Ervin tersenyum. "Belum, kita berencana mau liburan beberapa hari di Desa ini."
"Jadi semuanya belum pulang ke Kota?" tanya Damar.
"Hanya kami bertiga yang masih di sini," jawab Ervin melihat Aneska yang sedang menunduk. "Kalian sedang apa di sini?"
"Kami hanya berpapasan saja lalu mengobrol sebentar," jawab Damar melihat Aneska.
"Aku kira kalian sudah janjian untuk bertemu di sini. Apa kalian sepasang kekasih?" tanya Ervin tersenyum melihat Aneska.
Aneska yang sedang menunduk langsung melihat Ervin yang sedang menatapnya.
Damar terdiam, bibirnya ingin mengatakan iya tetapi kenyataannya Aneska belum memberikan jawaban atas pernyataan cintanya beberapa hari yang lalu.
"Kenapa tidak ada yang menjawab?" Ervin tertawa kecil. "Apa kalian malu? Anak muda yang baru kenal dengan yang namanya cinta, pasti akan malu-malu kucing seperti kalian ini. Sungguh menggemaskan."
"Kami bukan sepasang kekasih, hanya berteman saja," jawab Aneska melihat Damar yang spontan melihat kearahnya begitu mendengar Aneska mengatakan itu.
Ervin tersenyum lebar. Entah mengapa, begitu mendengar Aneska mengatakan itu hatinya sangat senang. Tetapi berbeda dengan Damar yang hatinya terasa sakit, begitu mendengar Aneska mengatakan kalau di antara mereka hanya sebatas teman saja.
"Aku tadi justru menduga kalian ini pacaran, apalagi melihat sedang mengobrol di sini hanya berdua saja," jawab Ervin melihat sekeliling yang nampak sepi.
"Kami hanya kebetulan bertemu di sini," jawab Aneska.
"Kamu sudah dapat obatnya?" tanya Ervin, matanya tidak lepas melihat wajah Aneska.
"Sudah," jawab Aneska.
Damar memperhatikan interaksi di antara keduanya, merasa ada yang sedikit ganjil apalagi melihat Pak Ervin yang tidak melepaskan tatapannya dari wajah Aneska.
Aneska melihat sekeliling. "Ini sudah siang, Aku harus cepat pulang. Ibu pasti sudah menungguku dari tadi."
"Iya, Ibu kamu pasti sudah menunggu obat yang kamu beli itu," jawab Ervin.
Aneska melihat Damar yang juga sedang melihatnya. "Aku pulang dulu, Ibu sudah menungguku."
"Iya, nanti kita lanjutkan kembali pembicaraan kita yang belum selesai," jawab Damar.
Aneska melihat Ervin tersenyum. "Aku pulang Ervin."
Damar tertegun mendengar Aneska hanya menyebut Pak Ervin dengan sebutan nama saja.
"Iya, silahkan. Sampai bertemu lagi. Hati-hati," jawab Ervin balas tersenyum.
Aneska mendorong sepedanya menjauhi dua orang laki-laki yang sedang melihatnya. Setelah sedikit jauh mendorong sepedanya, baru Aneska mengayuh sepedanya meninggalkan mereka berdua.
"Damar, kamu dari mana?" tanya Ervin.
"Dari pasar, Pak," jawab Damar.
"Sekarang mau pulang?" tanya Ervin basa basi.
"Iya," jawab Damar.
Ervin melihat ke sekeliling. "Ini sudah mulai panas. Aku juga harus segera ke penginapan. Temanku pasti sudah terbangun dari tidurnya dan mencariku."
"Bapak mau aku antar ke penginapan?" tanya Damar menawarkan diri mengantar.
Ervin terdiam beberapa detik. "Kamu sedang tidak ada urusan?"
"Tidak. Kalau Bapak mau, biar aku antar," jawab Damar sopan.
"Apa tidak mengganggu jika kamu mengantarku?" tanya Ervin lagi. "Kakiku juga sudah lelah, tadi berlari jauh sekali."
"Tidak," jawab Damar segera menghidupkan motornya. "Silahkan naik Pak."
Ervin tanpa di suruh dua kali, langsung duduk di belakang Damar.
"Sudah Pak?" tanya Damar.
"Sudah," jawab Ervin.
Sepanjang perjalanan, tidak ada yang bicara. Ervin terdiam, duduk dengan tenangnya sambil melihat ke hamparan sawah yang membentang luas, menikmati angin yang menerpa wajahnya. Sementara Damar dengan hati-hati menjalankan motornya sambil sesekali menjawab teguran petani yang berpapasan dengannya.
"Di mana penginapannya Pak?" tanya Damar memecah kebisuan yang terjadi di antara mereka.
"Itu yang di sana?" tunjuk Ervin ke salah satu bangunan yang cukup luas bercat putih.
Damar segera melajukan motornya memasuki gerbang yang terbuat dari pagar besi berukir.
"Di sini saja," pinta Ervin minta berhenti di depan orang yang sedang berdiri.
"Pak Ervin, baru pulang?" tanya orang tersebut tersenyum ramah.
"Iya Pak Kodir," jawab Ervin langsung turun begitu motor berhenti.
"Dengan siapa?" tanyanya melihat Damar.
"Dengan teman, bertemu di jalan," jawab Ervin berdiri di samping Pak Kodir, petugas keamanan penginapan.
Damar tersenyum sambil mengangguk sedikit sebagai tanda menghormati Pak Kodir.
"Pak Ervin, baru 2 hari di sini sudah punya teman. Hebat," jawab Pak Kodir.
"Ini siswa yang Sekolahnya kemarin dikunjungi itu," jawab Ervin. "Damar sangat baik, mau mengantarkan aku sampai ke sini. Tadi bertemu di jalan."
Damar melihat Ervin. "Pak, aku mau langsung pulang saja. Ini sudah siang."
"Iya, silahkan. Terima kasih sudah mau mengantar sampai ke sini," jawab Ervin.
Damar menghidupkan kembali motornya lalu pamit pada Pak Kodir dan Ervin.
Setelah melihat Damar pergi, Ervin lalu pergi ke kamarnya dengan terlebih dahulu bicara sebentar dengan Pak Kodir. Ervin melangkahkan kakinya lebar-lebar ingin segera sampai kekamarnya. Setiap wanita yang berpapasan dengannya, selalu menatapnya tanpa ingin berpaling melihat ketampanan wajah yang dimiliki Ervin.
Pintu kamar tidak terkunci ketika Ervin mencoba mendorongnya, terlihat kedua sahabatnya sedang duduk menikmati secangkir kopi yang masih mengepul.
Josh yang pertama kali melihat Ervin langsung bertanya. "Dari mana?"
"Lari pagi," jawab Ervin langsung membuka sepatunya dan masuk ke kamar mandi sementara Thomas hanya melihat saja sambil menyeruput kopinya.
"Kita tadi masih tidur ketika Ervin ke luar," ucap Josh. "Kalau tahu dia akan lari pagi, aku pasti ikut."
"Iya, aku juga berpikir begitu tapi tadi pagi aku memang tidur begitu nyenyak. Mungkin karena lelah dengan perjalanan yang kemarin," kata Thomas.
"Rencana kita hari ini mau apa? Masa cuma duduk manis di dalam kamar," kata Josh.
"Kita jalan ke luar cari angin sekalian cari makan. Bagaimana rencana kita yang mau beli sepeda atau sewa sepeda? Sepertinya kalau ke luar memakai mobil, nantinya akan menjadi perhatian orang sini. Apalagi yang dipakai Ervin tahu sendiri mobilnya seperti apa?" kata Thomas.
Tidak lama kemudian Ervin sudah selesai membersihkan dirinya, wajahnya terlihat lebih segar dengan handuk yang menutupi bagian bawahnya saja.
"Ervin, tadi kamu ke mana saja?" tanya Josh melihat Ervin sedang membongkar kopernya.
"Keliling Desa," jawab Ervin.
"Ada apa saja? Apa ada yang menarik?" tanya Thomas.
Ervin tersenyum sambil memakai kaos polonya, pikirannya teringat Aneska dengan lesung pipinya. "Lebih dari kata menarik bahkan sangat indah. Karya Tuhan yang sangat luar biasa."
"Benarkah? Apa itu? Kamu melihat apa di Desa itu?" tanya Josh.
"Sesuatu yang indah dan cantik," jawab Ervin tersenyum melihat Josh dan Thomas.
"Kalau begitu kami juga ingin melihatnya," kata Josh penasaran. "Kami juga ingin tahu. Benarkan Thomas?" tanya Josh melihat sahabatnya.
"Tentu saja, kita akan ke luar melihatnya. Tapi jangan memakai mobil. Kita harus cari sepeda, aku tidak mau jalan-jalan ke luar memakai mobil," kata Thomas.
"Tanyalah Pak Kodir, di mana bisa mendapatkan sepeda untuk kita," ucap Ervin dengan wajah berserinya.