Di saat semua kariyawan bergegas pulang. Sabrina masih terduduk di sofa lobi kantor, dalam kondisi yang tiba-tiba gelisah.
"Kok perasaan aku tiba-tiba gak enak begini ya, gelisah tidak karuan," gumam Sabrina. Tangannya gemetar memegang dadanya. Kondisi ini tak jauh berbeda saat ketika Reyno melamar Cantika.
Tapi Sabrina sudah tak memikirkan hal itu lagi. Bahkan dia sudah tidak perduli lagi dengan Reyno.
Saat Sabrina menengok benda bundar berwarna silver di tangan kirinya, jarum pada benda itu menujukan pukul 17.30 sementara Santi belum juga terlihat batang hidungnya.
Tiba-tiba terdengar suara pesan masuk dari gawai Sabrina, ternyata pesan masuk itu datangnya dari Santi. Ia pun membuka aplikasi berwarna hijau di layar ponselnya, [Rin, maaf gue gak sempet nemuin lo. gue harus buru-buru pulang karena keluarga gue kecelakaan, kunci mobil gue simpen di bawah vas bunga belakang mobil ya. Sekali lagi maaf ya, Rin. Terimakasi.]
Tanpa pikir panjang, Sabrina bergegas ke area tempat mobilnya terparkir, ia mencari kunci mobil kesayangannya yang hanya beberapa detik saja langsung di temukan.
Setiba di rumah. Sabrina terheran dengan suasana rumah yang tak seperti biasanya, nampak sepi tak berpenghuni. Terlihat hanya ada Bibi yang sibuk dengan cucian piringnya di dapur. Sabrina mengahmpiri bibi kemudian melontarkan pertanyaan.
"Ini orang-orang pada kemana, Bi. Kok sepi?" tanya Sabrina keheranan.
"Orang-orang ke rumah sakit, Non!" Bibi menjawab dengan wajah sedu.
"Siapa yang sakit, Bi?" Sabrina kaget dengan bola mata sedikit membulat.
"Katanya sih tuan, Reyno. Kelakaan non. Bibi enggak tahu jelas. Dengar-dengar tadi koma-koma gitu non, enggak sadarkan diri," lirih Bibi.
"Apa! Kecelakaan? Kok enggak ada yang ngasih kabar sama, Aku," ucap Sabrina.
Tangannya sibuk mengetik layar ponselnya guna menelpon Bramantio.
"Hallo, Yah. Yah kata, Bibi. Reyno kecelakaan? Trus sekarang d rumah sakit mana, Yah? Oke aku nyusul kesana ya, Yah," Sabrina berbicara singkat dengan Ayahnya kemudian beriap-siap untuk menyusul ke Rumah Sakit.
Sesampainya Sabrina di rumah sakit. Telihat Mesya memeluk Cantika yang tengah menangis terseguk-seguk
Di sana juga terlihat bapak polisi yang sedang menyelidiki kejadian kecelakaan Reyno. Tak lama kemudian dokter keluar dari ruangan ICU.
"Dengan keluarga, Pak Reyno Prasetiyo?" tanya petugas berjas putih itu kepada beberapa orang yang ada di depan pintu ICU.
"Iya, Dok. kami keluarganya," sahut Bramantio kepada Dokter yang saat itu bertugas menangani Reyno.
"Kemungkinan dugaan sementara, Pak Reyno. Mengalami cedera pada laring hingga membuatnya sesak nafas dak tidak bisa bicara untuk sementara waktu. Kemudian, pasien juga mengalami cedera tulang belakang atau di sebut dengan spinal cord injuri yang menyebabkan pasien koma saat ini." Penjelasan Dokter sontak membuat Cantika tak kuasa membendung kesedihannya dan kemudian pingsan. Sementara Bramantio dan Mesya menahan tubuh semampainya yang lemas tak berdaya.
Bagaimana tidak hancurnya perasaan Cantika, ia yang baru saja meneguk kebahagiaan atas pernikahannya. Kini seperti petir yang tiba-tiba menyambar dan merenggut semua itu dari genggamannya.
"Pak polisi! Tolong segera mungkin usut tuntas, siapa orang yang telah mencelakai mantu saya, Pak," tegas Mesya pada Polisi.
Selang beberapa menit kemudian terdengar suara hentakkan kaki berlari diikuti suara teriakan tangisan. Ternyata orang tua Reyno baru saja tiba di Rumah Sakit. Mereka tak kuasa melihat anaknya terkapar tak berdaya di ruang ICU.
"Tolong, Pak. Saya harap besok sudah ada laporan kronologi kecelakaannya. Tolong cek CCTV yang ada di jalan TKP" saran Ayahnya Reyno pada Polisi.
"Tentu, Pak. Kami pun dengan sigap akan segera menangkap pelakunya," balas Polisi.
"Kami permisi dulu! besok setelah olah tempat kejadian perkara, kami segera mengabarkan kepada pihak keluarga korban," sambung Polisi
Sabrina ikut berduka dengan kejadian yang di alami Reyno. Meskipun Reyno tanpa hati telah menyakatinya, ia tetaplah adik iparnya sekarang. Terlebih melihat konidisinya yang tidak berdaya.
"Yah! Ini sudah jam 12 malam, bagaimana kalo kita bawa Cantika pulang saja kasihan," saran Sabrina pada Bramantio.
"Enggak! Aku akan tetap di sini sampai suamiku siuman," bentak Cantika pada Sabrina. Ia sudah mulai sadar dari pingsannya.
"Aku enggak mau terjadi sesuatu sama suamiku," lirih Cantika yang seketika matanya menoleh ke arah ruangan tempat Reyno terkapar. Bulir bening yang keluar di bola mata Cantika mengalir deras tak bisa terhenti.
"Ya sudah, Ayah pulang dulu ya, Bu. Karena Ayah harus mengambil berkas-berkas di rumah. Titip Cantika dulu ya," ujar Bramantio pada Mesya istrinya.
Mesya dan Cantika menunggu di Rumah Sakit di temani orang tua Reyno.
Sementara Bramantio yang hendak mengambil berkas, turut serta pulang ke kediamannya bersama Sabrina.
Keesokan hari di tempat kejadian perkara, terlihat beberapa polisi tengah memenuhi tempat kecelakaan Reyno. Polisi tengah melakukan olah TKP. Polisi mengumpilkan semua bukti, termasuk rekaman CCTV yang ada di lokasi. Tetapi, polisi tak menemukan saksi pada saat kejadian. Di lihat dari CCTV pada saat kejadian, lokasi cukup sepi karena sudah masuk jam kerja.
Siangnya, Polisi langsung menghubungi Bramantio untuk meminta datang ke Kantor Polisi guna menjelaskan penyelidikannya
"Selamat siang, Pak Bramantio," sapa Polisi lewat ponsel.
"Siang juga, Pak. bagaimana Pak, apa sudah ada perkembangan?" Bramantio menjawab telpon Polisi dengan melontarkan beberapa pertanyaan.
"Kami harap, Bapak atau salah satu perwakilan dari keluarga korban, bisa datang ke kantor Polisi sore ini," ujar pihak kepolisian dengan tegas.
"Baik, Pak. sore ini saya langsung ke kantor polisi mengajak orang tua dari korban," sahut Bramantio.
Bramantio yang tengah sarapan bersama Sabrina, menutup telponnya. Semalam Bramantio memilih untuk pulang bersama Sabrina, mengingat beberapa berkas yang harus di urus.
"Itu telpon dari Polisi, Yah?" tanya Sabrina dengan mulut yang sibuk mengunyah roti.
"Iya. Polisi sepertinya sudah mengumpulkan bukti-bukti," jawab Bramantio seraya menganggukan kepalanya.
"Ya, syukur deh yah kalo gitu," Sabrina segera menyelesaikan sarapannya untuk bergegas mengantar Ayahnya ke Rumah Sakit, kemudian di lanjutkan ke kantor.
Sementara Mesya masih setia mendampingi Cantika, yang masih saja lemas melihat keadaan suaminya. Di samping Cantika, terlihat pula kedua orang tua Reyno yang terduduk cemas.
'Aku enggak nyangka. kebahagiaan yang baru saja di raih, kini di renggut dari ku' gerutu Cantika d dalam hati, 'Sampai aku tau siapa tersangkanya, aku tidak akan tinggal diam' Cantika mengepal tangannya penuh dengan dendam. Tatapannya yang tajam membeliak ke arah ruangan Reyno.
"Assalamualaikum semuanya! Gimana kondisi Reyno, apa udh ada kemajuan?" sapa Bramantio dan Sabrina sesampainya di Rumah Sakit.
"Kondisinya masih sama kaya semalam, Yah," sahut Mesya lemas.
"Oh iya, Pak Prasetiyo. Tadi polisi sudah menguhungi saya," ujar Bramantio.