Sepanjang mall, Dea menampakkan senyum bahagianya, Abraham berfikir apa wanita ini tidak sedih saat mengetahui sang suami menikah lagi, atau ini adalah caranya melupakan kesedihan wanita itu? namun entahlah hanya Dea dan Tuhan yang tahu.
"Humm, aku mau nonton bioskop. Kamu mau nemenin aku?" tanya Dea sambil bergelayut manja pada Abraham, "mau nonton apa?" Abraham menanggapi permintaan sang kekasih.
"Sebentar," Dea melepas tangannya dan melihat-lihat daftar film yang diputar, ada film romantis, ada film horor, ada film action, dan terakhir komedi. "Ini... aku mau nonton yang ini," Dea menunjuk film horor, Abraham mengerutkan kedua alisnya bersamaan.
"Yakin, itu horor lho?" tanya Abraham meyakinkan, namun Dea mengangguk dengan cepat dan mantap, Abraham hanya berdecak kesal, 'kenapa ngga milih yang romantis aja sih,' sungutnya dalam hati.
"Ya udah kamu beli popcorn sama minuman, aku antri beli tiket," sambung Dea seraya menengadahkan tangannya, Abraham memberikan dompetnya pada Dea, dan Dea mengambil dua lembar berwarna merah, lalu menyerahkan kembali pada Abraham.
"Cukup segitu?" tanya Abraham tidak yakin, lagi Dea mengangguk yakin, dan membuat Abraham melangkah menuju konter tempat menjual makanan dan minuman, lagi-lagi Abraham berdecak sebal, beli popcorn aja antri.
Kepala Abraham menoleh mencari keberadaan Dea, dan dia mendapati Dea sedang duduk menunggu dirinya sembari bermain ponsel. Abraham menepuk keningnya, menjadi tetangga Dea hampir tiga bulan dan sekarang menjadi kekasihnya wanita itu masih saja belum mengetahui nomer ponselnya.
"Maaf lama, antrinya panjang," sesal Abraham yang disambut Dea dengan senyum hangat. "Ngga papa, Sayang," sahut Dea dengan suara manja, namun Abraham menyukainya, Abraham lalu mengelus kepala Dea dan menyerahkan popcorn miliknya dan menggandeng tangan Dea masuk kedalam ruang teater.
Dua jam berlalu, akhirnya filmnya selesai. Abraham kembali heran, padahal film tadi cukup menyeramkan tapi kenapa wanita ini tidak takut.
"Setelah ini mau kemana?" Abraham merangkul pundak Dea, wanita itu nampak berfikir.
"Makan, lalu pulang," sahut Dea kemudian, Abraham menuntun wanita-nya ke food court dan memilih menu di kedai yang menjual makanan kesukaan Dea. Seperti permintaan Dea, setelah makan mereka pulang.
"Yakin ngga mau kemana-mana lagi?" tawar Abraham, saat ini mereka berada di dalam mobil milik Abraham, Dea memutar tubuhnya menghadap Abraham lalu mengusap lengan kekar yang berbalut kaus lengan panjang.
"Yakin, kapan-kapan kalau aku pengen kemana ngajakin kamu lagi. Efek palang merah, jadi tubuhku letih, kepala pusing," Dea memijat tengkuknya yang pegal, Abraham mengangguk paham.
Sesampainya di depan rumah Abraham memarkir mobilny, untung keadaan perumahan mereka sepi, jadi Dea dan Abraham leluasa masuk kerumah Abraham. "Boleh aku tidur di sini sebentar? Nanti jam empat aku balik kerumah, waktunya mas Rama pulang," kata Dea yang menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu Abraham yang panjang.
"Tidur di kamarku aja, biar badanmu enakan," ujar Abraham dengan setengah berbisik, Dea mengangguk lalu mengulurkan tangan meminta gendong.
Sesampainya di kamar Abraham merebahkan tubuh Dea yang mungil, "pakai selimut?" tawar Abraham namun Dea menolak dengan menggeleng. Setelah mata Dea sudah terpejam, Abraham keluar menutup pagar lalu mengunci pintu dan masuk lalu menyusul Dea tidur.
"Tidur yang nyenyak," ucap Abraham sambil mengecup kening Dea dan menarik wanita-nya kepelukannya. "Suamimu memang bodoh memilih menyakitimu daripada menolak perjodohan bodoh itu, aku akan membantumu lepas dari nya," gumam Abraham lalu memejamkan mata dan ikut Dea ke alam mimpi, tidak lupa menyetel alarm.
Alarm ponsel Abraham berbunyi dan membuat Dea terganggu dan akhirnya terbangun lalu mematikan alarm tersebut, melihat jam dinding dan gegas turun menyambar tas dan berlari keluar, namun tidak lupa melihat keadaan, beruntung masih sepi. Dea gegas keluar rumah Abraham tanpa berpamitan dan masuk kerumahnya.
Abraham terbangun jam enam dan menyadari Dea sudah tidak ada, lalu tangannya mencari ponselnya namun tidak ada, "bukannya tadi di sini, apa kebawa Dea ya? pikir Abraham. Setelah itu gegas Abraham mandi dan memesan makanan dengan ponsel lain.
Keesokan harinya Abraham melakukan kegiatan biasa, ingin sekali menghubungi wanita-nya namun takut ketahuan sang suami, akhirnya Abraham keluar dan mendapati Dea sedang mengantar Rama sampai di luar gerbang.
Penampilan Dea walau hanya memakai daster namun terlihat begitu entahlah, " dadah, Sayang. Hati-hati di jalan," ucap Dea kepada Rama namun melirik kearah Abraham, Abraham pun paham dan mengangguk dan masuk kedalam mobil.
(Ini nomerku yang lain,) pesan yang dikirim Abraham di nomer ponsel yang Dea bawa.
(Oke, Sayang) balas Dea cepat, Abraham tersenyum melihat balasan tersebut.
Dua minggu sudah Dea dan Abraham menjalin hubungan gelap, Abraham heran bukankah kata ibu-ibu tetangga suami Dea posesif, namun kenapa sekarang membiarkan wanita itu berkeliaran sendiri, ya walau ada dirinya yang menemani.
Mereka hanya berpelukan dan berciuman saat bertemu walau terkadang Abraham ingin menyentuh Dea namun dia tahan, sampai hubungan itu berjalan dua bulan dan entah siapa yang memulai, kedua mulai berani menyentuh intim dan membangkitkan sesuatu pada diri mereka.
Dan akhirnya sesuatu yang tidak seharusnya terjadi pun terjadi, mereka berbagi peluh dan mengungkapkan rasa cinta mereka.
"Aku mencintaimu, De," kalimat yang selalu Abraham ucapkan, "hmm, aku juga," dan hanya itu balasan Dea. Mereka sering melakukan hubungan suami istri seminggu tiga kali, Abraham begitu ketagihan dan tidak bisa lepas dari Dea, dan mereka melakukan itu sampai sekarang. Dan mereka telah menjalin hubungan hampir enam bulan.
Saat pertama mereka memadu kasih Abraham meminta Dea menyebut dengan namanya saja tanpa embel-embel 'Mas', kecuali di depan orang-orang. Dan sampai tiga hari yang lalu Dea minta di sembunyikan, entah apa alasannya.
"Aku ingin ke pantai," suara Dea membuyarkan lamunannya tentang mereka.
"Pantai mana? Bali?" tawar Abraham, Dea menggeleng, "Ke kota Jogja saja, di sana bagus-bagus pantainya. Ada candi bersejarah juga, sudah lama aku ingin ke sana," ucap Dea yang masih di dalam pelukan Abraham.
"Siap, Cintaku. Permintaanmu adalah titah bagiku," ucap Abraham yang membuat Dea semakin mempererat pelukan tersebut.
****
Ditempat lain di rumah mama Rama, suami Dea masih uring-uringan. "Rama kenapa kamu marah-marah sama menantu kesayangan mama?" ternyata Raya, istri kedua Rama menceritakan bahkan menambahkan kejadian itu hanya untuk mencari simpati sang mertua atau ibu dari Rama.
Rama mendengus kesal, dirinya tahu pasti istri keduanya mengadu yang tidak-tidak pada mamanya. Saat ini dia memilih pulang kerumah mamanya, kalau kerumah Dea pasti teringat istri pertamanya dan akan semakin gila, apalagi jika tinggal di rumah istri keduanya, emosinya pasti akan meningkat karena sikap egois Raya.
"Oya bagaimana kalau kalian bulan madu, agar menantu kesayangan mama cepat hamil,"
Rama memutar bola jengah, mereka sering bulan madu sebulan sekali, bahka selama delapan bulan ini dia tidak memberi nafkah batin pada Dea, istri pertamanya.
"Rama banyak kerjaan, Ma.Lagi pula kami sering bulan madu, namun menantu kesayangan mama belum juga hamil, ingat ma,ini hampir setahun aku menikahinya," tegas Rama mengingatkan sang mama.
Rama ingat, dulu dia dan Dea sering kontrol kesehatan dan hasilnya mereka sehat, namun entah kenapa Dea masih belum juga bisa hamil.
"Apa jangan-jangan Dea memanupulasi kesehatan kalian, dia yang sebenarnya mandul namun meminta sang dokter menulis kalian sehat?" mama Rama mempengaruhi sang anak agar goyah, dan menceraikan Dea. Jika Rama dan Dea berpisah, maka mama dari Rama akan mendapatkan lima persen harta milik besannya, itu adalah janji mertua dari Rama.