Julia's POV
Julia menghela napasnya kasar ketika ia mendapatkan email masuk dari Walter mengenai Irene. "Ini gila sih..."
"Gila apaan?" Julia terkejut ketika melihat Benjamin sudah di sampingnya menatap aneh.
"E-enggak... gue abis nonton YouTube-nya James Jessie West. Lo tau dia gak sih? Fitness Influencer ituloh..." Benjamin langsung menatap ke layar laptop Julia dan menganggukan kepalanya.
"Ini... Mason Tate bukan sih!?" Julia menganggukkan kepalanya. "Kok bisa banget dia sama Mason Tate?"
Julia mendorong Benjamin pelan dan menghela napasnya kasar. "Eh, bagi link-nya ya!? Si pala botak ngapain muncul lagi, heran gue. Bisa-bisanya dia ngeracunin bocah kek dia." Julia hanya tertawa kecil dan mengendikkan bahunya.
"Eh, Jen. Lo..." omongan Julia terpotong karena Rose masuk ke dalam dengan senyuman lebar di wajahnya. Semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut langsung kembali duduk di tempat mereka masing-masing.
"Selamat pagi semuanya." Sapa Rose dengan ramah. Julia hanya menghela napasnya kasar dan kembali menatap ke layar laptop miliknya dan membalas email dari Walter. "Julia, apa yang sedang kau kerjakan?" Tanya Rose.
Julia melepaskan kacamatanya dan menatap bosnya yang kini menatapnya dengan bingung. "M-maaf, s-saya... mendapat email dari klien. Katanya dia ingin menggelar charity event dan sudah mengirim konsepnya ke email. Coba kalian buka email perusahaan."
Rose masih menatap Julia seakan-akan ia tahu bukan hal itu yang ia perhatikan. "Apa kau menyembunyikan sesuatu dari ku?" Julia hanya menggelengkan kepalanya.
"Iya... dari Mr. Torano, bukan?" Julia menganggukkan kepalanya ketika Ben menanyakan hal tersebut. "Dari tahun kemaren gitu kok, Jullie. Dia mah... mencurigakan orangnya. Gue angkat tangan. Lagian charity yang di adain malah kek lelang!"
Julia mengerutkan keningnya. "Acaranya lelang kali..." Ben menghela napasnya kasar dan menggaruk rambutnya yang tidak gatal.
"Jullie, tahun kemaren kita..." Jenny menyukut Alicia yang kini mengkerutkan keningnya.
"Apaan sih, Jen!" Alicia menghela napasnya kasar. "Waktu tahun lalu, kita dapet job dari Mr. Torano. Benjamin, gue, sama Jenny kebetulan ada di sana saat kejadian jadi... kita putusiin buat gak lagi ambil job dari Mr. Torano."
Julia hanya mengangguk-anggukan kepalanya. "Gue juga pernah denger sih. Yang diduga Mafia itu bukan?" Alicia mengagguk-anggukan kepalanya.
"Mrs. Sherlyn waktu itu juga ikutan diperiksa." Tambah Jenny.
Peryantaan dari ketiga kolegannya mendapat anggukan dari teman-teman yang lainnya. "Julia... tidak ada salahnya untuk memberitahu. Mengambil keputusan... lebih baik berdemokraasi. Sepertinya suara mayoritas berkata tidak, lalu bagaimana dengan mu?" Seluruh mata memendang Julia.
Julia menggelengkan kepalanya. "Baiklah, kita tidak akan mengambilnya." Rose menghela napasnya. "Jadi... untuk minggu depan kita tidak ada event?"
"Um... maaf menyela, minggu depan bukannya sudah Natal ya? Biasanya... kita rolling buat ngadain acara Christmas di rumah." Ucapan Ken mendapat anggukan dari orang-orang yang ada di dalam ruangan tersebut.
"Kan semua... udah pernah kebagian, jadi... minggu depan..." semua mata kini tertuju kepada Julia. Julia yang sedari tadi hanya diam sambil memperhatikan, kini ia membulatkan matanya.
"Lagian juga... ini bakalan jadi perayaan Natal pertama lo di Amerika kan?" Julia hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Kalo keberatan... mending gak usah." Ucap Benjamin menimpali.
Seluruh pandangan tertuju kepadanya. Kepala Julia terasa ingin pecah karena mereka semua berharap Julia mengijinkan mereka. Julia menghela napasnya kasar dan mengangguk. "Yaudah gapapa, tapi... jangan buat gaduh ya? Gue gak kenal siapa-siapa selain kalian."
Seluruh orang yang ada di ruangan tersebut langsung tersenyum dan menghela napasnya lega. Julia hanya menghela napasnya kasar, menopang dagunya. Ia menatap layar laptopnya dengan sunutk.
"Julia, aku ingin berbicara dengan mu sehabis ini. Temui aku di ruangan ku." Julia hanya menghela napasnya kasar. "Baiklah, kembali bekerja."
Julia langsung menutup layar laptopnya, lalu membawanya ke ruangan Rose.
Rose's POV
Rose menghela napasnya kasar dan menatap Julia. "Apa..."
"Walter mengirim email tentang Irene. Apa kau ingin... melihatnya?" Rose menatap mata hijau Julia yang terbingkai dengan kacamata. Rose menganggukkan kepalanya.
Julia langsung meletakkan laptopnya dan membuka layarnya. "Kau... menggunakan WiFi kantor untuk menonton?!" Julia langsung terkekeh geli.
"Tidak. Aku tidak begitu. Aku tidak ingin membuat manusia tahu siapa sebenarnya kita." Julia membuka folder yang di kirim oleh Walter. "Aku tidak tahu dengan siapa ia tinggal, tapi... ketika aku bersama Wolfie berjalan mendekati rumahnya ia menggonggong dan berontak. Menurutmu ada yang aneh?"
Rose hanya terdiam dan mengusap dagunya. "Kau dekat dengannya. Apa kau tidak pernah berkunjung ke rumahnya?!"
Julia's POV
Julia tertawa kecil, tersenyum. Ia mengkerutkan keningnya. "Apa... kau cemburu?" Julia menyunggingkan senyumannya dan mendekatkan wajahnya. Rose langsung memalingkan wajahnya yang sudah memerah.
Julia tertawa kecil dan menyunggingkan senyumnya. "Padahal dia begitu penasaran dengan hubungan kita. Apakah kita sepasang kekasih atau bukan." Rose mengkerutkan keningnya.
"Apa?" Tanya Rose. Julia duduk di kursi kebesaran milik Rose. "Hey!" Julia hanya tertawa kecil dan kembali berdiri. Rose menghela napasnya kasar, lalu ia menggeret kursi untuk Julia.
"Duduklah anak manja!" Julia hanya tersenyum dan duduk di kursi tersebut.
Julia menyandarkan punggungnya. "Aku dan Irene hanya berteman, Eponine. Kau tidak perlu khawatir..." Rose menatapnya. "Walaupun dia menyukaiku, aku tahu hati ini milik siapa."
Rose hanya terdiam dan menatap mata hijau Juliia dengan begitu lekat. Julia hanya tersenyum tipis dan menganggukan kepalanya. "Apa kau..."
"Iya. Aku mulai menyukaimu," ucap Julia.
Rose berusaha menahan senyumannya. "Apa... aku harus mengirim Han untuk membantu Walter?" Julia menggelengkan kepalanya.
"Tidak perlu." Ucapnya singkat.
Julia menghela napasnya kasar dan menatap mata cokelat milik Rose. "Apa kau ingin..."
"Kau bukan pembunuh kedua orang tua ku." Julia hanya terdiam dan menatap matanya.
Julia mengambil laptop miliknya dan tersenyum. "Aku akan kembali bekerja." Ucapnya sambil beralan keluar.
Rose's POV
Rose menghela napasnya kasar dan duduk di kursi kebesarannya. "Apa kau sudah..." Rose menengok ke belakang.
"Kau membuat ku kaget!" Hans tertawa kecil dan memberikan amplop coklat. "Julia berkata jujur." Rose langsung membuka amplop tersebut dan membaca seluruh tulisan yang tercetak di situ dengan cepat.
"Maafkan aku jika aku..." Rose meletakkan kertas amplop tersebut di mejanya.
"Tidak apa-apa... aku bisa memafkan kesalahan mu." Rose menopang dagunya dengan kedua tangannya.
"Sebelum aku lupa, Mr. Hubert mencari mu. Ia..."
"Suruh laki-laki buruk rupa itu pergi dari hidupku! Kau bisa membunuhnya jika mau." Hans hanya menganggukkan kepalanya, lalu keluar meninggalkan Rose sendiri yang sedang membaca kertas yang di pegangnya.
.
.
.
.
.
.
Julia's POV
Julia dan Rose turun dari mobil dan berjalan menuju ke dalam sebuah kedai. Mereka berjalan menuju meja yang berada di pojokan belakang dekat dengan jendela. "Apa... ini kencan?" Julia hanya tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya.
Ia mempersilahkan Rose untuk duduk terlebih dahulu, lalu di ikuti dengan Julia yang duduk di hadapannya.
"Selamat datang di Gregory's. Ingin langsung pesan?" Julia hanya menganggukkan kepalanya. Ia menghela napasnya kasar.
"Burger McConnie dua satu dengan... ekstra french fries, dan milkshake vanila dua."
Pelayan tersebut mencatat pesanan Julia, lalu ia berlalu pergi meninggalkan mereka berdua. "Aku ingin bil kita di..."
"Tidak, izinkan aku untuk mentraktir mu." Rose tersenyum menopang dagunya. "Apa?"
"Aku kagum dengan betapa gentle-nya dirimu." Julia hanya berdehem dan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Apa kau sering mengunjugi tempat ini?"
Julia menganggukkan kepalanya. "Walter yang memberitahu ku tentang tempat ini. Aku suka dengan konsepnya." Rose menganggukkan kepalanya.
"Lain kali, aku akan mengajakmu makan di restaurant mahal. Kau harus mencobanya!" Julia tertawa kecil, lalu tangannya tidak sengaja tersentuh. Seperti sengatan listrik, Julia langsung menghela napasnya dan mereka tertawa kecil.
"M-maaf." Ucap mereka bebarengan.
Rose dan Julia hanya tertawa kecil. "Aku sudah lama sekali tidak tertawa seperti ini." Ia meghela napasnya kasar, lalu menatap keluar jendela. Hujan membasahi bumi malam itu. Julia menghela napasnya kasar, lalu ia menggenggam tangan Rose.
"Aku ingin mengenal mu, Julia. Apa ini adalah waktu yang tepat?" Julia tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
.
.
.
.
.
.
Jangan lupa untuk share, vote, komen, dan tambahkan ke library! Karena setiap hal kecil yang kalian lakukan dapat membantu Author makin termotivasi untuk menulis.