Chereads / She is My Mate / Chapter 11 - Chapter 11: A Date? (Part 2)

Chapter 11 - Chapter 11: A Date? (Part 2)

Julia POV

Julia meregangkan otot-ototnya yang kaku lalu menatap ke sampingnya. Ia langsung beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Pagi." Ia terhenti ketika terdengar suara wanita semalam yang ia tiduri.

Julia hanya berdehem dan berusaha untuk menghindar. "M-maafkan..."

"Tidak apa-apa... seharusnya..." Julia yang sudah mengenakan baju langsung turun kebawah untuk membuka pintu. Terlihat Irene membawa sebuah pie ditanganya. Julia bisa melihat ada asap bewarna hitam di atas pie tersebut.

"Eh, Happy birthday ya!? Moga lo... panjang umur." Julia tersenyum dan mengaggukkan kepalanya.

Rose muncul dari arah kamar Julia. Ia mengenakan kemeja Julia berjalan sambil memeluk pinggang Julia. Irene membelalakan matanya, terkejut. "Um... apa?"

"Gak kok, Rene. Lagian... gue mau siap-siap belanja... ntar malem lo ikut gabung di Christmas party." Irene menganggukkan kepalanya, lalu ia duduk di barstool. "Acara Christmas pertama lo ya?"

Julia menghela napasnya kasar dan jantungnya berdegub. Rose hanya diam sambil menatap pie yang ada di meja bartender. "Kau sakit?"

Julia hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Gue mau beli belanjaan dulu ya? Yang akur kalian, perabotannya mahal. Biaya kirimnya doang yang mahal..." Julia mengambil kunci mobil, dompet dan mantel miliknya.

Rose POV

Rose menatap Irene tajam. "Pie mu..."

"Udah deh, jangan sok akrab sama gue." Ucap Irene dingin. Rose berusaha menahan amarahnya sambil menatapnya dengan tajam. "Lo punya urusan apa sama dia?"

Rose hanya terdiam dan menatap Irene, lalu menghela napasnya. "Aku hanya... mampir tadi malam, dia mabuk berat dan muntahannya... mengenai gaun ku." Rose menatap mata Irene dan ia merasakan sesuatu menghalanginya.

Irene langsung beranjak dari tempat duduknya dan membuka pintu ruangan untuk mencuci baju. "Benar kan? Jangan kau berfikir aneh-aneh... lagipula..." Irene menatap tajam wanita kini yang duduk di armchair menatapnya dengan tatapan mengejek.

"Bukan urusan lo!" Rose menghela napasnya kasar. Ia menyilangkan kakinya dan menatapnya. Mata coklatnya menyala.

"Kau juga. Jika kau memang temannya mengapa kau mencurigai ku." Irene tercekat. Ia langsung menghela napasnya kasar.

Julia POV

Julia memasuki rumahnya mendapati kedua wanita di hadapannya duduk berjauahan. "Kau seharusnya membawa ku." Julia menghela napasnya kasar, lalu ia menatap Irene.

"Untung lo cepet dateng. Gue udah mau lempar nih gelas lo." Julia berusaha menan tawanya. Hawa tegang ia rasakan.

"Kalian... mau teh?" Tidak ada satu pun dari mereka yang menjawab. Julia hanya mendengkus. Hawa dingin di sekeliling dapur. Julia mengambil handphone miliknya dari dalam saku celananya, lalu ia membuka Spotify miliknya.

Suara alunan Lo-Fi terdengar dari suara handphone miliknya yang terhubung dengan speaker Bluetooth miliknya. Julia mengaduk rata teh yang sudah ia tuang di dalam gelas cangkirnya, lalu ia menaruhnya di hadapan Irene dan Rose.

Mereka bertiga hanya terdiam sambil menyesap teh yang Julia hidangkan. "Enak." Ucap mereka berdua bebarengan.

Julia hanya menghela napasnya lega dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. "Ren, lo jadi stay sampe malem?" Julia langsung meletakkan pienya ke dalam kulkas dan masih terlihat asap bewarna hitam mengepul.

"Rose... jangan kau makan pie yang di dalam kulkas... aku mendeteksi adanya racun." Rose hanya menganggukkan kepalanya mengerti dan menghela napasnya kasar. Julia mulai memasak makan malam untuk para tamu yang akan datang di acara ulang tahunnya malam ini.

"Ren. Gue boleh tanya gak?" Irene menatap Julia. "Lo tinggal sendiri?" Irene menggelegkan kepalanya. Julia hanya terdiam dan masih memotong-motong sayuran, lalu ia letakkan ke dalam wadah Tupperware.

"Emang kenapa lo tumben nanya?" Tanya Irene dengan curiga.

Julia melirik ke arahnya, lalu ia meletakkan pisau dapur ketempatnya. "Nanya aja. Soalnya kan, cuman lo yang keturunan Indo yang gue kenal. Ya kali aja lo anak perantauan sama kayak gue..."

Irene hanya terdiam dan mengaggukkan kepalanya pelan. "Gue udah tinggal di sini sejak lahir. Bokap gue orang Amerika emang, Nyokap asli Bandung."

Julia hanya berdehem. "Sunda lo dong." Irene tertawa miris dan menganggukkan kepalanya. "Iya, lo bener... Jawa dan Sunda gak pernah bisa bersatu." Julia hanya diam dan memotong-motong daging yang di belinya.

"Jadi kau... sering berkunjung ke Indonesia?" Irene melirik kearah Rose. Ia memilih diam dan tidak menghiraukan pertanyaan Rose.

"Bersabarlah, Eponine." Rose hanya menghela napasnya, lalu ia menselonjorkan kakinya di meja dan menyalakan TV.

"Enak banget lo, ya. Udah kaya nyonya..." 

"Udah-udah!" Julia mendengkus kasar. "Kalian berdua mending... diem aja kek tadi." Julia memasukkan air ke dalam panci berukuran besar dan memasukkan daging-daging yang ia potong.

Tidak ada satu orang pun membuka obrolan. Hanya terdengar suara seorang News Anchor yang sedang membacakan berita. "Rose... apa kau bisa membesarkan suaranya sedikit saja?" Rose menganggukkan kepalanya.

"Lo gak kangen rumah, Rene?" Tanya Julia berbasa-basi.

Irene mendongakkan kepalanya, dan menuangkan teh ke dalam teko. Rose yang jengah langsung mematikan TV-nya dan bergabung degan Irene. "Kangen sih, cuman... o-orang tua gue lagi sibuk aja... kerja. Nyari waktunya gak pas."

Julia hanya menganggukkan kepalaya pelan. "Kalo... gue ntar balik ke Indonesia... lo mau ikut gak? Yah... sekalian lo melepas kangen sama tanah kelahiran lo." Irene hanya tersenyum kikuk lalu ia mengangguk pelan.

Julia melirik ke arah Rose dan menuangkan teh ke dalam dua cangkir kosong di hadapannya. Ia langsung mengelap dan mencuci tangannya, lalu membuka catatan dari handphone-nya. "Apa kau tidak memiliki alergi?" Rose menggelengkan kepalanya.

Julia hanya menganggukkan kepalanya paham, lalu ia mengambil jaket dan kunci motor miliknya. "Aku ingin pergi keluar sebentar untuk mengambil pesanan." Rose menganggukkan kepalanya.

Julia menepuk-nepuk kepala Irene lembut dan mengusapnya. "Lo yang akur. Perabotan gue..."

"Iya, bawel lo! Udah sana ih!" Irene mendorong Julia dengan wajah yang merah padam. Julia tertawa kecil, lalu pergi untuk mengambil pesanan miliknya.

.

.

.

.

.

.

Julia meregangkan otot-ototnya yang kaku ketika seluruh tamu undangannya pulang. Rumahnya masih terlihat bersih. Sampah-sampah tidak ada yang berserekan, tapi piring kotor menumpuk di dalam wastafel.

Julia merebahkan tubuhnya di kasur tamu, lalu di susul oleh Rose yang kini sedang menindihnya. Ia menatap leka-lekat mata hijau milik Julia, lalu menyibakkan poni yang menutup rambutnya.

Julia langsung membalikkan keadaan dengan menarik Rose. Ia memeluk wanita tersebut dengan erat. "Aku lelah..." Rose memukul kepalanya.

"Siapa yang ingin menidurimu, hm?" Julia hanya terkekeh pelan. Julia menghela napasya kasar.

"Pie yang di berikan oleh Irene sudah di racuni... aku bisa melihat asap hitam yang mengepul diatasnya... ntah... siapa yang ingin meracuni ku?" Julia mendengkus kesal.

Rose hanya terdiam dan menatapnya lekat. Rose langsung mengeluarkan handphone miliknya namun Julia menahan lengannya. "Jangan... aku tidak ingin ada desas-desus yang membuatnya curiga. Mulut manusia sangat begitu berbahaya."

Rose hanya menganggukkan kepalanya. Julia mengusap rambutnya dengan lembut sampai mereka berdua tertidur pulas.

Irene POV

Irene memasuki rumahnya dan berjalan menuju kamar milik kedua orang tuanya. "Papa... Mama..." Irene menatap dengan senyum yang begitu menakutkan. "Aku menemukan seorang... yang bisa membuat kalian bangkit lagi, tapi..."

Irene berjalan menghampiri jasad yang sudah membusuk di kasur tersebut. "Ada pengganggu yang harus aku urus." Irene langsung membuka seluruh pakaian yang ia kenakan dan menggantinya dengan lingerie berwarna hitam dan mulai membuat portal.

Terlihat seorang pria berjalan dan menatap wajah Irene. Ia tersenyum tatkala menatap Irene yang kini sudah berlutut di hadapannya. "Apakah kau sudah menemukan... mangsa yang baru untukku?" 

Irene menganggukkan kepalanya. "S-sudah, Yang Mulia." Pria itu langsung menarik lengannya masuk ke dalam portal tersebut.

TBC