Chereads / CEO Playboy / Chapter 6 - Part 5

Chapter 6 - Part 5

Kanza terpaksa mengantar Rega pulang ke apartement-nya dengan membawa mobil pria itu. Rega yang merasa sakit di bagian wajahnya, beralasan tidak bisa menyetir mobil sendiri dan meminta Kanza untuk mengantarnya pulang.

"Aduuhh... Ini sakit banget." Rega meringis kesakitan. Satu tangannya memegangi bagian pipinya yang lebam.

Kanza yang sedang fokus menatap jalanan di depannya merasa panik. "Yaudah... Gimana kalo kita ke rumah sakit aja."

Rega buru-buru menolak. "Eh... Jangan, saya enggak apa-apa kok. Maksudnya, saya cuma pingin istirahat saja di apartement saya. Nanti biar saya sendiri saja yang kompres memarnya."

"Oh... Oke." Menatap Rega sebentar lalu kembali fokus menatap jalanan di hadapannya.

***

Mobil yang di tumpangi Kanza dan Rega mulai memasuki areal pelataran Apartement. Tak berhenti di situ, Kanza terpaksa mengantar cowok itu hingga ke unit apartement-nya.

Kanza tiba-tiba merasa gugup ketika Rega membuka pintu apartemen-nya dan mengajaknya masuk ke dalam.

"Kenap? Kamu takut?" Tanya Rega lembut, seolah mengerti apa yang di pikirkan gadis itu.

Kanza segera menggeleng dan memaksa senyumnya, ia tidak ingin cowok di sampingnya itu makin curiga padanya. Lalu memapah cowok itu masuk ke dalam ruangan yang tak terlalu luas namun tertata rapih. Pemandangan pertama yang terlihat adalah ruang tamu berdesign minimalis yang cendrung di dominasi warna monokrom.

Khanza membantu pria itu duduk di sofa warna hitam dekat jendela. Rega tampak bersikap manja dengan masih memegangi pipinya yang kesakitan.

"Saya bantu kompres, ya? Dimana saya bisa dapat semua peralatan untuk mengompres?" Tawar Kanza tulus. Ia tidak tega melihat pipi Rega yang tampak biru lebam.

"Kamu bisa ambil semua alatnya di sana," Rega menunjuk ke arah dapurnya, kebetulan ruangan itu tanpa skat, ruang tamu, ruang makan, ada di ruangan yang sama.

"Oke." Kata Kanza, setalahnya menuju dapur yang lagi-lagi berdesign minimalis. Ia segera mencari baskom kecil di lemari gantung, kemudian mengambil es batu di dalam kulkas, dan terakhir mencari satu handuk kecil yang ia temukan di dalam laci dekat kompor. Lalu bergegas kembali menemui Rega di ruang tengah.

"Maaf, ya. Gara-gara saya, kamu jadi begini."

Rega menggeleng, "Maaf ya, saya malah jadi ngerepotin kamu, saya bisa kok ngompres sendiri memarnya."

Kanza gantian menggeleng cepat. "Enggak kok, sama sekali enggak ngerepotin, kamu jadi begini kan gara-gara saya. Kanza mulai meletakkan beberapa es balok kecil ke dalam handuk dan bersiap mengompres bagian wajah Rega yang memar. "Maaf... Bentar-bentar, ini mungkin akan sedikit nyeri, kalau sakit bilang, ya? " Tangan Kanza mulai bergerak menempelkan benda tersebut ke pipi dan sudut bibir Rega yang memar.

"Aughh..." Rega memekik kesakitan.

"Maaf... Maaf, Sakit, ya? Tahan sedikit, ya? Kalo enggak gitu nanti lukanya makin bengkak." Sembari mencoba mengulangi hal yang sama namun kali ini lebih hati-hati.

Sedangkan mata Rega kembali menatapi Kanza dengan instens sembari tersenyum tipis.

"Masih sakit enggak?"

Rega menggeleng pelan, tangannya bergerak meraih tangan Kanza yang ada di pipinya, bermaksud menghentikan aktifitas gadis itu.

Kanza menatap Rega ragu, wajah pria itu perlahan makin mendekat ke wajahnya, sebelum Kanza mulai terhanyut dan terbuai. Kanza buru-buru menyadarkan dirinya sendiri. Ia buru-buru membuka matanya kembali yang sempat ingin terpejam. Dan di saat yang bersamaan tiba-tiba ponselnya yang di letakkan di meja depan sofa berdering.

Kanza segera memalingkan wajahnya tepat di saat sebelum bibir Rega benar-benar menempel di bibirnya.

"Maaf... Ada telepon." Ujar Kanza sembari tersenyum canggung pada Rega, lalu tangannya dengan cepat meraih benda pipih yang masih berdering di atas meja. Ia bangkit berdiri dan mulai menggeser simbol hijau di layar.

Wajah Rega tampak kecewa, ia kesal karena sudah kehilangan kesempatan untuk mencium bibir gadis itu.

"Maaf... Sepertinya saya harus pergi sekarang juga." Ujar Kanza pada Rega seusai mengakhiri panggilan telepon-nya.

Rega terpaksa mengangguk mengiyakan meskipun berat, ia tidak punya alasan untuk menahan gadis itu untuk tinggal lebih lama. Ia tidak ingin terlihat jadi cowok yang memaksa dan membuat Kanza jadi merasa ilfeel padanya.

Rega mengantar Kanza hingga ke pintu utama "Kamu hati-hati ya di jalan, maaf 'Aku' enggak bisa nganterin."

Kanza mengangkat kedua alisnya saat menyadari Rega mengganti kata yang harusnya 'saya' menjadi 'aku'. "Iya... Enggak apa-apa, kamu istirahat aja. Bye...!" Lanjutnya dengan suara ceria.

Rega menutup pintu apartemennya kembali ketika Kanza sudah berlalu. Wajahnya tersenyum sambil mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Selembar kertas kecil berisi catatan.

List kegiatan Rega :

1. Setiap hari lari pagi di taman asri.

2. Makanan kesukaan bubur ayam

3.....

***

Kanza yang tampak baru saja sampai di kost nya. Meletakkan bungkusan warna putih di atas meja pesanan dari temannya--Putri.

"Udah di bela-belain di beliin, malah sekarang enggak ada di kost-san tuh anak. Huft..." Kanza bergumam pada diri sembari menghela nafas berat. "Tapi untung tuh anak nelpon di saat yang tepat."

Kanza teringat adegan saat dirinya hampir saja berciuman dengan Rega tadi. Itu hal yang mendebarkan sekaligus memalukan, bagaimana bisa ia tadi sempat hampir memejamkan matanya. Astaga....

Kanza menggelengkan kepalanya sedikit kuat. "Aduuh... Mikirin apaan sih gue." mencoba mengusir bayangan itu dari kepalanya. Kemudian matanya seolah teringat sesuatu. Ia berjalan ke meja kerjanya dan mulai membuka laptopnya. Saat ia hendak mengetikkan sesuatu. Tiba-tiba wajahnya tampak mengingat-ingat sesuatu. Ia pun beranjak berdiri dan segera meraba-raba kantong celananya, kemudian merogohnya dan tidak menemukan yang ia cari. Ia juga mencari ke saku sweeternya, namun benda itu tetap tidak ada. "Gue taruh dimana, ya? Perasaan tadi gue kantongin. Tapi kemana? Apa mungkin jatuh pas lari pagi tadi, ya?" Matanya tampak menimang-nimang.

Kanza sedikit ingat, tadi dia mengambil sapu tangan untuk Rega di saku sweeternya, jadi dia berpikir kertas kecil berisi catatan tentang kegiatan Rega ikut terjatuh tanpa dia sadari.

"Astaga... jangan-jangan jatuh kertasnya!" Kanza menepuk jidatnya sendiri merasa menyesal. "Berati gue harus nelpon Fira buat minta salinannya lagi." Khanza buru-buru mengeluarkan HPnya dari saku sweeter dan mulai menghubungi Fira.

Tut... Tut ... Tut...

"Kemana sih ini orang, di telpon malah di matiin teleponnya, sok sibuk banget. Mending gue datengin aja ke kantornya." Beranjak berdiri dari duduknya dan berjalan keluar kamar.

Bersambung