Chereads / Terjebak cinta tetangga gila / Chapter 16 - Bab 16

Chapter 16 - Bab 16

Aku berjanji pada diri ku sendiri aku akan membuat tuan Dodi menyesali perbuatan nya. Tuan Dodi  yang tak pantas ku sebut papa. Tuan Dodi sudah mencampakkan aku dan mama sedari kecil, terlebih lagi kepergian mama karena ulah tuan Dodi. Seandainya tuan Dodi tidak kembali untuk membuat kekacauan. Pasti sakit  jantung mama gak akan kambuh. Pasti semua ini tak akan terjadi, mungkin saat ini mama masih di samping ku dan masih bisa memeluk ku. Apapun yang terjadi aku tidak akan menganggap nya papa.

Entah setan apa yang merasukiku sampai membuat ku berucap sumpah serapah sampai amarah ku terus memuncak saat mengingat kejadian yang telah  membuat kepergian mama ku.

Aku masih tak percaya kepergian mama secepat ini. Aku masih sangat membutuhkan sosok seorang mama yang sangat menyayangi ku. Apa aku kuat menjalani hari - hari ku tanpa sosok malaikat tak bersayap ku ?

Jenazah mama segera di bawa pulang

dan langsung di persiapkan untuk prosesi pemakaman. Para tetangga kerabat dan sahabat  para berdatangan memberi ucapan belasungkawa.

Setelah segala prosesi pemakaman di siapkan jenazah mama di antar kan ke tempat peristirahatan terakhir nya. Aku yang mengiringi setiap awal prosesi tak henti - henti nya menangisi kepergian mama untuk selama lamanya.

Sebelum matahari terbenam akhirnya jenazah mama selesai di kebumikan d tempat peristirahatan nya, para tetangga kerabat mulai para berpulangan satu persatu

Sementara aku masih meratapi kepergian mama di pusara makam mama hanya di temani Zidane yang selalu setia menemani ku

Karena Zidane mengetahui betapa terpukul nya diri ku kehilangan orang yang paling di sayang

Zidane mengusap dengan lembut punggung ku dan berkata " Sayang kamu yang sabar ya, biar kan mama istirahat yang tenang di sana, mama udah bahagia di surga nya Allah. kalo kamu nangis terus nanti mama juga ikut sedih lihat kamu begini " ucap Zidane sembari merangkul ku memberi isyarat untuk aku beranjak meninggal kan pusara mama "

Aku pun akhirnya pulang sambil mengusap air mata yang nampak sembab sembari meninggal kan rumah mama yang baru.

Malam hari nya rumah tampak ramai para tetangga dan kerabat lain nya para Kembali berdatangan untuk melakukan malam pengajian.

Setelah usai semua para tamu pun akhir nya pulang. Rumah yang tadi nampak ramai .sekarang kembali sunyi seketika. Malam yang sunyi semakin membuat ku tak meyakini jika mama benar - benar meninggal kan ku dan tak kan pernah kembali lagi.

Sungguh sakit kenyataan yang harus aku terima harus kehilangan orang yang sangat berharga di dalam hidup ku. Bahkan aku merasa aku belum sempat untuk membahagiakan mama.

Sampai  detik terakhir hari pengajian pun yang ku sebut papa sama sekali tidak datang.

****

Tepat setelah seminggu aku di Indonesia ini hari terakhir ku menghabis kan cuti. ari di mana aku harus kembali ke Jerman.

Aku menyiapkan barang - barang yang akan ku bawa dan tak lupa aku membereskan foto -foto peninggalan mama yang akan menemani perjalananan ku. Dan hanya secarik foto yang akan melepas kerinduan ku akan sosok mama.

Kali ini aku harus kembali ke Jerman hanya  seorang diri, tidak di temani dengan Zidane

Karena Zidane ada pekerjaan yang harus di selesaikan di Indonesia.

Seketika bibir ku bergetar dan menghentikan pekerjaan yang sedang aku lakukan. Aku menjatuh kan tubuh ku sendiri di atas ranjang kasur dan kembali menangis terisak. Hanya seorang diri tanpa ada yang menemani

Terdengar dari luar mobil mewah Zidane dengan suara yang khas itu datang setelah mengetahui aku akan kembali ke Jerman.

Sampai di depan pintu rumah ia berjalan dengan pelan. Hening nya pagi itu semakin memperjelas suara Isak tangis ku. Setelah beberapa detik tangan Zidane mulai terdengar mengetuk, aku yang sedang menangis langsung mengusap kedua bola mata ku

" Ranaya, apa kamu baik - baik saja di dalam " sahut Zidane karena mendengar Isak tangis seseorang dari dalam.

" It's ok, i' m fine " aku sedikit menyembunyikan kesedihan ku kepada Zidane karena aku tidak mau membuat Zidane menghawatirkan ku.

Setelah buru - buru aku merapikan pakaian ku ke dalam koper. Aku pun mengenakan outer wear berbahan rajut tebal untuk menemani selama perjalanan ku dan tak lupa tas weis bag pun ikut berperan penting dengan segala isi barang pribadi ku.

Aku pun menghampiri Zidane yang terlihat sedang menunggu ku. Zidane pun segera membantu membawakan barang bawaan yang ku jinjing masuk ke dalam bagasi mobil.

" Sudah siap semua, kamu yakin tidak ada yang ketinggalan " ucap Zidane mengingat kan ku

" Ku rasa tidak ada, let 's Goo " jawab ku sambil melambai kan tangan ke arah mobil .

Zidane pun membukakan pintu mobil untuk mempersilahkan aku memasuki mobil .

Akhirnya mobil yang akan membawa ku kebandara berjalan dengan pelan

Bola mata ku mulai menoleh-noleh ke kanan dan kekiri seakan tidak ingin mata ini meninggal kan kota yang begitu banyak kenangan bersama mama.

Zidane memutar bola mata ke arah wajah ku

" Maafin aku membiarkan kamu pergi sendiri ke Jerman, tapi aku janji setelah urusan pekerjaan ku selesai aku akan segera menyusul mu " ucap Zidane

" Iya aku gak apa-apa kok sendiri, aku percaya sama kamu " jawab ku

Setelah beberapa menit berjalan akhirnya mobil yang kami kendarai sampai juga di bandara

" Aku harus pergi jauh dan meninggal kan kota ini " mata ku kembali berkaca - kaca dan memandangin Zidane.

Zidane pun memeluk ku dan kembali menguatkan ku untuk tetap tegar.

" Ranaya yang pernah ku kenal itu wanita yang kuat dan wanita yang hebat, aku yakin kamu pasti bisa melewati ini semua" ucap Zidane kembali menguat kan ku

" Tapi aku gak yakin sama diri ku sendiri, aku gak yakin bisa sekuat yang kamu katakan, seandainya kalo aku gak kuat gimana ? Kekuatan ku telah hilang bersama kota yang akan ku tinggal kan " ucap ku kembali menetes kan air mata di pelukan Zidane.

" Kamu masih ada aku, kamu harus kuat demi aku, kamu harus janji " ujar Zidane kembali menyemangati ku

Berulang kali aku mengusap air mata yang terus mengalir di pipi.Tiba - tiba pesawat yang akan ku tampangi telah tiba.

Zidane pun mengecup kening ku sebagai tanda perpisahan. Aku pun akhirnya melangkah kan kaki dan melambaikan tangan ku ke arah Zidane dan meninggalkan Zidane masuk ke dalam pesawat

" Tunggu aku, aku akan menyusul mu " Zidane berteriak dan membalas lambaian tangan ku.

Seketika pesawat yang ku tumpangi akhirnya terbang.