Dendam Termanis, Calon Pengantin Alpha.

Tinaagustiana
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 76k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Kejadian Aneh

Dibawah langit yang terang oleh sinar bulan purnama, suara longlongan serigala terasa menusuk dan membuat tubuh merinding.

Tepat saat jam menunjukkan pukul tiga pagi, sekelompok anak muda sedang berjalan menelusuri area hutan untuk mencari teman mereka yang menghilang sejak semalam.

"Valen ... "

"Valen ... "

"Valen ... "

Mendengar suara teman-teman nya memanggil, Valen membuka matanya dengan pelan. Setelah itu ia memegang kepalanya yang terasa sakit.

"Dimana aku?" Tanya Valen sembari memutar bola matanya ke segala arah.

Setelah itu Valen mencari Ponselnya. Valen semakin bingung karena di ponselnya tidak ada sinyal.

"Aku dimana? Kenapa tempat ini sangat sepi dan mengerikan. Kemana teman-teman ku?" Tanya Valen pada dirinya sambil menangis.

"Valen ... "

"Valen ... Kamu dimana?"

Valen tersenyum lebar saat mendengar suara temannya lagi. Ia pun segera berdiri lalu berlari kearah sumber suara.

"Hanna ... Aku disini! Teman-teman aku disini!" Teriak Hanna sambil berlari.

Valen terus menelusuri hutan untuk menemukan suara temannya. Tepat saat itu ia melihat seekor serigala menghadang jalannya.

"Aaarggg ... " Valen kaget sehingga ia terjatuh. Matanya yang besar dan indah membulat sempurna karena ketakutan.

Serigala itu menatapnya dengan tajam, namun tidak melakukan apapun padanya.

"Tolong jangan makan aku!" Kata Valen sembari memohon.

Serigala itu berbalik lalu berjalan pelan seolah ingin menunjukkan jalan kembali pulang ke tendanya.

Tanpa sadar, Valen mengerti isyarat yang di tunjukkan serigala itu. Valen terus berjalan tanpa takut lagi pada seekor serigala itu.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, Valen sampai di area perkemahan nya. Akan tetapi, tempat itu sangat sepi sehingga Valen semakin bingung.

Serigala yang menuntunnya itu pun tiba-tiba menghilang.

"Dimana teman-teman ku?" Valen kebingungan. Ia pun segera mencari teman-temannya di setiap tempat.

Tepat saat ia masuk kedalam tenda nya, ia sangat terkejut ketika melihat penampilan nya di depan cermin.

"Arrggg ... " Valen histeris melihat lumuran darah di mulutnya. "Apa yang terjadi padaku? Kenapa banyak darah di mulutku? "

Valen mencoba mengingat apa yang terjadi padanya semalam. Namun, ia tidak ingat apapun. Ia semakin panik saat mencium bau darah itu yang ternyata darah manusia.

"Valen ... "

Suara Hanna yang merupakan sahabatnya terdengar lagi. Dan jam sudah menunjukkan setengah lima. Valen segera menyeka mulutnya dengan tisu.

Saat Valen menyeka mulutnya, ia sangat gemetaran karena takut Hanna akan melihat nya.

Setelah wajahnya bersih dari darah, Valen menyimpan semua tisu di dalam tasnya.

"Valen ... Kamu dimana?"

"Aku disini!" Ucap Valen setelah ia keluar dari tenda nya lalu berdiri dengan tubuh yang sehat.

Ke tujuh temannya yang terdiri dari Hanna, Tomy, Grace, Andrew, Kevin, Leonardo dan Mona tertegun ketika melihat Valen sudah berada di depan mereka dalam keadaan sehat.

"Kenapa kalian diam saja? Bukankah kalian sedang mencari ku sejak tadi?" Tanya Valen.

Hanna segera mendekati Valen lalu memeriksa tubuh Valen dengan seksama.

"Apa yang kamu lakukan?" Tanya Valen yang mulai risih ketika Hanna meraba tubuhnya.

Hanna tidak menjawab pertanyaan Valen, ia justru menangis sejadi-jadinya lalu memeluk Valen.

"Hanna ... Kenapa kamu menangis? Apa yang terjadi?" Tanya Valen sembari melihat ke tujuh temannya yang juga memandang nya dengan aneh.

"Semalam kita sedang bernyanyi dengan gembira sambil menikmati makanan. Tiba-tiba kamu ingin pipis. Thomas pun mengajukan dirinya untuk menemani mu pipis. Tapi, setelah dua jam kalian berdua tidak kembali. Kami menjadi panik dan khawatir. Oleh karena itu kami mencari kalian dengan menelusuri hutan ini dengan berpencar. Tapi, kami hanya menemukan Thomas yang sudah tidak bernyawa. Tubuhnya di penuhi oleh cakaran hewan buas. Dan yang paling mengerikan lehernya terdapat bekas gigitan." Kta Grace sambil menangis.

Kaki Valen terasa lemas dan ia mulai khawatir dan takut saat mengingat lumuran darah segar yang ada di mulutnya.

"Valen ... Sebenarnya apa yang terjadi padamu dan Thomas? Kenapa kalian bisa hilang dan terpisah?" Tanya Hanna setelah melepas pelukannya.

Valen menunduk dengan ekspresi yang rumit.

"Ahhh ... Aku tidak ingat apa-apa!" Jawab Valen setelah mencoba mengingat apa yang terjadi. Kepalanya pun tiba-tiba sakit.

Hanna memeluk Valen kembali karena ia khawatir akan terjadi apa-apa dengan Valen.

"Sebaiknya kita segera berkemas! Matahari sebentar lagi muncul! Karena sepertinya tempat ini sangat tidak aman. Setelah sampai di rumah kita tanya Valen lagi! " Kata Hanna.

"Bagaimana dengan mayat Thomas? " Tanya Andrew.

"Kita bisa meminta tolong setelah turun dari bukit ini. Karena kita tidak mungkin membawa tubuh Thomas turun. Karena itu sangat berbahaya!" Jawab Hanna.

"Baiklah!" Mereka semua setuju lalu segera berkemas.

Valen yang tidak ingat apa-apa hanya bisa diam dengan tubuh yang gemetar.

'Apakah mungkin darah yang ada di mulutku adalah darah Thomas? Tapi, bagaimana mungkin? Aku tidak mungkin memakan manusia. Lalu, itu darah siapa? Dan siapa yang membunuh Thomas?' Batin Valen dengan bingung.

"Rafela Valen ... Kamu baik-baik saja kan?" Tanya Hanna yang sangat cemas pada Valen yang sedari tadi diam.

Valen hanya tersenyum kecil karena ia tidak mampu mengeluarkan suaranya.

"Kamu sebaiknya istirahat disini! Biarkan aku yang menyelesaikannya semuanya!" Kata Hanna sambil meminta Valen duduk di kursi kecil itu.

Valen pun mengangguk patuh.

Setelah matahari bersinar terang, mereka akhirnya sampai di bawah. Hanna memasukkan semua barangnya dan Valen ke dalam mobil Valen.

Mereka pergi camping untuk menghabiskan sisa liburan mereka. Karena seminggu lagi mereka akan kembali masuk kuliah.

Valen ketakutan karena ia pergi tanpa sepengetahuan Ayahnya dan tanpa membawa pengawalnya. Hatinya semakin gelisah karena kepikiran dengan darah yang ada di mulutnya dan kematian tragis dari sahabat baiknya yaitu Thomas.

Beberapa Jam Kemudian.

Valen sudah sampai di rumahnya setelah mengantar Hanna pulang. Mayat Thomas pun sudah berhasil di evakuasi oleh petugas yang bekerja melihat keindahan bukit Serigala yang terkenal sangat indah dan tempat terbaik untuk Camping.

"Ahhh ... "Valen meringis sambil memegang pipi kanannya akibat di sambut oleh tamparan keras Papanya.

"Tuan ... " Chloe yang merupakan pengawal setia Valen sangat cemas melihat Tuan Stevan memukul keras pipi Valen.

Valen pun melirik Chloe yang terlihat memar di bagian wajahnya. Ia bisa menebak kalau Chloe sudah di pukuli oleh ayahnya karena ulahnya.

"Jangan ada yang ikut campur!" Kata Tuan Stevan sembari memberikan tatapan sinis kepada Chloe.

Mereka semua langsung mundur termasuk Chloe. Setelah itu Tuan Stevan menyeret Valen menuju ruang kerja nya.

"Ayah ... Maafkan aku!" Kata Valen sambil menangis.

Tuan Stevan tidak menghiraukan perkataan Valen karena ia sudah dikuasai oleh amarahnya sendiri.

Ruang Kerja Tuan Stevan.

Dengan kasar, Tuan Stevan melempar Valen ke sofa. Seketika itu hati Valen semakin sakit karena Ayahnya selalu memperlakukan nya seakan dia bukan anak kandungnya.

Setelah itu Tuan Stevan menyalakan televisi yang sedang menayangkan berita tentang kematian Thomas.

"Lihat itu ... " Kata Tuan Stevan dengan suara yang mengerikan.

Valen tersentak kaget lalu menangis lebih keras lagi setelah melihat tubuh Thomas di televisi.

"Beraninya kamu menipu Ayah. Kamu mengatakan kalau kamu akan pergi ke rumah nenekmu di kota B. Tapi kamu malah pergi ke bukit serigala. Apa kamu sudah lupa apa larangan Ayah?" Tuan Stevan berdiri tegak sambil membelakangi Valen.

"Maafkan aku Ayah! Aku tahu kalau Ayah sangat melarang ku mendekati bukit serigala. Tapi, aku tidak bisa menolak ajakan temanku. Aku juga ingin mencaritahu ada apa di sana." Jawab Valen dengan suara yang bergetar.

"Apa yang ingin kamu tahu? Tidakkah kamu tahu kalau temanmu mati dimakan hewan buas? Karena itu aku melarang mu kesana. Bukit serigala tidak seaman yang kamu lihat. Bagaimana kalau kamu yang mati bukan Thomas? Bukankah tadi malam kamu yang bersama Thomas? Jika Ayah tidak menghilangkan berita yang melibatkan kamu, apa kamu bisa membayangkan bagaimana wartawan memburumu? " Teriak Tuan Stevan sambil menatap tajam kearah Valen.

Tangis Valen semakin kencang mendengar teriakan Ayahnya. Ia merasa ayahnya sedang menuduhnya telah membunuh Thomas. Namun, ia tidak tahu apa yang sudah terjadi dengannya dan Thomas.

Tuan Stevan mengepal tangannya. Ia sangat marah karena jawaban Valen berhasil memancing amarahnya.

"Ayah maafkan aku! Aku tidak akan melakukan nya lagi! Dan aku tidak membunuh Thomas!" Kata Valen.

"Tutup mulut mu! Jangan pernah mengatakan itu! Thomas mati dimakan hewan buas, bukan kamu! " Kata Tuan Stevan seakan menyembunyikan sebuah rahasia besar dari Valen.

"Iya ... "Valen pun langsung mengangguk karena dia tidak ingin lagi mendengar suara teriakan Ayahnya.

"Sekarang istirahatlah! Karena nanti malam kamu harus menemani Ayah ke pesta rekan bisnis ayah!" Kata Tuan Stevan setelah menarik nafas dalam. Tuan Stevan harus mengambil tindakan sebelum usia Valen genap 20 tahun.

"Iya!" Setelah itu Valen segera keluar dari ruang Kerja Ayahnya.

Di depan pintu ia sudah di tunggu oleh Chloe.

"Maafkan aku! Karena aku kamu kena hukuman!" Ucap Valen sembari menyentuh bekas memar di pipi Chloe.

"Tidak apa-apa nona! Sebaiknya anda istirahat sekarang! Saya sudah menyiapkan semua keperluan nona untuk mandi!" Kata Chloe sambil tersenyum manis yang memperlihatkan kecantikan nya.

"Iya." Valen pun tersenyum melihat senyum manis Chloe.

Setelah itu mereka segera pergi menuju kamar Valen.

Beberapa Jam berlalu. Valen sudah siap dengan gaun berwarna merah dan rambutnya yang bergelombang di ikat ke samping.

"Apa kamu sudah siap?" Tanya Tuan Stevan yang baru saja tiba di ruang tamu.

"Iya ayah! " Jawab Valen dengan malas karena sebenarnya dia tidak suka datang ke pesta bersama Ayahnya.

"Kalau begitu kita berangkat sekarang! " Setelah mengatakan itu Tuan Stevan dan asistennya Ricard berjalan keluar.

Valen bersama Chloe pun berjalan di belakang mengikuti Tuan Stevan.