Winarsih melihat kearah Nona yang tergeletak di lantai. Dia juga melihat kearah sekitar, dia bukannya pergi, malah membuat suara tangis yang membuat bulu kuduk merinding.
Uhuuuu ... uhuuu!
"Aku tak tenang, aku mau mereka semua tiada sama seperti yang aku rasakan. Lihat ini, kepalaku ada golok, dan perutku juga sudah robek, aku mau mereka merasakan semuanya, aku mau mereka merasakan apa yang aku rasakan," ucapnya dengan suara tinggi.
"Kita harus ikhlas Narsih, jangan kau balas perbuatan mereka, biar kan semua Tuhan yang balas," ucap Mang Jupri.
Winarsih mendekati Mang Jupri, dia mencabut goloknya dari kepalanya dan darah muncrat mengenai wajah Mang Jupri.
Ian, Dino dan Paijo yang melihatnya muntah-muntah.
Uekk ... uekk!
Paijo sampai pingsan karena sudah tak tahan melihat darah itu terus mengenai wajah Mang Jupri. Begitu juga dengan Ian, dia tak menunggu lama lagi, matanya tertutup dan tak sadarkan diri tersisa Dino.
"Mbak, jika mbak ingin balas dendam, jangan sakiti orang yang bersalah, kami akan bantu mbak, sebisa mungkin kami bantu Mbak," ucap Dino.
"BALASKAN DENDAMKU!" teriak Winarsih dan dia tertawa dengan suara melengking.
HAAAHAHAHHH!
Winarsih langsung menghilang dari hadapan kedua lelaki yang beda usia itu. Mang Jupri terduduk dan mengelap wajahnya yang berlumuran darah, dia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi sama ke empat anak muda dari kota ini.
"Kalian hutang penjelasan denganku," kata Mang Jupri.
Dino menundukkan kepalanya, dia tak tahu apa yang membuat Winarsih bisa semarah itu. Padahal dia hanya menonton di tv dan kejadian yang menimpa Winarsih mereka lihat di tv.
Dino menepuk pipi Ian dan Paijo tapi keduanya tak sadarkan diri. Dino menyeret keduanya secara bergantian.
"Ini anak berdua makan nasi apa makan batu beton, berat amat kalian berdua. Banyak dosa sama Mak dan Ayah ini, makanya numpuk," ngeluh Dino.
Dino kembali keluar dan mengangkat Nona. Perlahan dia angkat dan meletakkan di ranjangnya.
"Tidur yang nyenyak ya," ucap Dino sambil mengecup kening Nona dengan lembut dan menarik selimut agar Nona tak kedinginan.
"Sepertinya aku harus berjaga di sini, euhh! pinggangku sakit, leherku juga. Pasti membekas ini," ucap Dino.
Dino melihat dari kaca, benar sekali bekas tangan Winarsih, untung saja dia tak meninggal. Masih ada untungnya dalam hidup ini gumam Dino.
Dino berjalan menuju sofa dan merebahkan dirinya sambil mengelap sudut bibirnya yang luka. Dino melihat ke sekeliling ruangan sudah berantakkan.
"Besok saja, lelah ngantuk," Dino memejamkan matanya.
Perlahan dia masuk dalam alam mimpinya. Dia sudah tak peduli kalau Narsih mengganggunya.
Ian dan Paijo sudah bangun dan melihat dia di kamar dan Dino tak ada di kamar.
"Ian, kemana Dino?" tanya Paijo.
"Aku saja baru bangun, kenapa kau tanya aku, cari di luar sana, duh! sakitnya punggung belakang akibat di lempar sama Winarsih itu," rutuk Ian.
Ian dan Paijo akhirnya keluar dengan pinggang yang masih perih alias sakit. Keduanya berjalan tertatih sambil memegang dinding pemisah alahhh berlebihan.
"Kacau sekali, seperti kena puting beliung ruangan ini, tapi Dino mana ya?" tanya Paijo.
Ian mengangkat bahunya dan mencari ke segala arah, tapi tak menemukan Dino.
Ceklekk!
Pintu kamar Nona terbuka, terlihat Nona baru bangun dengan rambut sama seperti Narsih. Keduanya mundur dari Nona. Mereka takut kalau itu Narsih lagi. walaupun pagi, siapa tahu dia muncul tiba-tiba.
"Kalian kenapa menjauh?" tanya Nona.
Ian dan Paijo melirik satu sama lain. Keduanya memberikan kode satu sama lain. Nona yang melihatnya melempar bantal kursi yang jatuh di lantai ke wajah keduanya.
Bughh!
"Non, kau barbar kali. Main lempar saja. Kau pikir kami apa. Kau Nona kan?" tanya Ian.
Nona memutar bola matanya dan tentunya dia kesal sama perkataan keduanya. Tak lama Mang Jupri dan istri masuk. Keduanya melihat Nona mendekati kedua anak muda itu.
"A-apa dia masih di dalam tubuh si Eneng?" tanya Mang Jupri.
Ian melihat mata Nona dengan sorot mata tajam. Nona yang melihatnya langsung menampar Ian.
Plakk!
"Awwww, kenapa kau menamparku?" tanya Ian yang sudah meringis kesakitan.
"Karena aku suka. Mang, Bibi kenapa wajah kalian seperti itu? Aku Nona Mang, Bibi. Bukan Narsih," jawabnya lagi.
Bibi Sum mendekati Nona dan memegang tangannya. Bibi Sum memeluk Nona dan membelai punggung Nona
"Bibi pikir kamu dia. Maafkan Bibi ya Nak," ucap Bibi lagi.
"Tak apa, saya paham. Mang lihat Dino? Kenapa dia tak kelihatan ya?" tanya Nona.
Mang Jupri juga melihat ke sekeliling tapi tak nemu juga. Mang Jupri pergi ke teres bersama dengan yang lain tapi tak ketemu juga. Mang Jupri dan yang lainnya melihat warga beramai-ramai lewat dan berbisik.
"Pagi Mang," sapa warga yang berbondong melewati Mang Jupri dan yang lainnya.
"Eh, bentar, ini ada apa rame-rame?" tanya Mang Jupri.
"Itu ada yang mau bongkar kuburan Winarsih," kata salah satu warga.
"BONGKAR KUBURAN WINARSIH!" teriak sahabat Dino.
Mereka bergegas pergi ke sana, dengan berjalan kaki mereka ikut serta dengan warga. tak berapa lama, Dino sudah di amankan sama warga dan pemuka agama. Wajah Dino yang sudah lembam karena semalam sekarang makin lembam.
"Berhenti, ada apa ini," teriak Mang Jupri.
Dengan jalan terbongkok-bongkok, Mang Jupri menarik Dino agar di pegang sama sahabatnya. Ian dan Paijo menatap kepada Dino yang sudah babak belur.
"Apa salah sahabat kami? Kenapa dia di buat seperti ini?" tanya Ian dengan tatapan tajam. dan penuh amarah.
"Teman kamu itu pencuri makam. Kalian orang kota sudah membuat Desa kami tak aman. Kalian membunuh warga kami, sehingga arwahnya menghantui kami. Pergi kalian dari sini," teriak semua warga.
"Tenang, saudara-saudara. Jangan bawa emosi. Kita ke balai desa saja. Kita selesaikan di sana, jangan main hakim sendiri," ucap ketua desa setempat.
Semua akhirnya ikut ke balai desa, untuk meluruskan permasalahan ini. Sampai di sana, mereka duduk dan beberapa warga memberikan obat untuk Dino dan lainnya.
"Baik, Mang Jupri saya mau tanyakan, mereka ini nginap di sana, jadi mereka tanggung jawab Mang Jupri. Nah, jelaskan ke semua warga Desa Salak kenapa pemuda ini bisa di sana?" tanya kepala desa Salak.
"Mang, setelah kejadian itu saya tidur di luar Mang. Saya mau jagain Nona dan yang lainnya. Saya tidur di sofa dan saya tidak tahu kenapa paginya aku berada di sana. Sumpah Mang! Aku nggak bohong sama sekali," ucap Dino lagi.
"Nah, kalian dengarkan apa kata sahabat saya, jadi jangan kalian buat kami ini hina di mata kalian. Kami ke sini, mau ungkap kematian Winarsih bukan ambil tali pocong atau tanah kuburan. Kita orang beriman tahu tidak," hardik Paijo.
"Mereka benar. Mereka tadi bersama saya. Dan tadi malam kami mengalami malam yang paling menyeramkan, ini saja rumah kami masih berantakkan," kata Mang.
"Betul Pak Kades, saya lihat rumah hancur berantakan, kami juga sedang mencari Den Dino, eh ternyata di sini," ucap Bibi Sum.
Hay sahabat Hyung, jangan lupa simpan di rak ya, dan jangan lupa komentar kalian juga Mauliate Godang.