Chereads / Alacasithe / Chapter 2 - 2 Terima Kontrak atau Pergi

Chapter 2 - 2 Terima Kontrak atau Pergi

"Kau terima kontrak ini atau keluar dari tempatku."

"Tapi ...."

"Tak ada tapi-tapian, Hee Young. Kau tahu ini kesempatan berlian, sangat langka seorang MUA junior sepertimu bisa jadi penata gaya pribadi aktor terpopuler sedunia."

Aku tahu itu. Hanya saja ....

Perempuan itu mencengkeram ujung sweater. Kepalanya yang menunduk dalam membuat seluruh muka tertutup helaian tebal rambut berombak. Dan tubuh mungil itu seolah tenggelam di balik baju kebesaran.

"Aku mempertaruhkan nama besarku untukmu. Jangan kecewakan aku."

Wanita sekurus papan itu melenggang pergi. Namun, di ambang pintu dia berhenti sejenak. "Ah, jangan lupakan utang-utangmu, Hee Young. Kau terima pekerjaan ini, kuhapus bunga utangmu."

"Dasar bos rentenir sialan!" Perempuan itu memaki keras-keras begitu pintu kaca terayun menutup. Erangan kesalnya terdengar jelas. Bagaimana bisa bosnya itu menjualnya demi bunga pinjaman?

Sekelebat ingatan memunculkan adegan Jenny dan seorang lelaki luar biasa tampan datang ke Jenny House Chungdam Hill, salon tempatnya bekerja. Lelaki itu hanya mengamatinya yang sedang merias seorang aktris senior. Tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya melihat saja.

Lalu, badai pun datang. Berselang dua hari, Hee Young memasuki kantor bosnya. Wanita paruh baya itu telah meneken kontrak tanpa persetujuan darinya. Memaksanya menjadi penata gaya pribadi Kim Shou. Tak menerima penolakan, tak menerima protes.

"Sialan!" maki Hee Young lagi. Dibantingnya apron. Benda lembut itu sukses menjadi sasaran frustasi Hee Young. "Dasar Rubah Betina!"

Perempuan cantik itu melongok pemandangan di luar salon melalui dinding kaca. Sudah sangat larut. Hanya ada dirinya dan penjaga keamanan di bangunan dua lantai ini. Tak semangat, Hee Young bangkit. Mengenakan mantel melapisi kaos longgarnya, memastikan setiap senti lekuk tubuh tak terlihat, menutupi wajah dengan masker hitam, dan sebagai sentuhan akhir membenamkan topi bucket hingga menutupi separuh muka.

Hee Young sudah akrab dengan penjaga malam, tapi tak membuat pria itu serta-merta mengenalinya. Dia masih saja kaget melihat penampakan serba hitam keluar dari ruang pegawai.

"Astaga, Nona Kim, kau mengagetkan aku."

Hee Young hanya mengangguk singkat. Tanpa bicara dia melenggang pergi. Hanya mengandalkan lambaian tangan dan berharap pria itu mengerti sapaan tak langsungnya. Untung saja pria itu balas mengangkat cangkir kopi dan memberikan senyum.

"Bagaimana caraku menolak?" Hee Young berkata di sela langkah kaki menyusuri trotoar. Berhati-hati agar sebisa mungkin tak menabrak siapapun, konsentrasi perempuan itu mulai terpecah.

"Apa aku tanya ke Yong Jin saja? Ah, tapi dia sekarang sedang ada syuting di Busan. Bagaimana aku harus bercerita padanya?" Hee Young masih terus mengoceh.

"Tak kusangka calon asistenku punya kebiasaan bicara sendiri."

Hee Young spontan menghentikan langkah. Jantungnya nyaris copot. Baru dia sadari gang sempit menuju apartemennya sudah di depan mata. Berapa lama dia berjalan hingga tak sadar sudah berada cukup dekat dengan tempat tinggalnya?

"Siapa kau?" Hee Young tergesa memasukkan tangan ke saku. Menggenggam erat-erat semprotan merica. Kepalanya tolah-toleh mencari sumber suara. Sangat sepi di sini. Tak seorang pun terlihat berjalan seperti dirinya. Bulu kuduk Hee Young berdiri setelah menyadari lampu jalan berkedip-kedip ceria.

Jangan mati dulu. Jangan mati dulu. Doa Hee Young dalam hati ke arah lampu jalan.

"Listriknya bermasalah, lampu itu sebentar lagi oke, kok."

Hee Young membeku. Bagaimana orang ini tahu isi pikirannya?

"Dan lepaskan semprotan mericamu. Kau akan mendapat tuntutan berat jika melukai wajah tampanku."

Hee Young terbelalak. Tubuhnya sekaku papan. Dia bahkan mulai takut jantungnya yang hanya satu akan meledak karena banjir pasokan adrenalin. Bahkan di udara sesejuk ini, keringat dingin Hee Young mengalir deras.

Saat itulah ekor matanya melihat sesosok bayangan keluar dari kegelapan. Langkahnya anggun dan mantap. Seperti macan tutul yang memamerkan daerah kekuasaannya. Genggaman Hee Young di semprotan merica kian erat. Kelangsungan hidupnya digantungkan sepenuh hati ke botol bervolume 30 mililiter itu.

"Kau Kim Hee Young?"

Perempuan itu mendongak. Matanya mengerjap. Sepertinya adrenalin sudah mencapai puncak karena Hee Young tak bisa merasakan kakinya lagi.

"Tak kusangka asisten baruku semungil ini." Lengan kokoh terulur. Dengan lembut memegang pergelangan tangan Hee Young dan menariknya keluar saku. "Kau tak butuh semprotan merica. Aku bukan orang jahat."

Kau jelas-jelas kriminal karena membuat jantungku hampir berhenti berdetak.

Ujung bibir sosok itu terangkat, seolah menertawakan kegugupan Hee Young. Sepasang mata sekelam langit malam memandang lekat netra Hee Young. Perempuan itu sejenak melupakan ketakutannya. Saat dilihat dari dekat, Kim Shou jauh lebih tampan dibanding di layar kaca.

"Kau mau bekerja bersamaku, kan?"

"Aku ... tidak ... maksudku ... itu masih harus dibicarakan lagi, kan?" Hee Young gelagapan. Sempat terpesona pada sang aktor, kini kondisi mental perempuan itu kembali pulih. Syok mulai menyerang karena seorang artis elit Korea Selatan tiba-tiba muncul dari sudut yang gelap.

"Tak ada yang harus dibicarakan lagi. Sekarang kau ikut denganku ke Jeju. Hyung sudah memberitahumu, kan, kalau aku ada jadwal pemotretan?"

Hee Young melongo. Pulau Jeju? Pemotretan? Tak ada diskusi dan negosiasi kontrak? Demi Tuhan, apa yang terjadi padanya, sih?

~~oOo~~

Hee Young ingin memaki dengan seluruh bahasa di dunia. Hanya saja, kosakatanya terbatas di bidang linguistik. Dua umpatan yang sangat dikuasainya cuma berkutat di ejaan Bahasa Inggris dan Korea. Namun, hal itu tak mematahkan semangat Hee Young untuk terus memaki dalam hati.

"Kau akan cepat keriput jika terus cemberut."

Hee Young berjengit. Refleks dia menjauh dua langkah. Dari balik topi favoritnya, manik kecokelatan itu melotot ketakutan pada Shou.

"Dia alergi dengan dirimu, Shou." Taehyung berjalan memasuki ruang pribadi sang artis.

Shou menelengkan kepala. "Alergi dengan ketampananku?"

Park Taehyung mendesah. Dia seorang lelaki muda dengan ketampanan yang kejam. Tak ada senyum di wajah itu, tapi tetap berhasil memesona seluruh isi ruangan ini. Profesinya adalah manajer seorang Kim Shou.

"Berhenti bercanda, Shou. Mana ada perempuan yang mau diseret-seret ratusan kilometer ke tempat antah-berantah tanpa persiapan, hah?"

"Aku tidak menyeretnya, Hyung. Aku menerbangkannya dengan pesawat," jawab Shou santai. "Dan ini bukan antah-berantah. Ini Pulau Jeju yang sangat indah. Yang telah kau jadwalkan sebagai lokasi pemotretan poster promoku."

Taehyung mengabaikan celoteh artis asuhannya. Dia menoleh pada Hee Young. "Apa kau sudah siap? Jadwalnya dua jam lagi."

Hee Young mengangguk. Bergegas ditariknya koper perak mendekati Shou. Setelah mengeluarkan tongkat penyangga sehingga koper itu berfungsi sebagai meja rias, Hee Young mulai membuka kotak kerjanya.

"Ini masih baru, kan?" Taehyung melongok dari balik punggung Hee Young.

Sementara Shou mengernyit memergoki bahu mungil itu mengerut. Sepertinya sang asisten tak hanya takut padanya. Dia melihat kepala bertopi itu mengangguk.

"Saya selalu menggunakan make up baru untuk setiap klien." Jemari lentik Hee Young membuka segel botol-botol alas bedak dan primer.

"Kau selalu menyiapkan koper baru di rumah?" Shou penasaran.

"Tidak, hanya isinya saja." Cekatan perempuan itu mengoleskan primer ke palet. Lalu dengan kuas, dia hendak membaurkan pasta itu ke wajah Shou. Namun, gerakannya terhenti di udara.

"Ada apa?" Taehyung bertanya sedikit waspada. Seluruh orang di ruang ganti pribadi itu turut menghentikan aktivitas. Penasaran.

"Kulitnya sangat sempurna," gumam Hee Young takjub.

Shou tersenyum manis. Taehyung tanpa sadar melepas napas lega. Beberapa orang balas tersenyum.

"Tentu saja sempurna. Aku, kan, malaikat."

Hee Young mengabaikan seloroh Shou. Kembali berkonsentrasi pada wajah di depannya, Hee Young mengoleskan primer secukupnya dan melewati tahapan kompleksi wajah lebih lanjut. Dia langsung menggarap area mata. Memberi aksen gelap di sudut luar mata. Kelopak dihiasnya dengan gradasi warna cokelat gelap. Menaburkan bedak tipis-tipis lalu memberikan sentuhan akhir pelembab di bibir merah Shou. Tak perlu tambahan lipstik karena warna alami bibir sang aktor sudah menawan.

"Selesai," ucapnya puas.

Shou menahan tangan Hee Young. "Kau tak gemetaran saat meriasku."

"Apa?" Hee Young bingung.

Pandangan Shou melekat erat pada Hee Young. Momen canggung terjadi karena lelaki itu tak mengucap sepatah kata pun. Lalu Shou melepaskan Hee Young.

"Tidak apa-apa."

Masih kebingungan, perempuan itu berlalu ke arah deretan kostum. Hee Young sama sekali tak menyadari tatapan lain dengan aura kebencian begitu pekat. Fokusnya sepenuhnya tertuju memilih kostum pemotretan hari itu.

Dia dibayar mahal untuk memaksimalkan penampilan Shou. Entah apa yang terjadi dengan para asisten sebelumnya, lelaki itu tiba-tiba mengontraknya melalui sang manajer. Pekerjaan yang tak terlalu diharapkan oleh Hee Young mengingat klien-kliennya selama ini berjenis kelamin wanita.

Sayangnya, dia tak punya hak menolak. Perempuan itu masih berutang pada Jenny, butuh waktu lama hingga pinjaman itu lunas. Lalu kontrak itu datang, mengiming-imingi Hee Young akan mendapat diskon bunga jika mau bekerja untuk Shou.

Diskon bunga! Hee Young mencibir dalam hati. Bosnya satu itu memang kelewat pelit, bahkan pada pegawainya yang super loyal dan bertalenta.

"Jadi, konsep apa yang akan kau berikan padaku hari ini?"

"Omo!" Hee Young nyaris menubruk gantungan baju besi. Beruntung wajah pucat pasinya tertutupi masker. Perempuan itu menenangkan debar jantung yang bertalu-talu.

Shou berdiri tepat di belakangnya. Tinggi mereka yang tak imbang seolah memberi ilusi lelaki itu tengah memeluknya. Hee Young dengan cepat membuat jarak sejauh yang bisa dilakukannya.

"Bad boy," jawab Hee Young cepat.

"Aku bad boy?"

"Bukan, konsepnya yang seperti itu." Perempuan itu merenggut tiga kostum di gantungan. Celana panjang kulit, kaos oblong, jaket kulit, dan sarung tangan kulit. Semuanya dalam palet gelap serasi.

"Pakai ini. Fotografer sudah menunggumu."

~~oOo~~

Hee Young merenungi nasibnya. Penghujung musim gugur di Pulau Jeju cukup berangin. Memberinya sedikit kelegaan bernapas di balik kungkungan masker.

Belum ada 24 jam, hidupnya berubah drastis. Bos kikir yang memaksanya mengikuti kontrak tanpa persetujuan, aktor paling dipuja sejagat raya yang sangat kurang kerjaan hingga mau menjemput asistennya sendiri, lalu dibawa paksa menuju sebuah pulau tanpa informasi apapun.

Pipi Hee Young memanas. Bahkan Shou membantunya mengepak baju yang tak seberapa. Lelaki itu sangat pemilih. Melihat isi lemari Hee Young, dia hanya berdecak kesal dan memasukkan beberapa baju ke koper.

Kim Shou.

Pandangan Hee Young menerawang. Dengan kondisinya sekarang, bekerja bersama aktor populer itu adalah bencana alih-alih keberuntungan. Belum sehari dia sudah mendapat intimidasi dari rekan sejawat yang berada satu tim dengannya di Jeju. Alasan yang membuat Hee Young terpaksa menghabiskan waktu sendirian dj tepi pantai. Menjauh dari lokasi pemotretan Shou.

"Mau kopi?"

Hee Young mendongak. Si manajer bertampang dingin mengangkat gelas kertas. Perempuan itu menggeleng. Dia beringsut memberi tempat Taehyung bisa duduk. Tentu dengan jarak minimal dua meter, jarak relatif aman yang mampu dilaluinya saat bersama lawan jenis.

"Kau pasti bertanya kenapa aku memilihmu, kan?"

Aroma kafein menggoda hidung Hee Young. "Kenapa?"

"Sejujurnya bukan aku yang memilihmu." Cairan hitam pekat itu mengalir masuk melewati bibir seksi Taehyung. "Shou sendiri yang memilihmu. Aku hanya melaksanakan tugas dengan membawamu pergi dari Jenny."

"Kim Shou?" Hee Young terkejut.

Sepertinya bukan hanya perempuan itu yang kaget. Karena Taehyung juga menaikkan alis bingung. "Kau tak tahu?"

"Manajer Park, apa maksudmu?"

"Kupikir kau sudah tahu. Shou melihatmu dan tertarik pada pandangan pertama. Di syuting NS Show. Kau ingat?"