Chereads / Dendam Winarsih / Chapter 4 - Kembang Melati

Chapter 4 - Kembang Melati

Mang Dadang dan Mang Karno sama-sama tidak mau memulai pembicaraan. Suasana di ambulans begitu misterius dan mencekam. Keduanya hanya bisa saling pandang.

Kenapa bisa sampai malam begini ngantar jenazahnya. Ini karena kelamaan dibelak belik jadi kemalamankan ngantarnya rutuk Mang Dadang.

"Kar, kamu merasakan sesuatu?" tanya Mang Dadang.

"Merasakan apa Dang? Jangan ngomong yang aneh-aneh. Kita harus cepat sampai di rumah jenazah ini. Kasihan dia kelamaan di sini," kata Mang Karno.

Mang Karno sebenarnya takut untuk membahas tentang korban. Dia juga tadi sudah merasakan bulu kuduknya merinding luar dalam atas bawah samping kiri dan kanan. Mata Mang Dadang melihat ke arah jalanan dan terlihat wanita sedang berdiri tertunduk.

Cittt.

Mobil ambulans berhenti dan Mang Dadang menatap Mang Karno. Mang Karno yang melihat Mang Dadang berhenti kaget.

"Kenapa berhenti Dang? Apa kau melanggar orang atau kucing liar?" tanya Mang Karno.

Mang Dadang menggelengkan kepalanya dengan pelan. Mang Dadang melihat pintu sebelah Mang Karno. Wanita yang dia lihat ada di luar dan sedang menatapnya. Mang Karno yang tak tahu memberikan kode dengan menaikkan alisnya. Mang Dadang menunjukkan dengan dagu kearah pintunya.

Mang Karno berbalik dan melihat ada wanita di luar pintu mobilnya. Mang Karno yang kaget spontan lompat ke pangkuan Mang Dadang.

"Astaqfirrullah alazim. Ya Allah ampuni dosaku," Mang Karno mengucap berkali-kali sambil mengelus dadanya.

Mang Dadang yang melihat sahabatnya kaget ingin tertawa tapi ditahan. Wanita yang di luar tidak sedikitpun untuk bersuara. Mang Karno menatap Mang Dadang.

"Dia dedemit apa manusia Dang?" tanya Karno.

"Mana saya tahu atuh. Kamu coba tanya sana. Jika dia manusia mana mungkin bisa berdiri di situ. Bisa saja dia habis pulang dari surau," ucap Mang Dadang.

Mang Karno bergeser ke sebelah tempat duduk yang tadi dia tempati. Mang Karno membuka kaca mobil ambulans.

Crekk

Mang Karno melihat wajah wanita yang sendu, pucat dan dingin itu. Mang Karno dan Mang Dadang menelan salivanya. Aura si wanita ini sangat misterius dan di tambah suasana malam yang sedikit gerimis menambah sensasi yang wowww.

"Permisi Neng, Mamang mau tanya boleh?" tanya Mang Karno.

Wanita itu menganggukkan kepalanya dengan pelan. Lagi-lagi Mang Dadang dan Mang Karno menelan salivanya dengan keras. Sumpah ini kayak melihat hantu wanita yang bunuh diri gumam Mang Dadang dalam hati.

"Neng, mau kita antar? Jika mau masuk saja Neng. Mamang nggak bakalan macem-macem kok. Kami orang baik," jawab Mang Karno dan dianggukkan oleh Mang Dadang.

Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya lagi. Mang Karno membuka pintu dan mempersilahkan wanita misterius itu untuk duduk. Tanpa sengaja tangan Mang Karno menyentuh tangan wanita itu. Satu kata yang Mang Karno rasakan dingin kali sumpah.

Ketiganya akhirnya melanjutkan perjalanan menuju rumah wanita itu. Mang Dadang dan Mang Karno tidak banyak bicara sama sekali. Baru jalan sekitar 100 meter dari tempat tadi aroma yang menyengat langsung tercium.

"Dang! Bau kembang melati ya," ucap Mang Karno.

"Iya Kar, baunya serasa dekat ya. Dan aku merasa kita kenapa nggak sampai-sampai ya. Apa kita salah alamat ya?" tanya Mang Dadang.

"Maaf Neng, apa Neng bisa kasih tahu alamat rumah Neng, soalnya kita mau ke arah Desa Salak. Mau antar korban pembunuhan," ucap Mang Karno.

Wanita itu melihat Mang Karno dam tersenyum. "Saya juga mau kesana. Mau lihat saudara saya yang meninggal karena pembunuhan juga," ucap wanita itu.

Mang Karno dan Mang Dadang yang belum nyambung dengan koneksi internet di otaknya ikut merasakan sedih yang luar biasa.

"Yang sabar ya, saya harap Neng dan keluarga diberikan ketabahan dan almarhum bisa diterima sama sang pencipta," ucap Mang Dadang.

"Amin."

Mang Karno mengusap wajahnya dan mengamini apa yang Mang Dadang katakan. Mang Dadang tersenyum melihat wanita cantik itu ikutan tersenyum.

Ketiganya terus melajukan mobil ambulansnya dengan kecepatan rata-rata. Mang Karno melihat sekitar dan merasa aneh karena jalanan yang mereka lalui masih seputar situ saja. Mang Karno masih ingat palang penunjuk jalan. Mang Karno juga melihat ke kaca spion kalau hanya ada dia dan Mang Dadang saja di mobil.

Kok aneh ya, kenapa hanya ada aku dan si Dadang saja. Dan wanita ini masih di sampingku. Nggak mungkin mataku burem. Masak janda sebelah aku tahu sedangkan wanita cantik duduk di samping tidak sih gumam Mang Karno.

Mang Dadang yang melihat Karno panik hanya berdehem saja. Dia juga merasa mobil ini jalannya melambat dan seperti melayang.

"Dang, kenapa kita belum sampai juga. Apa kamu tidak salah masuk Desa? Setahuku desa Salak tidak sejauh ini dari rumah sakit," kata Mang Karno.

"Iya juga ya. Tapi ini rutenya benar Kar. Mana mungkin salah Desa dan aku juga sering antar pasien dan jemput pasien kesini," ucap Mang Dadang.

Wanita di sebelah meletakkan golok di pangkuannya. Mang Dadang dan Mang Karno kaget melihat wanita ini bawa golok. Setahu Mang Karno tadi tidak ada golok, tapi dari mana datangnya golok itu dan ada bekas darah juga.

"Neng a--apa yang Neng ba-bawa itu. Dan sejak kapan ada itu di situ?" tanya Mang Karno dengan terbata-bata.

Wanita itu tertawa dengan keras. Hahahahahaha ... Hihihihihihi.

Mang Dadang dan Mang Karno menghentikan mobilnya spontan. Akibat mobil yang dihentikan mendadak golok itu tertancap di leher Winarsih. Mata Mang Dadang dan Mang Karno membelalak. Keduanya keluar dengan cepat namun pintu tidak dapat dibuka oleh keduanya.

"Ampun Neng, jangan bunuh kami. Kami tidak sengaja buat goloknya nancep di leher Neng. Maafkan kami Neng, jangan hukum kami dan jangan bunuh kami. Kami hanya mau antar jenazah saja. Kasihan dia terlalu lama Neng," cicit Mang Karno.

Mang Dadang juga mengatupkan tangannya. Dia merasa bersalah karena dirinya berhenti mendadak golok itu nancap ke leher wanita itu.

"Neng mau pulang, antar Neng pulang. Emak sama Abah pasti nungguin Neng," ucap wanita itu.

Wajah wanita itu berubah seperti saat dia di temukan. Darah terus mengalir di leher dan perutnya. Bau amis dan anyir menyeruak seisi mobil ambulans. Mang Dadang yang membawa mobil ambulans menganggukkan kepalanya.

"Dang, ayo cepat kita antar Neng ini. Kasihan Mak dan Abahnya. Ayo cepat Dang," cicit Mang Karno.

Mang Karno sudah tersudut di dekat dasboard. Dia tidak berani duduk di dekat wanita itu. Wanita itu menggerakkan lehernya. Mang Dadang melihat tangannya bergetar. Sambil komat kamit membaca ayat suci dia juga melihat sahabatnya itu sudah terduduk di bawah kursi.

"Neng, apa masih jauh," kata Mang Dadang.

Mang Dadang memberanikan diri untuk bertanya pada wanita itu. Wanita itu hanya tertawa tanpa henti sekali-kali bersenandung kecil dan menangis. Suasana dalam mobil ambulans semakin mencekam.

"Narsih akan tunjukkan jalannya Mang," kata Winarsih lagi.

Mang Dadang mengangguk kepalanya dan mengikuti arahan Narsih. Masa bodoh mau kemana asal sampai ke tujuan pikir Mang Dadang. Tak berapa lama ketiganya benar sampai di rumah Narsih.

Narsih melihat Mak dan Abahnya menangis histeris. Narsih menangis melihat kedua orang tuanya yang sudah mulai menua. Tak ada lagi yang akan merawat keduanya saat ini. Mang Dadang dan Mang Karno melihat Narsih menangis ikutan terharu dan menangis juga.

"Neng, ikhlaskan semuanya. Semua sudah takdir dari sang pencipta. Yang hidup pasti akan meninggal, jadi ikhlaskan. Insya allah Mak dan Abah akan selalu dijaga sama penciptanya," ucap Mang Dadang.

"Iya Neng, lebih baik Neng istirahat. Biar orang yang jahat sama Neng akan mendapatkan balasannya dan siksaan dari penciptanya," ucap Mang Karno yang memberanikan diri untuk berbicara.

"Aku akan mencari mereka sampai kapanpun," ucap Narsih sembari tertawa keras.

Mang Dadang dan Mang Karno terdiam mendengar perkataan Narsih. Keduanya hanya bisa termenung mendengarnya. Pintu kaca terketuk, Mang Karno bangun dari tempat sembunyinya dan keluar untuk menemukan para pelayat untuk menurunkan jasad korban tadi.

Yuk singgah dan simpan di rak jangan lupa kasih komentar kalian Mauliate Godang.