Sesampai nya di rumah ku dapati rumah yang agak sedikit terbuka dan ku telusuri ke arah pintu yang terbuka
"Maaaaa"...
"Maaaaa"... Aku berteriak mencari keberadaan mama yang tak menjawab sahutan ku
Tap...
Tap...
Tap....
Langkah demi langkah aku memasuki ruang kamar mama, aku pun terus mencari keberadaan mama yang tak menjawab dari tadi aku memanggil nya.
Aku pun terkejut ketika kudapati mama yg terkulai lemas tak berdaya di lantai kamar nya.
" Ya Allah mama " teriak ku sambil memutar bola mata ke arah kamar dan surat rumah yang berserakan.
" Apa ada pencuri di rumah ini ? Tapi siapa yang melakukan semua ini ? membuat lemari kamar mama porak - poranda " gumam ku bingung dalam hati.
Aku tak tahu apa yang sedang terjadi tadi di rumah selama aku tak ada.
Aku pun langsung merogoh ponsel dalam tas, dalam keadaan panik aku menelpon Zidane karena Zidane orang yang paling dekat dengan rumah ku yang saat ini bisa dihubungi .
" Sayang aku mohon kamu bisa kerumah aku sekarang CEPAT ! " dengan mulut yang gemetar aku memerintah kan Zidane segera menuju rumah
" Iya sayang " tanpa banyak tanya dengan cepat Zidane mengiyakan dan langsung bergegas menuju rumah ku yang beberapa langkah.
" Ada apa ini " tanya Zidane dengan sigap mengendong badan mama yang terkulai lemah. Aku pun mengiringi langkah Zidane yang terus melangkah ke arah mobil .
" Tung... Tunggu " teriak bi' Lastri salah satu tetangga penghuni rumah depan yang menjadi saksi sepasang mata melihat sebab mama terkulai tak berdaya.
" Bibi boleh ikut ? ada yang bibi ingin beritahu kan"
Aku tidak tau maksud dan tujuan bi ' Lastri yang ingin mengikuti kami ke rumah sakit.
" Sebenar nya apa yang telah terjadi, bi' ? " Tanya ku begitu cemas. Aku tahu sesuatu yang buruk sedang terjadi meski aku belum dapat memastikan apa yang telah terjadi sama mama.
" Bibi akan jelasin semua nya ! sepasang kedua mata bibi melihat papa kamu Ranaya lebih tepat nya mantan suami mama mu. Tadi siang bibi lihat kerumah dan meminta paksa sertifikat rumah yang kalian tempati katanya dia ingin menjual rumah itu. Tapi mama kamu berhasil mempertahan kan sertifikat rumah itu sampai mama kamu terjatuh. Bibi tidak sengaja melihat dan mendengar segelintir pertengkaran antara mereka, Bibi ingin menghampiri tapi papa kamu keburu pergi " ucap bi' Lastri menjelaskan
" Brengsek lelaki brengsek itu lagi " sulit bagi ku untuk mempercayai pendengaran ku sendiri
Aku yang dari tadi sudah cemas kini terhenyak mendengar penuturan bi' Lastri tetangga ku.
" Nggak mungkin ! Dia yang telah lama pergi bertahun - tahun dan meninggal kan kami demi perempuan kaya selingkuhan nya itu. Kini dengan enak nya dia muncul dan ingin menjual rumah ini, sungguh biadab" ucap ku sangat membenci sosok pria yang aku sebut papa.
Bi' Lastri segera merangkul ku kedalam pelukan nya. Bi' Lastri tahu betul bahwa aku pasti akan sangat terguncang mendengar perkataan bi' Lastri
" Kamu yang sabar ya, do'a in mama kamu tidak terjadi apa - apa " ucap bi' Lastri
Sedangkan Zidane terus melajukan mobil nya ke arah rumah sakit. Sesampai nya di rumah sakit suster langsung membawa mama ku ke ruang UGD untuk di tindak lanjutin.
Aku menghapus air mata ku yang sedang berlinang di pipi ku, dada ku sesak seperti baru saja menelan racun. Aku sungguh tidak percaya papa yang seharus nya jadi pelindung dalam keluarga. Malah sebaliknya dia yang sangat menghancur kan perasaan ku. Orang banyak berkata cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayah nya. Tetapi tidak untuk ku. Aku tidak pernah merasakan cinta pertama pada seorang yang ku sebut papa. Malah perlakuan nya dulu ke pada kami membuat ku sangat membenci nya.
Beberapa saat kemudian terlihat seorang perawat yang menangani mama tadi keluar dan mendekat ke arah tempat duduk kami.
" Keluarga pasien ?" Terdengar sapaan ramah dari perawat tersebut.
" Iya . Aku anak nya " sahut ku
" Pasien ingin berbicara seperti nya ada hal yang penting ingin di sampaikan " ujar suster
Aku Zidane dan bi' Lastri mengangguk. Kami pun berdiri sambil mengikuti arah langkah kaki perawat menuju ruangan mama
" pasien sudah sadar, namun kondisi pasien masih belum stabil. Dia masih dalam masa pemulihan kami sudah melakukan yang terbaik untuk pasien. Kita doakan saja semoga pasien cepat melewati masa kritis nya. Seharusnya pasien beristirahat dan tidak boleh di ganggu. Tapi beliau terus memanggil nama Ranaya dan ingin berbicara. Saya akan izinkan tapi jangan melakukan apapun yang dapat mengganggu ketenangan pasien " ujar seorang dokter sesampai nya kami di ruangan.
Kami pun mengangguk paham. Para dokter dan perawat pergi dari ruangan untuk memberikan waktu kepada kami.
" Ma, mama kenapa ! Jantung mama kambuh lagi ? " Tanya ku
Aku terisak menangis melihat keadaan mama terbaring lemah di atas kasur
" Syukur lah nak, kamu sudah pulang
mama senang sekali bisa melihat kamu putri kesayangan mama. Kamu jaga diri baik - baik ya sayang " ucap nyonya Meri dengan terbata - bata.
" Mama ngomong apa, mama pasti bisa sembuh, kita pasti bisa sama - sama lagi " Isak ku menangisi ucapan mama.
" Siapa pria itu ? " Mama menatap teduh pria yang dari tadi berdiri di samping ku.
" Yah dia Zidane ma pacar ku, aku belum sempat untuk mengenal kan nya kepada mama " sembari aku memegang tangan Zidane dan menyuruh Zidane untuk bersalaman kepada mama.
Tubuh nyonya Meri sudah benar - benar lemah dan tak berdaya.
" Zidane, kalau mama sudah tidak ada lagi. Kamu janji ya bakal jagain Ranaya. Kamu maukah ngabulin permintaan mama? "
Zidane mengangguk dengan cepat " Iya ma Zidane janji bakal jagain Ranaya makanya mama harus sembuh. Biar bisa lihat Ranaya menikah " Zidane sembari menggenggam tangan ku dan tangan mama.
Aku tersentak saat genggaman mama mulai melemah dan membuat ku langsung panik .
" Cepat panggil dokter bi' " ucap ku pada bi' Lastri .
Bi' Lastri pun segera bergegas ke luar mencari dokter. Sesaat kemudian ia kembali membawa dokter. Kami pun di suruh keluar karna dokter ingin melakukan pemeriksaan. Dengan terpaksa kami melangkah kan kaki keluar dan meninggalkan mama.
" Aku pun akhirnya duduk di ruang tunggu dengan penuh harap dan ber' doa semoga hal yang buruk tidak menimpa diriku
Dokter pun kembali membuka pintu ruangan sambil menghela nafas dan berkata
" Maafkan kami, kami sudah berusaha semaksimal mungkin tapi Allah yang mengatur semua, bahwa ibu anda telah tiada "
Bagai di sambar petir di siang bolong aku pun langsung terkulai lemas dan Isak tangis ku pecah seketika mendengar pengakuan yang harus ku terima.