Valen langsung menoleh. "Iya. Tapi, aku akan pamit dulu pada orang yang baru saja menolongku!"
Saat Valen berbalik, Justin sudah tidak ada. Ia pun mengerutkan keningnya.
"Siapa?" Tanya Chloe yang merasa aneh karena sedari tadi ia tidak melihat siapapun.
Valen bingung. "Hanya kenalan baru. Sebaiknya kita segera pergi karena aku sangat capek!"
Walaupun penasaran, Chloe tetap mengangguk lalu mengikuti Valen keluar dari Aula pesta.
Malam semakin larut, Valen beristirahat di kamar mewah milik Kenzo. Sedangkan Chloe berjaga di luar karena itu memang tugasnya.
Valen yang sedang nyenyak tidur itu terbangun ketika ia merasakan sentuhan cahaya bulan masuk lewat celah jendela kamar itu. Ia pun langsung terbangun lalu menoleh ke arah Jendela. Seketika ia melihat pantulan cahaya bulan yang sangat indah.
Tiba-tiba ia teringat kejadian saat bersama Thomas. Seketika keringat nya bercucuran saat ia berhasil mendapatkan ingatan nya walaupun hanya sedikit.
"Tidak mungkin ... Aku tidak mungkin membunuh Thomas. Aku manusia biasa dan penakut." Ucap Valen dengan tubuh gemetaran. Ia ingat kalau ia sedang menatap leher Thomas yang sudah penuh darah, setelah itu ingatan nya terpotong.
Karena merasa sesak Valen menoleh kearah jendela.
"Ada apa denganku?" Tanya Valen sembari menatap kedua tangannya.
Setelah itu Valen turun dari ranjang lalu berjalan pelan mendekati jendela.
Ia membuka jendela itu dengan sangat pelan agar pengawalnya yang diluar tidak mendengar nya.
Valen sekarang sudah berdiri di balkonnya sembari menikmati angin semilir yang dingin dan menusuk kulitnya yang putih dan halus.
Suasana Hotel sangat tenang dan kamarnya ada di lantai 20 sehingga cahaya bulan bersinar sangat terang.
'Dari kecil, banyak kejadian aneh yang aku alami. Sebenarnya ada apa denganku? Kenapa Ayah tidak pernah mau membicarakan soal keanehan yang terjadi pada tubuhku. Dan siapa ibuku sebenarnya?' Batin Valen sembari menatap bulan yang bersinar dengan sempurna di langit yang masih gelap itu untuk pertama kalinya.
Valen sering pindah sekolah. Ia pindah sekolah setelah adanya berita kematian di sekolah itu. Dan dirinya selalu terlibat. Tapi, ayahnya yang berkuasa mampu menghapus jejak Valen agar orang lain tidak tahu.
Tidak lama setelah itu Valen mendengar suara lolongan serigala yang saling bersautan. Seketika darannya seakan terbakar sehingga ia merasa kepanasan.
"Ada apa denganku? Kenapa seluruh tubuhku terasa panas?"
Valen panik dan merasa semakin aneh saat suara longlongan serigala semakin kencang dan ribut di telinga Valen.
Tanpa Valen sadari, ia naik keatas balkon dengan mudah sambil menutup telinga nya.
Tiba-tiba saja awan gelap menutupi cahaya rembulan itu. Seketika tubuh Valen berhenti mengeluarkan reaksi yang aneh. Akibatnya ia menjadi lemah sehingga ia terjatuh dari balkon.
"Aarrrggg ... " Valen berteriak saat ia sadar kalau tubuhnya akan sedang dalam proses mendarat.
Untungnya ia berhasil memegang pinggir balkon milik kamar yang ada di lantai 10.
"Tolong ... " Valen berteriak minta tolong dengan harapan pemilik kamar sudah bangun dan mendengar suaranya.
"Kenapa kamu bergelantungan di balkon ku?"
Suara itu membuat Valen mendongak sambil tersenyum. Namun, senyumannya memudar saya melihat mata merah dan wajah pucat yang sekarang sedang menatapnya.
"Apakah kamu manusia!" Tanya Valen dengan susah payah sembari berjuang mempertahankan keseimbangan nya agar tidak jatuh.
'Aku manusia atau bukan, sepertinya tidak keduanya. Karena aku tidak mati ataupun hidup. 'Batin laki-laki itu sambil mengamati wajah cantik Valen yang tidak asing baginya.
"Hi ... Kenapa kamu hanya diam? Tidak bisakah kamu menolongku dulu? Aku sudah lelah dan ketakutan!" Teriak Valen menggunakan tenaga terakhirnya.
"Sebaiknya kamu lepaskan pegangan tanganmu karena mati jauh lebih enak daripada hidup!" Kata lelaki itu sambil tersenyum licik.
"Kamu gila ... " Teriak Valen dengan kesal.
Laki-laki itu hanya tersenyum. Ia tidak tertarik berdebat dengan Valen yang dia anggap manusia lemah.
"Tolong aku! Jika kamu bisa menolongku maka aku akan mengabulkan permintaanmu, apapun itu!" Kata Valen dengan putus asa karena tangannya sudah tidak sanggup bertahan lagi.
Valen belum siap menghadapi kematian karena ia tidak ingin meninggalkan Ayahnya seorang diri di masa tuanya. Selain itu ia ingin menyelediki apa yang terjadi padanya setiap kali ia marah.
Laki-laki itu masih terdiam. Seketika Valen memejamkan matanya karena pasrah.
'Ayah ... Maafkan Valen karena tidak mentaati perintah mu dan selalu membuatmu marah! Tolong jaga diri Ayah baik-baik!'
Tiba-tiba ia merasakan telapak tangan besar melingkar di pinggangnya. Seketika Valen membuka matanya.
"Dia ... " Valen terkejut saat melihat wajah lelaki itu sangat dekat dengan wajahnya dan dia merasa tidak asing.
Tidak lama kemudian mereka berdua berhasil mendarat dengan selamat.
Kejadian memalukan terjadi saat kaki laki-laki itu hilang keseimbangan sehingga ia menindih tubuh Valen yang sudah lebih dulu menyentuh rumput.