Pagi harinya Abraham melakukan rutinitasnya, bekerja sampai sore di kantor lalu pulang, sore hari berharap wanita itu keluar dan menampilkan senyum manis, semanis gula dan bisa membuat orang terkena diabetes eeaa.
Waktu berlalu begitu cepat, tidak terasa seminggu berlalu dan Abraham belum bertemu dengan Dea. Entah ide dari mana tiba-tiba Abraham ingin bertemu dengan Dea dengan alasan mengembalikan piring.Abraham gegas keluar menuju rumah Dea yang pagarnya tidak di tutup.
Tok tok tok, agak lama Abraham mengetuk pintu rumah Dea. Saat akan mengetuk kembali pintu itu terbuka dan menampakkan wajah seorang wanita dengan wajah yang sembab dan wajah memerah.
"Mas Abraham, masuk," ucap Dea dengan suara serak, Abraham mengangguk lalu melangkahkan kakinya yang panjang kearah ruang tamu. Dea masih nampak sesenggukan entah apa penyebabnya, hati Abraham merasa teriris karenanya.
"Saya mau mengembalikan ini," kata Abraham seraya meletakkan piring dan mangkok, namun matanya tidak lepas dari wajah Dea, 'apa yang terjadi? Apa yang membuatmu menangis?' monolog batin Abraham.
Dea terpaksa tersenyum lalu mengangguk, "mas Abraham sudah makan? tadi saya sudah masak, tapi sepertinya mas Rama hari ini tidak pulang lagi," tawar Dea masih dengan suara parau.
"Memang kemana suamimu?" tanya Abraham hati-hati, Dea mendongak menatap mata elang Abraham lalu tersenyum getir, "kerumah istri keduanya," sahut Dea yang langsung menunduk lagi, nyess, hati Abraham ikut terluka. Tak sadar tangannya mengepal buku jarinya memutih.
"Kamu sudah makan?" Abraham mengalihkan pembicaraan, Dea menggeleng pelan. Abraham menghembuskan nafas melalui mulut lalu berdiri, "ayo temani aku makan," ujar Abraham seraya mengulurkan tangan di depan Dea.
Dea berdiri tanpa menerima uluran tangan Abraham lalu menuju ruang makan, Abraham pun mengekor lalu duduk di depan Dea dan mereka berdua makan dalam diam, Abraham menatap Dea yang hanya mengaduk makanan di piringnya.
"Makanlah, menangis juga membutuhkan tenaga,"ucap Abraham kesal, Abraham tahu rasanya dikhianati oleh karena itu dia tahu bagaimana perasaan Dea sekarang.
Dea akhirnya makan walau terlihat terpaksa, 'brengsek lu bro, cewek secantik dan sebaik Dea lu sia-siakan, jangan salahkan gue kalau Dea jatuh kepelukan gue,' geram Abraham dalam hati.
" Kenapa lakimu nikah lagi?" tanya Abraham penasaran. Dea hanya diam dan hanya mengaduk makanannya, membuat Abraham gemas lalu berpindah kesamping Dea.
"Bagaimana kalau kamu selingkuh sama aku?" tawar Abraham yang langsung membuat Dea menoleh dan menatap tajam Abraham, "jangan gila!" pekik Dea kesal. Abraham menyandarkan punggungnya disandaran kursi lalu tangannya kebelakang menyangga kepalanya.
"Aku ngga gila, dari pada sakit hati trus nangis. Buang-buang waktu dan energi tahu," Abraham lalu terkekeh, "tahu apa kamu soal rumah tangga," ketus Dea kesal. Abraham kembali terkekeh mendengar penolakan Dea yang terdengar mengejek baginya.
"Kau tahu apa statusku? Duda," Abraham menjeda ucapannya. "Karena istriku selingkuh, dan itu membuat aku membenci yang namanya orang ketiga," sambungnya.
"Kalau kita selingkuh bukannya kamu juga orang ketiga?" tanya Dea polos yang membuat Abraham tersenyum lalu menggeleng, "aku bukan orang ketiga, aku orang keempat. Apa kamu lupa istri kedua suamimu, berarti dia yang ketiga. Iyakan?" Dea diam hatinya membenarkan ucapan Abraham.
'Ayolah De, buat lelaki bodoh itu menyesal menyia-nyiakan kamu,' batin Abraham memerintah, Abraham tersenyum karena Dea nampak berfikir keras.
Cup, Abraham mengecup bibir Dea kemudian berdiri dan menengak minumnya. Mata Dea membulat sempurna karena kecupan tidak terduga tersebut. "Kamu!" pekik Dea lalu berdiri dan kemudian menunjuk wajah Abraham.
"Dahlah, aku mau pulang, udah kenyang juga," Abraham mengelus perut sispacknya, "pikirkan baik-baik tawaranku," bisik Abraham yang kemudian mengecup pipi Dea dan setengah berlari keluar.
"C'k masa gue jadi pebinor," Abraham lalu terkekeh dengan ucapannya sendiri.
***
Seminggu setelah kejadian, kemudian Abraham melihat suami Dea pulang, namun wanita itu tidak menyambut dengan kebiasaannya yang selalu menunggu di depan.
"Gila thu lakinya Dea, ninggalin istri seperti Dea dua minggu, beruntung Dea setia," gumam Abraham tersenyum miris, mengingat Dea belum memberi jawaban akan tawaran konyolnya.
Hari Senin pagi suami Dea pergi lagi, mungkin ke kantor, sedang Abraham agak malas pergi kekantor. Akhirnya sibuk dengan laptop adalah pilihannya, sampai ada yang mengetuk pintu rumahnya.
Bibir Abraham tersenyum mendapati siapa yang datang kerumahnya, "ada apa?" tanya Abraham sambil tersenyum, matanya menindai wanita di depannya.
"Mau minta tolong, kran rumah lepas," ucap Dea pelan, "memang aku tukang ledeng," gerutu Abraham yang lalu mencuri kecupan di kening Dea, kemudian masuk dan keluar lagi membawa peralatan dan berjalan beriringan kerumah Dea.
Mereka masuk kedapur dan mendapati dapur Dea banyak genangan air, Abraham berdecak kesal. "Apa yang aku dapatkan jika aku membetulkan kran itu?" tanya Abraham yang berniat menggoda wanita di depannya.
"Apa tawaranmu masih berlaku?" Abraham menoleh kearah Dea, berharap tidak salah dengar. "Ehem, aku tidak dengar apa yang kau ucapkan," Abraham mulai mendekat kearah Dea, tanpa di duga Dea mengalungkan tangannya di leher Abraham dan melumat bibir Abraham.
"Sudah sana benerin!" titah Dea dengan nada manja, Abraham tersenyum mendengar ucapan wanita tersebut, "siap, Sayang," Abraham pun gegas membenarkan kran tersebut.
"Kenapa ngga minta suamimu yang membenarkan?" Abraham bertanya tapi tangannya masih sibuk memutar kran agar terpasang dengan benar.
"Males aja," sahut Dea yang tiba-tiba sudah ada di samping Abraham, " kamu serba bisa rupanya," puji Dea tulus.
"Ya, aku juga bisa membuatmu bahagia, termasuk di ranjang," bisik Abraham yang membuat wajah Dea merona, "buktikan!" tantang Dea dengan berbisik juga.
"Apa suamimu sudah menyentuhmu, setelah menyentuh istri keduanya?" Dea menggeleng membuat Abraham mengernyit heran.
"Aku sudah jijik, jika harus di sentuh mas Rama," Dea tampak bergidik, "lagi pula aku juga lagi palang merah," Dea langsung terkekeh karena Abraham mendelik mendengar jawaban terakhirnya.
"Makan dulu, Mas?" tawar Dea setelah Abraham selesai dengan kran dan memasukkan perkakasnya.
"Aku pengennya makan kamu," bisik Abraham yang sudah berdiri dan mengurung Dea dengan menempatkan kedua tangan kekarnya di meja. Dea memutar tubuhnya menghadap Abraham,
lalu mencubit perut kotak-kotak tersebut.
"Hari ini liburkan? Temani aku ke mall yuk, mau jalan-jalan, stres dirumah," Dea melingkarkan tangannya di pinggang Abraham lalu mendongak, Abraham mengangguk lalu menarik Dea kedalam pelukannya.
"Jadi status kita sebagai kekasih?" tanya Abraham memastikan, Abraham merasakan Dea mengangguk di pelukannya.
"Ya sudah sana kamu siap-siap, aku beresin dapur dulu habis itu kita pergi," Dea melerai pelukan itu dan mendorong Abraham agar keluar. Sesampainya di ruang tamu Abraham menyandarkan Dea di tembok dan mengunci dengan tangannya.
"Lima menit," ucap Abraham seraya mengusap bibir Dea yang berwarna pink, Dea pun memejamkan mata dan Abraham menunduk lalu melumat bibir Dea. Sesekali menggigit gemas dan lidahnya menyapu rongga mulut Dea. Lidah mereka saling membelit dan bertukar saliva, Dea mendorong tubuh Abraham kebelakang.
"Kamu mau membunuhku?" kesal Dea karena kehabisan nafas, wajahnya memerah dan dengan nafas tersisa Dea memejamkan mata lalu menghirup udara sebanyak-banyaknya. Abraham terkekeh melihat ekpresi kekasihnya, menggemaskan pikir Abraham.
Di sepanjang mall senyum Dea tidak pernah hilang, itu membuat Abraham semakin terpesona dan berniat akan merebut wanita itu. Teleponnya berdering, dan senyum di wajah tampannya tercetak.
"Ada kabar apa?" tanya Abraham pada si penelpon, yang tidak lain adalah orang kepercayaannya yang dia tugaskan mencari info tentang Rama, suami Dea.
Senyum Abraham mengembang saat si penelpon melaporkan semua tentang Rama, "good job," ucapnya kepada si penelepin dan kemudian menutup sambungan telepon tersebut.
"Kau akan menyesal, Bung," Abraham menyeringai puas.