Josh juga segera turun diikuti Ervin, mereka bertiga pun langsung masuk ke dalam rumah makan yang cukup sederhana. Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka karena penampilan mereka yang terlihat berbeda dan juga baru kali ini melihat mereka bertiga.
Dari dalam, seorang pelayan paruh baya datang menyambut mereka. "Silahkan pilih mau duduk di mana saja," ucapnya karena melihat mereka seperti kebingungan mencari tempat duduk.
"Tidak ada kursi," jawab Josh melihat sekeliling.
"Kursinya sudah terisi semua tapi kalian bisa duduk di atas tikar. Tempat kami, selain duduk di kursi juga menyediakan tempat duduk dengan beralaskan tikar. Kami menyebutnya dengan lesehan," jawab pelayan.
"Aku tahu itu," jawab Thomas. "Tidak masalah buat kami duduk di atas tikar juga."
"Kalau begitu mari ikut denganku," ajaknya dengan sopan untuk lebih masuk lagi ke dalam.
Josh, Thomas dan Ervin mengikuti pelayan masuk.
"Silahkan di sini," kata pelayan tersebut mempersilahkan mereka bertiga pada tempat yang beralaskan tikar dan sebuah meja kecil diatasnya.
"Terima kasih," jawab Ervin langsung melepas sepatunya.
Setelah melihat mereka sudah duduk di atas tikar dengan menghadap meja kecil, pelayan tersebut memberikan sebuah buku menu. "Ini buku menunya."
"Makanan khas apa yang paling enak di sini?" tanya Josh melihat pelayan.
"Rumah makan kami terkenal dengan ikan bakarnya tapi ada juga beberapa menu yang tidak kalah enaknya," jawab pelayan tersebut.
"Kalau begitu, kami bertiga pesan makanan yang menjadi andalan di rumah makan ini," kata Josh.
"Baik," jawab pelayan tersebut.
"Tapi jangan pakai lama, kami sudah lapar," ucap Josh lagi.
"Baik dengan segera," jawab pelayan tersebut.
Ervin pandangannya menyapu sekitar, dilihatnya seisi ruangan yang nampak sangat sederhana sekali tetapi banyak juga yang makan. Terbukti dengan penuhnya kursi dari beberapa meja yang berderet.
Begitu juga dengan Thomas yang pandangannya menyapu sekitar hingga pandangannya jatuh pada seorang gadis muda yang sedang memperhatikannya. Thomas tersenyum melihat gadis itu yang nampak tersipu malu dengan wajah merona merah.
Kehadiran ketiga orang tersebut menyita perhatian orang-orang yang sedang makan terutama para wanita. Dari tatapan mereka terlihat sekali para wanita ini sangat mengagumi ketampanan mereka.
"Lama sekali," gerutu Josh. "Kita seperti makhluk dari planet lain di sini. Aku jadi risih diperhatikan seperti ini apalagi para wanitanya. Seakan aku ditelanjangi di sini."
Ervin tersenyum. "Bukankah kamu paling senang kalau jadi pusat perhatian setiap wanita."
"Iya, tapi bukan wanita yang sudah punya suami seperti mereka itu. Wanita seksi dengan baju ketat yang aku sukai," jawab Josh.
"Aku kira kamu menyukai semua jenis wanita. Bukankah buatmu yang penting makhluk berjenis kelamin perempuan?" kata Thomas. "Yang ada lubangnya."
"Tidak juga, kamu juga selalu pilih-pilih wanita. Wanita yang jelek memang kamu mau?" tanya Josh.
Thomas tertawa. "Wanitaku harus enak dipandang, tidak selalu harus seksi seperti yang ada diotakmu itu. Bisa nyambung bicaranya denganku dan aku juga nyaman bersamanya."
"Ervin, dari tadi kamu diam saja. Apa yang kamu pikirkan?" tanya Josh melihat Ervin yang nampak asyik dengan pikirannya sendiri.
"Kamu pasti sedang memikirkan istrimu?" tanya Thomas.
"Tidak, sampai sekarang pun dia tidak mencariku. Mungkin saat ini dia tidak ada di rumah," jawab Ervin datar.
"Aku tidak mengerti dengan masalah yang kalian hadapi sekarang. Tapi aku berharap masalahmu cepat selesai. Kamu juga tidak bisa terus terusan menghindar," kata Thomas menasehati.
"Iya, aku tahu tapi rasanya sangat susah sekali mengajak bicara Serlin. Setiap bicara selalu diawali dengan emosi," ucap Ervin.
"Apa mungkin istrimu ada laki-laki lain?" tanya Josh dengan wajah polosnya.
Thomas yang duduk di sebelah Josh langsung saja menyenggol lengannya, mengisyaratkan agar tidak bicara seperti itu.
Ervin melihat Josh, tidak ada raut wajah marah atau tersinggung dengan ucapan Josh. "Aku juga sempat berpikir seperti itu. Tapi apa mungkin Serlin bisa melakukan hal itu? Mengkhianati pernikahan kami."
Thomas dan Josh saling berpandangan, apa yang dikatakan Ervin pasti sangat berat untuk diucapkan.
"Kalian sudah lama tidak pernah bertemu dengan Serlin, sekarang dia banyak berubah. Tidak ada lagi kenyamanan dari bicaranya. Egois, hanya itu yang bisa aku katakan sekarang tentang dirinya," kata Ervin dengan pandangan menatap jauh ke depan.
"Separah itukah?" tanya Josh.
"Rumah yang dulu seperti surga buatku sekarang sudah tidak ada lagi. Aku hanya bisa merasakannya di awal pernikahan saja. Aku pikir dengan mengijinkannya untuk tetap bekerja sebagai model tidak akan membuatnya berubah ternyata dugaanku meleset. Baginya rumah kami hanya tempat persinggahan saja."
Thomas menarik napas panjang, melihat Ervin yang pasti hatinya sangat sedih. Pantas saja sampai mau ikut dengannya. "Sudahlah, jangan membahas masalah itu. Bukankah kita ke sini mau berlibur?"
"Iya, bisa saja sepulang kamu dari sini. Keadaan berubah, Serlin menyadari kesalahannya," sambung Josh.
Tidak lama kemudian semua pesanan makanan mereka datang, mulai dari ikan bakar yang menggugah selera sampai dengan semua makanan yang ada di rumah makan itu dihidangkan di meja mereka.
Tercium aroma wangi ikan bakar yang menggugah selera, membuat mereka bertiga tanpa membuang banyak waktu, langsung menyantapnya sampai tidak ada yang bersuara sedikit pun.
Orang-orang yang ada di rumah makan tersenyum melihat mereka bertiga makan dengan lahapnya, sampai ada salah satu dari meja yang tidak jauh dari mereka terdengar berbicara.
"Mereka bertiga sangat tampan tapi makannya seperti orang yang baru selesai mencangkul di sawah. Lihatlah seperti orang yang kelaparan," ucap salah satu Ibu yang sedang menggendong anaknya.
"Hush! Sembarangan kalau berbicara. Jangan begitu, nanti tersinggung kalau terdengar mereka," larang lelaki yang ada disampingnya.
Mereka bertiga sebenarnya mendengar apa yang wanita itu katakan tetapi tidak ada gunanya untuk menjawab, ikan bakar dan hidangan yang ada di depan mereka lebih menarik daripada membalas ocehan yang tidak berguna.
Dalam waktu singkat semua ikan bakar yang mereka pesan sudah habis berpindah ke dalam perut mereka, yang tersisa hanya tulang ikan di atas piring kotor.
"Kenyang sekali," kata Josh sambil membersihkan tangannya di dalam air kobokan dengan campuran jeruk nipis yang telah disiapkan.
"Aku juga," jawab Ervin.
"Enak juga ikan bakarnya. Masakannya juga tidak kalah dengan masakan hotel bintang lima," ucap Thomas.
"Iya, aku sampai tidak bisa berhenti makan. Kalau rumah makan ini ada di Ibukota pasti tiap hari akan diserbu banyak pelanggan," jawab Josh.
"Aku jadi berkeringat," ucap Ervin sambil mengambil bungkus rokok yang ada di saku celananya. "Sambalnya pedas sekali."
Thomas melihat ke kursi yang tadi ada seorang gadis sedang memperhatikan dirinya tetapi kursi itu sudah kosong. "Gadis itu sudah tidak ada," gumamnya pelan tanpa sadar.
Josh mendengar Thomas bicara, meskipun bergumam tetapi terdengar jelas di telinganya. "Gadis yang mana?"