Aaron Liu berjalan terus tanpa tujuan. Ia tak tahu lagi kemana harus melangkah pergi. Matanya begitu gelap dalam pikiran yang bercampur aduk menjadi satu. Setelah lelah menyusuri trotoar jalanan yang cukup ramai, pria itu berhenti di sebuah bangku di taman pinggiran jalan.
Pria itu menyadarkan tubuh di kursi berbahan besi yang terlihat kokoh. Memandangi sebuah bangunan empat lantai yang terlihat cukup ramai. Tentu saja sangat ramai ... tempat itu adalah sebuah bank swasta yang cukup ternama. Aaron Liu berpikir jika dirinya tak mungkin lagi masuk ke dalam bank itu. Jangankan tabungan, memiliki sedikit uang untuk makan saja sudah cukup beruntung.
Hingga tanpa sengaja, Aaron Liu melihat seorang nenek yang menjadi korban kejahatan. Ada dua orang pria merampok wanita tua itu saat baru keluar dari bank itu.
"Tolong! Ada rampok!" teriak nenek itu dalam wajah panik karena seseorang baru saja merampas tas miliknya.
Tanpa berpikir panjang, Aaron Liu berlari sangat cepat untuk mengejar dua perampok yang merampas tas milik nenek tua itu. Dia bahkan telah melupakan barang-barang bawaannya.
Dalam langkah yang cepat dan sangat gesit, pria itu berhasil menyusul dua perampok itu. Sebisa mungkin ia harus mengambil kembali tas milik seorang nenek yang tadi berada di depan bank.
"Berhenti kalian!" teriak Aaron Liu dalam tatapan dingin yang cukup impulsif untuk menghentikan kedua perampok itu.
Dua perampok itu memandang remeh Aaron Liu, mengulum senyuman sinis pada sosok lelaki yang ingin menjadi seorang pahlawan kesiangan. Dalam sekali gerakan saja, salah satu dari mereka langsung menyerangnya dengan kasar.
"Brengsek! Berani-beraninya ikut campur urusan kami!" bentak si perampok dalam aura kemarahan yang tampak sangat jelas.
Dengan sangat kompak, kedua perampok itu menyerang pria yang berusaha menggagalkan rencananya. Mereka berpikir jika lelaki itu harus segera dihabisi.
Berbagai pukulan ditujukan pada Aaron Liu yang bertujuan untuk membunuhnya. Mereka pikir dengan sedikit pukulan saja, pria yang sok pahlawan itu pasti habis di tangan mereka. Namun yang terjadi, justru di luar dugaan.
Aaron Liu menangkis setiap pukulan dan juga tendangan ke arahnya. Dia mengeluarkan tendangan tinggi dengan kekuatan besar yang bisa membuat dua perampok itu tersungkur ke trotoar jalanan.
"Sialan! Bagaimana pria lemah itu bisa melawan kita?" Kedua perampok sangat terkejut dengan kekuatan Aaron Liu. Mereka tak menyangka jika seorang pria muda dengan berpakaian rapi dan tampak berkelas itu bisa memukul mundur mereka berdua.
"Penampilannya seperti seorang tuan muda kaya raya. Namun kemampuan bertarungnya sangat hebat," keluh salah seorang dari perampok itu.
Tak ingin membuang waktu, Aaron Liu merebut sebuah tas dari tangan dua perampok itu. Kemudian dia menendang mereka tanpa ampun. Seandainya tendangan itu jatuh di kepala, mungkin saja dua perampok itu sudah tak bernyawa.
"Apakah kalian pikir aku selemah itu? Dasar bodoh!" umpat Aaron Liu sebelum meninggalkan dua perampok itu.
Aaron Liu memang pernah berlatih bela diri saat masih kuliah. Bukan untuk membuat onar, dia sadar jika banyak musuh yang mungkin saja bisa membahayakan dirinya. Hal itu juga yang membuat dirinya berlatih keras agar bisa menguasai ilmu beladiri.
Saat ia akan mengembalikan tas dari nenek itu, tiba-tiba saja .... Seorang perampok bangkit dan bergerak ke arahnya dengan membawa sebilah pisau yang tampak sangat tajam.
"Awas, Anak muda!" teriak nenek itu saat melihat perampok itu akan melukai Aaron Liu.
Dengan gerakan cepat, Aaron Liu bergerak ke samping kanan lalu membalikkan badannya. Sebuah tendangan kembali dihadiahkan pada perampok itu. Namun naas ... sebelum perampok itu tumbang, pisau tajam itu sudah berhasil melukai lengannya. Dia hanya bisa menahan rasa sakitnya dan memastikan jika tak ada perlawanan lagi dari dua perampok itu.
Tak berapa lama, mobil patroli polisi yang kebetulan lewat langsung menangkap kedua perampok itu. Dengan keterangan beberapa saksi, mereka berdua langsung digiring ke kantor polisi terdekat.
Aaron Liu berjalan dengan segenap kekuatan yang masih ada di dalam dirinya. Dia menghampiri nenek itu lalu memberikan tas yang ada di tangannya.
"Lain kali ... sebaiknya Nenek berhati-hati. Sangat berbahaya jika berada di tempat umum sendirian," ucap Aaron Liu dengan sangat sopan dan tutur kata yang lembut. Dia merasa prihatin saat melihat nenek itu berada di jalanan sendirian.
"Terima kasih, Anak muda." Nenek itu mengatakannya sangat tulus pada Aaron Liu. Dia pun memperhatikan lelaki muda yang berdiri dengan wajahnya yang semakin pucat.
Seketika itu juga, sang nenek sangat terkejut saat mendapati luka di lengan pria di hadapannya. Nenek itu langsung panik dan menarik tangan Aaron Liu.
"Kita harus ke rumah sakit sekarang!" bujuk nenek itu dengan nada yang sedikit memaksa. Dia terlalu panik karena melihat darah yang terus menetes dari lengan lelaki yang sudah menolongnya itu.
"Tunggu, Nek. Aku harus mengambil koperku di .... " Aaron Liu sangat terkejut karena tak mendapati koper miliknya di bangku yang didudukinya tadi. Dia langsung memperlihatkan sekeliling berharap bisa menemukan koper miliknya.
Nenek itu memperhatikan wajah pria muda itu. Tampak kekecewaan yang begitu jelas di wajahnya. Seakan ia baru saja kehilangan sesuatu yang cukup berharga untuknya.
"Di mana kamu menaruhnya, Anak muda?" Nenek itu juga ikut memandang sekeliling trotoar jalanan. Dia berharap jika koper milik lelaki itu tidak hilang. Setelah memastikan jika koper itu telah hilang, dia pun kembali menarik Aaron Liu menuju ke pinggir jalan raya.
Sebuah taksi akhirnya berhenti dan membawa nenek itu dan juga Aaron Liu. Mereka berdua langsung menuju ke rumah sakit sebelum luka di lengannya menjadi infeksi.
"Kita obati dulu lukamu, setelah itu kita bisa membicarakannya barang-barangmu yang sudah hilang," bujuk nenek itu yang hanya mendapatkan anggukan kepala dari Aaron Liu saja.
Tanpa banyak berbincang, mereka berdua telah sampai di rumah sakit pusat kota Anming. Mereka bergegas menuju IGD agar Aaron Liu segera mendapatkan perawatan dan juga pengobatan atas luka di lengannya itu. Tak baik jika luka terbuka dibiarkan terlalu lama.
Begitu mendapatkan penanganan medis, sang nenek langsung mengurus administrasi untuk membayar biaya perawatan luka. Wanita tua itu mengajak sang penolongnya untuk makan siang di sebuah restoran yang berada tepat di samping rumah sakit. Dia sengaja ingin mengobrol lebih lama dengan seseorang yang telah membantunya.
"Siapa namamu, Anak muda?" Pertanyaan itulah yang pertamakali terlontar dari wanita tua itu, saat mereka sudah duduk di sebuah restoran.