Diatas kaki melengkung, linggang linggung. Kepala menunduk karena sebuah kesakitan yang sudah tidak kuasa lagi tertahan di dalam tubuh, mata rabun karena sebuah butiran, tangan yang tadinya keras kini melemah karena sebuah keputusasaan.
Jika dapat memilih Hikma tidak ingin dilahirkan didalam dunia yang penuh dengan amarah, emosi serta keegoisan belaka. Andai dulu Tuhan memberikan sedikit pilihan padanya, Hikma tidak ingin sedikitpun melihat dunia yang penuh dengan lara serta derita.
Tetapi, apapun yang telah tertulis terhadapnya juga sudah tidak bisa dirinya hindari sama sekali. Ibarat sebuah air yang jatuh diatas daun. Akan jatuh atau tetap tinggal diatas daun tersebut merupakan sebuah takdir. Dan air tidak pernah protes jika takdirnya harus jatuh, begitupun dengan bumi yang mendapatkan tumpahan air yang kadang bahkan hadirnya dengan seribu pasukanya, bumi tetap tabah walau kesakitan.
Hikma kini lagi dan lagi harus kehilangan seseorang yang sangat dicintainya, appaun alasanya tetapi kini yang Hikma rasakan hanya sebuah kesakitan yang belum diirnya fahami bagaimana untuk menyembuhkanya. Seribu harapan agar Bondan kembali, memeluk tubuh lemahnya, mengusap air mata, dan juga membelikan sepotong es krim untuknya.
Harapan memang harus hadir di setiap yang memilki julukan sebagai manusia yang diberikan nafas nyawa dan lain sebagainya. Harapan serupa dengan nyawa yang mampu menghidupi setiap makhluk di bumi ini. Sedangkan usaha adalah bentuk keseriusanya terhadap sebuah harapan yang dirinya inginkan tersebut.
Di lain tempat, di Pesawat
Bondan tersadar dari tidur panjangnya, perawat yang memang sebelumnya sudah di siapkan dnegan matang oleh orang tua Bondan kini mulai melakukan pekerjaanya yaitu memeriksa Bondan, memeriksa dari semua hal yang berada di dalam diri Bondan. Segala bnetuk alat medis sudah dibawa dari Rumah Sakit di Yogyakarta tersebut.
Bondan : Aku sedang dimana? Mengapa tubuhku terasa sakit dan kini terasa sedang terbang?
Perawat : Kamu akan mendapatkan pengobatan di luar negeri, sudah 10hari dirimu lemah di tempat tidur dan tidak sadarkan diri sehingga orang tuamu memutuskan untuk membawamu keluar negeri. Dan saat ini kita sedang berada di dalam pesawat menuju ke rumah sakit luar tersebut. Aku akan memeriksa badanmu terlebih dahulu. Bapak tolong diam ya
Bondan kini hanya terdiam dan hanya pasrah menunggu perawat itu memeriksa semua tubunya, benar saja kini tubuhnya terasa sangat lemas. Bahkan Bondan merasakan tubuhnya seperti sudah tidak ada lagi tulangnya. Badanya sangat lemas hingga dirinya tidak bisa menggerakan badanya sedikitpun saking lemasnya.
" Ibu, bapak. Bondan sudah sadarkan diri dan sekarang sedang diperiksa oleh beberapa perawat dan juga dokter. Bapak dan ibu boleh melihatnya setelah ini. Karena saya yakin bahwa Bondan sangat membutuhkan kalian"
Begitu ucap salah satu perawat yang menemui orang tua Bondan yang berada di dalam ruang tunggu lain di pesawat tersebut. Pesawat ini memang pesawat yang dilengkapi dengan beribu fasilitas yang sangat menawan. Seperti hotel yang bahkan sudah tersedia apapun yang kita inginkan.
Dengan sangat bahagia orang tua Bondan beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju ruangan tempat Bondan anaknya itu sedang diperiksa. Mereka belum di izinkan masuk karena memang dokter sedang emmeriksa perkembangan kesehatan Bondan. Hal baik selalu yang mereka harapkan, tetapi walau sudah membaik, orang tua Bondan tidak akan pernah megizinkan Bondan kembali ke Indonesia lagi apalagi hanya untuk menemui wanita yang sangat mereka benci tersebut.
Orang tua Bondan masih akan tetap terhadap pendirianya yaitu menjodohkan Bondan dengan anak rekan kerjanya yang berada di Luar Negeri yang bahkan sudah memiliki beberapa perusahaan besar yang berada dibawah naunganya.
Dokter : Silahkan masuk ke dalam, tetapi jangan terlalu lama karena Bondan masih sangat butuh waktu untuk istirahat. Ada kabar baik tentang kesehatan Bondan yaitu tentang peningkatan kebaikan yang kini berada di diri Bondan. Segala bentuk peningkatan itu kini berada di tubuh Bondan. Bahkan jika saya boleh saran, Bondan sudah tidak memerlukan lagi perawatan dari rumah sakit di luar negeri. Sekarang dirinya hanya utuh istirahat juga hal positif yang akna membantu kesembuhanya"
Orang tua Bondan : Aku merasa sangat lega ketika mendengar putra kami kini telah siuman dan hanya menunggu pemulihan saja. Baik dok, kami tidak akan membawanya ke rumah sakit. Kami akan menjaganya di apartemen kami yang kebetulan juga berada di daerah kota tersebut. Nanti jika ada sesuatu kepada Bondan saya akan menghubungi dokter dengan segera. Apakah kami boleh masuk menjenguk anak kami?
Dengan senyum yang sangat lebar akhirnya dokter tersebut memberikan izin kepada orang tua Bondan untuk masuk kedalam dan melihat bagaimana kondisi Bondan saat ini. Anak satu-satunya tersebut kini terlihat lemas dan tidak berdaya hanya karena membantu sebuah wanita yang bahkan sangat tidak pantas untuknya, katanya.
Bondan : Ibu, bap bapak...
Panggilan patah-patah yang keluar dari mulut Bondan tersebut terdengar sangat lemah dan sangat menyakitkan. Karena sudah lebih dari sepekan diirnya lemas tidak sadarkan diir hingga kini mulutnya terlihat begitu kaku karena sudah jarang digunakan untuk berbicara.
Ibu Bondan : Iya sayang ada apa? Ibu sudah berada disampingmu saat ini. Kamu mengapa? Apakah ada suatu hal yang kamu butuhkan? Ibu akan membatumu dan akan menuruti semua keinginanamu.
Bondan : (Jarinya menunjuk kepada sebuah gelas panjang yang berada tepat dibawah kakinya. Bedanya gelas tersebut berada di meja yang berbeda dengan ranjang tidurnya)
Ibu Bondan : Kamu haus nak? Ibu akan mengambilkan air putih untukmu. Diam dan tolong sabar sebentar ya nak, ibu akan mengambilkanya untukmu.
Bondan pun hanya bisa membalas dengan kedipan mata dan menunggu ibunya yang sedang mengambilkan air minum untuknya. Tenggorokanya terasa begitu sangat kering karena sudah lama tidak termasuki oleh air. Wajah Bondan bahkan terlihat masih snagat pucat karena sebuah kecelakaan yang mampu membuatnya koma hingga 10 hari tersebut.
Selesai ibu mengambilkan air utnuknya, ayahnya membantunya untuk minum dengan mengangkat sedikit tubuhnya agar berada di posisi sedikti duduk untuk memeudahkanya.
Teguk demi tegukan Bondan hisap dari sebuah sedotan yang hany berisi air putih tersebut. Hingga tidak terasa satu gelas sudah berhasil masuk ke dalam perutnya. Ternyata Bondan merasakan sangat kehausan hingga satu gelas ini begitu saja raib denga cepat masuk ke dalam mulut Bondan.
Bondan : Sudah etrima kasih. Oh iya, aku mau dibawa kemana? Aku tidak ingin pergi dari Indonesia, dan aku tidak akan pernah setuju dnegna keputusan perjodohan apapun itu alasanya, aku tidak akan menyetujuinya.
Ayah dan ibu Bondan pun baelum bisa menjelaskan apapun karena takut anakanya akan berontak dan akan terjadi sebuah hal yang tidak mereka inginkan.
Bondan, terbang bersama sebuah harapan, melayang jauh mengangkasa jauh meninggalkan Hikma.