merepotkanmu sama sekali. Aku mendengar ajaran baru akan segera dibuka pendaftarannya." Kata Zayn terdengar ada nada keraguan di sana mengingat apa yang dikatakan Aziel padanya.

Kalimat demi kalimat yang dikeluarkan Aziel saat itu sungguh membuatnya bingung.

Aziel tidak menjawab, ia memilih untuk diam sampai dimana mereka semua mendengar suara pintu yang terbuka membuat mereka menoleh ke arah sumber suara.

"Oh." Hanya itu yang keluar dari mulut Zayn saat melihat siapa yang datang saat itu.

Reaksi seperti apa itu?

Itu orang tua mereka, Vegard dan Evanthe yang baru saja tiba entah darimana mengingat tadi mereka pergi bersama Aziel. Tapi saat itu Aziel lebih dulu sampai dari mereka yang tentu saja ada Theodoric yang berada di belakang ke dua orang itu.

Entahlah, mungkin mereka mampir ke suatu tempat dulu sebelum akhirnya mereka sampai di sana.

"Eh, ada nak Laszlo. Bagaimana keadaanmu hm?" Tanya Evanthe.

Laszlo tentu saja langsung berdiri dan memberi hormat kepada Evanthe dan tentunya ia tidak lupa memberi hormat pada Vegard.

"Kapan kalian datang?" Celetuk Zayn membuat Evanthe menoleh ke arah si bungsu.

"Tadi--"

"Kenapa tidak memberitahuku, huh!" Celetuk Zayn lagi memotong perkataan Evanthe.

"Yak! Sungguh sangat sopan. Ibu tidak mau menjawabnya!" Kesal Evanthe membuat Zayn tertawa kecil di tempatnya dengan Vegard yang menggelengkan kepalanya melihat interaksi antara ibu dan anak itu.

"Itu juga salah ibu, kenapa ibu tidak langsung menemuiku setelah bertemu dengan Aziel?"

"Hei, ibumu ini belum makan jadi ibumu harus memenuhi kebutuhan perut ibumu!"

"Bilang aja kalau ibu tidak mau bertemu denganku."

"Astaga anak ini!"

"Sudah, sudah, cuacanya saat ini lagi panas. Jangan memancing emosi." Kini Vegard yang mengangkat suara untuk melerai mereka berdua.

"Tapi di sini dingin, ruangan ini pakai AC."

"Zayn!"

Sungguh luar bisa Ibu dan anak itu.